Selasa, 30 Agustus 2011

resep rosululloh saw

Empat Perkara merusak badan
1.cemas
2.sedih
3.lapar
4.begadang
Empat perkara menyenangkan hati
1.memandang yang hijau-hijau
2.memandang air mengalir
3.memandang waajah kekasih
4.memandang buah-buahan
Empat perkara memudarkan pandangan
1.berjalan tanpa alas kaki
2.bermuram durja
3.banyak menangis
4.banyak memandang garis yang halus

Empat perkara menguatkan badan
1.memakai pakaian yang lembut
2.mandi uap
3.makan yang manis-manis dan berminyak
4.mencium bau-bauan yang harum
Empat perkara memuramkan muka
1.dusta
2.tak bermalu
3.banyak bertanya tanpa ilmu
4.banyak berbuat dosa
Sumber dari Thibbun Nabawi

jibril AS ,Kerbau,kelelawar,dan cacing

Jibril AS, Kerbau, Kelelawar, dan Cacing

Suatu hari Allah SWT memerintahkan malaikat Jibri AS untuk pergi menemui makhluk-Nya yaitu Kerbau , Kelelawar dan Cacing dan menanyakan pada si Kerbau , Kelelawar dan Cacing apakah dia senang telah diciptakan Allah SWT sebagai seekor Kerbau , Kelelawar dan Cacing.
 Malaikat Jibril AS segera pergi menemui si Kerbau.

Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril AS mendatanginya kemudian mulai bertanya kepada si kerbau, "hai kerbau apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kerbau". Si kerbau menjawab, "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya sebagai seekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri". Mendengar jawaban itu Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor kelelawar.

Malaikat Jibril AS mendatanginya seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergantungan di dalam sebuah goa. Kemudian mulai bertanya kepada si kelelawar, "hai kelelawar apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kelelawar". "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya", jawab si kelelawar. Mendengar jawaban itu pun Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah.

Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, "Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing". Si cacing menjawab, " Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari pada dijadikaan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka mati mereka akan disiksa selama-lamanya".
Amal sholeh :
Janji Allohbagi yg mengerjakan amal sholeh 24:54,55 (q.s. an-nur :54,55)
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (54)
54. Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling Maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (55)
55. dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.

Balasan bg orang yg beramal buruk 44:43,44,45,46,47,48,49  ‘   50:30 (ad dhukhon:44-49)
q.s .qof :30

طَعَامُ الْأَثِيمِ (44)
44. makanan orang yang banyak berdosa.

كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ (45)
45. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,

كَغَلْيِ الْحَمِيمِ (46)
46. seperti mendidihnya air yang Amat panas.
خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَى سَوَاءِ الْجَحِيمِ (47)
47. Peganglah Dia kemudian seretlah Dia ke tengah-tengah neraka.

ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ (48)  
48. kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang Amat panas.

ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ (49)
49. Rasakanlah, Sesungguhnya kamu orang yang Perkasa lagi mulia[1379].

[1379] Ucapan ini merupakan ejekan baginya.
q.s .qof :30
يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ (30)  
30. (dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam : "Apakah kamu sudah penuh?" Dia Menjawab : "Masih ada tambahan?"

setiap orang akan memetik buahnya sendiri  39:41   q.s. azzumar
إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (41)

41. Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk Maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka.

khutbah idhul fithri 1432 h

Khutbah Idul Fitri 1432 H

Lima Cara Memperlakukan Hati

Oleh Ustadz Pardiro As Slemany




الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
 الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أََنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Kaum Muslimin ingkang  Berbahagia.
 Puji saha syukur tansah kita haturaken dateng Allah SWT, Ingkang sampun paring kenikmatan Islam lan Iman dateng kita ,  Khususipun wonten ing wulan Romadhon  ingkang nembe kemawon kita lampahi  , ngantos Ibadah sholat Id ing enjeng punika , Jalaran kita sedaya tansah ngarep arep  tambahing keimanan lan ngokohaken ketaqwaan kita dating Alloh SWT ing dalem ngelampahi gesang wonten ing donya punika .  Margi saking Ketaqwaan  punika ingkang saget damel medalipun kita saking mapinten pinten persoalan gesang  lan ugi saget ngangkat derajat kita dados sanget mulyo wonten ing ngarsanipun Alloh  SWT .
Shalawat lan salam mugi tansah kaluberaken dateng Nabi kita Muhammad SAW, sarta keluarga, sahabat lan para penerusipun hingga dinten akhir mangke .
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Kaum Muslimin ingkang  Berbahagia.

Enjang punika kita kagungan raos ingkang sami , injih menika gembira sanes jalaran kathahipun dhaharan wonten ing griyo kita , sanes jalaran arto kita ingkang luwih saking cekap  utawi sanes  jalaran rasukan kita  ingkang enggal
Ananging  kita gembira awit ing wekdal enjang punika  wonten ing dalem sucinipun jiwo kita  , resikipun manah kita sak sampunipun  ngleksanakaken ibadah Romadhon . Rasululoh SAW  bersabda :
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ وَسَنَنْتُ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِحْتِسَابًا خَرَجَ مِنَ الذُّنُوْبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
Allah yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi mewajibkan puasa Ramadhan dan aku mensunnahkan shalat malam harinya. Barangsiapa puasa Ramadhan dan shalat malam dengan mengharap ridha Allah, maka dia keluar dari dosanya seperti bayi yang dilahirkan ibunya (HR. Ahmad).
Mila saking punika kedahipun kita   rumaos sedih  jalaran dipun tilar Romadhon ing mangka kita dereng saget ngelampahi ibadah ing dalemipun Romadhon kanthi  estu estu  , kathah ingkang puasa ananging naming nilar  dahar lan ngunjuk , Sholat Taroweh namung buru kathahipun rokaat lan nilareaken Kekhusukanipun ,   tilawah Al-Qur’an ingkang namung  mengejar target khatam tanpa berusaha memahami  makna isinipun  ,  ugi ngantos  saking tresnanipun bandha donyo  hingga nyupekaken sedekah  utawi namung sekedhik sanget anggenipun sedekah ingkang dipun dalaken  menawi kabandhing  saking kathahipun bandho  donyanipun ingkang dipun simpen .
 Ing mongka dereng temtu ing tahun ngajeng Romadhon saget kita menangi malih  jalaran saget kemawon saking umur kita ingkang boten nyandhak  dumugi Romadhon  tahun ngajeng  kados dene  ingkng dipun alami  tiyang sepuh kita , sedherek-sedherek kita ,  rencang lan jamaah kita hinggo tokoh-tokoh  kita ingkang  sampun langkung rumiyin  dipun timbali dening Alloh SWT , Mila kanthi menika monggo kita dongakaken sedherek-sedherek kita ingkang sampun ngrumiyini kita sowan ngayunaning Gusti  mugi- mugi dipun ngapunten dosa – dosanipun  , dipun luasaken kuburipun lan mugi  dipun lebetaken wonten ing suwarganipun Alloh ( jannatun na’im ) injih suwarga ingkang kebak kenikmatan saking Alloh SWT . 
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Kaum Muslimin ingkang  Dimuliakan Allah.
Kita sedaya mesthi menyadari bilih  sahe lan awon punika  sumberipun saking Hati ( manah ) ,  sahe lan awon  satunggaling tiyang  menika gumantung saking kados pundi manahipun , menawi hati ( manah ) menika sahe mila badhe mahanani sahe nipun diri pribadi tiyang punika lan menawi awon manahipun temtu kemawon dados  awon  tiyang punika . Rasulullah SAW bersabda:
أَلاَ إِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
Ingatlah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah anggota tubuh dan apabila ia buruk, buruk pulalah tubuh manusia. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati (HR. Bukhari dan Muslim).

Mila sangking punika   ingkang naminipun hati (manah )  kedah kita jagi sak sahe sahenipun  ing dalem gesang punika .
Kanthi khutbah ing enjang punika  perlu sanget kita aturaken  5 bab  ingkang gegayutanipun  kaliyan Hati ( manah )  saking pribadi kita  :
Pertama,
قلب وَجِبْ  اِفْتَحوُا وَلآ نَخْتِمُوا
 hati kedah dipun buka  lan sampun ngantos kita tutup. Ingkang  tansah nutup hati  menika biasanipun tiyang- tiyang  kafir sahingga peringatan lan pitedah  mboten saget mlebet  wonten ing manahipun , Allah SWT berfirman:
 إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لاَ يُؤْمِنُونَ  خَتَمَ اللّهُ عَلَى قُلُوبِهمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عظِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS Al-Baqarah [2]:6-7)
Menika sebabipun , nalika  Umar bin Khaththab menutup hatinya dari petunjuk ia menjadi kafir bahkan sangat membenci Rasulullah SAW hingga bermaksud membunuhnya, namun ketika hati sudah dibuka dengan mudah petunjuk bisa masuk ke dalam hatinya yang membuatnya tidak hanya beriman tapi amat mencintai Rasulullah SAW. Hal yang amat berbahaya bila hati tertutup selain petunjuk dan nasihat tidak bisa masuk, keburukan yang ada di dalam hati juga tidak bisa keluar sehingga meskipun kita tahu bahwa itu buruk amat sulit bagi kita untuk mengeluarkan atau membuangnya. Ibarat ruangan, bila kita buka pintu dan jendelanya, maka udara kotor bisa keluar dan udara bersih bisa masuk sehingga akan kita rasakan kesegaran jiwa. Berbagai bencana yang kita nilai dahsyat dalam kehidupan kita di dunia ini bisa kita pahami sebagai bentuk upaya menggedor hati manusia agar mau membukanya dan mengakui kebesaran Allah SWT, namun ternyata hati yang tertutup rapat tetap saja tidak terbuka, mereka hanya mengatakan hal itu sebagai fenomena alam.


Kedua
القلب نغسلوا
 Hati adalah dibersihkan. Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bernilai dosa, padahal dosa seharusnya dibenci. Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat sehingga ia menjadi bersih kembali, Rasulullah SAW bersabda:
التاَّ ئِبُ مِنَ الذَنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak menyandang dosa (HR. Thabrani).
Hati yang bersih akan membuat seseorang menjadi sangat sensitif terhadap dosa, karena dosa adalah kekotoran yang membuat manusia menjadi hina, Allah SWT berfirman:
وَلاَ تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ. يَوْمَ لاَ يَنفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ. إِلاَّ مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS Asy-Syu’araa [26]:87-89).
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Kaum Muslimin ingkang  Dimuliakan Allah.
Ketiga, cara memperlakukan hati adalah harus dilembutkan. Kelembutan hati merupakan sesuatu yang amat penting untuk dimiliki, hal ini karena dengan hati yang lembut, hubungan dengan orang lain akan berlangsung dengan baik dan ia mudah menerima nilai-nilai kebenaran. Kelembutan hati akan membuat kita memandang dan menyikapi orang lain dengan sudut pandang kasih sayang sehingga bila ada orang lain mengalami kesulitan hidup, ingin rasanya kita mengatasi persoalan hidupnya, ketika kita melihat orang susah, ingin sekali kita mudahkan, tegasnya kelembutan hati menjauhkan kita dari rasa benci kepada orang lain meskipun ia orang yang tidak baik, karena kita pun ingin memperbaiki orang yang belum baik.
Salah satu yang harus kita waspadai yang menyebabkan hati menjadi keras sehingga kita menjadi semakin jauh dari Allah SWT adalah berbicara yang tidak baik dan tidak benar, hal ini karena ketika bicara kita demikian lalu ada orang lain menegur, meluruskan atau menasihati, kita cenderung mempertahankan dan membela diri atas pembicaraan kita yang tidak benar itu sehingga tanpa kita sadari kita pun memiliki hati yang menjadi keras, Rasulullah SAW bersabda:
لاَ تُكْثِرُوا الْكَلاَمَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ, فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلاَمِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ, وَإِنَّ أََبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللهِ الْقَلْبُ الْقَاسِى
Janganlah kalian banyak berbicara yang bukan (dalam rangka) dzikir kepada Allah. Karena banyak bicara yang bukan (dalam rangka) dzikir kepada Allah akan membuat hati keras. Sementara manusia yang paling jauh dari Allah adalah yang hatinya keras (HR. Tirmidzi).
Untuk bisa melembutkan hati, kita bisa melakukannya dengan banyak cara, di antaranya menyayangi anak yatim dan orang-orang miskin. Dalam satu hadits disebutkan:
أنَّ رَجُلاً شَكَا إلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ: إِمْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيْمِ وَ أَطْعِمِ الْمِسْكِيْنِ
Seorang lelaki pernah datang kepada Rasulullah SAW seraya melaporkan kekerasan hatinya, maka beliau menasihatinya: “Usaplah kepala anak yatim dan berilah makanan kepada orang miskin” (HR. Ahmad).
Karena itu, amat disayangkan bila ada orang yang hatinya keras bagaikan batu sehingga sulit untuk diberi nasihat dan peringatan sebagaimana yang terjadi pada Bani Israil seperti yang disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّهِ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Baqarah [2]:74).
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu
Kaum Muslimin ingkang Dimuliakan Allah.
Keempat,
القلب   تصحوا
hati harus disehatkan. Jasmani yang sehat membuat kita memiliki gairah dan semangat dalam menjalani kehidupan dan makanan yang lezat bisa kita nikmati. Namun bila jasmani sakit tidak ada gairah hidup dan makanan yang enak tidak antusias bagi kita untuk memakannya dan bila kita makan pun tidak kita rasakan kelezatannya. Begitu pula halnya dengan hati, bila hati sakit kita tidak suka pada kebaikan dan kebenaran. Islam merupakan agama yang nikmat, namun bagi orang yang hatinya sakit tidak dirasakan kenikmatan menjalankan ajaran Islam kecuali sekadar menggugurkan kewajiban. Hati yang sakit biasanya dimiliki oleh orang munafik, mereka nyatakan beriman tapi sekadar di lisan, mereka laksanakan kebaikan  termasuk shalat tapi maksudnya adalah untuk mendapatkan pujian orang, karena itu tidak mereka rasakan nikmatnya beribadah dan berbuat baik. Allah SWT berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ. يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَمَا يَشْعُرُونَ. فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,disebabkan mereka berdusta. (QS Al-Baqarah [2]:8-10)
Karena itu, orang munafik akan mengalami penyesalan yang amat dalam disebabkan keburukan yang mereka sembunyikan di dalam hatinya, Allah SWT berfirman:
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٌ فَعَسَى اللّهُ أَن يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ فَيُصْبِحُواْ عَلَى مَا أَسَرُّواْ فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.”  Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS Al-Maidah [5]:52
Kelima,
 Hati harus ditajamkan. Hati harus kita asah hingga menjadi seperti pisau yang tajam. Pisau yang tajam akan mudah memotong dan membelah sesuatu. Bila hati kita tajam akan mudah pula membedakan mana haq dan mana yang bathil, bahkan perintah pun tidak selalu harus disampaikan dengan kalimat perintah, dengan bahasa isyarat saja sudah cukup dipahami kalau hal itu merupakan perintah yang harus dilaksanakan. Nabi Ibrahim dan Ismail as merupakan di antara contoh orang yang memiliki ketajaman hati sehingga perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail cukup disampaikan melalui mimpi dan Ismail menangkap hal itu sebagai perintah ketika Nabi Ibrahim menceritakannya, padahal Nabi Ibrahim tidak menyatakan bahwa hal itu merupakan perintah dari Allah SWT.
Untuk mendidik kita menjadi orang yang memiliki ketajaman hati, puasa merupakan salah satu caranya, karenanya pada waktu puasa, teguran orang lain kepada kita meskipun dengan bahasa isyarat sudah menyadarkan akan kesalahan yang kita lakukan, ini membuat kita dengan mudah bisa menangkap dan membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, sesuatu yang selama ini semakin hilang dari pribadi masyarakat kita sehingga yang haq ditinggalkan dan yang bathil malah dikerjakan, Allah SWT mengingatkan soal ini dalam firman-Nya:
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al-Baqarah [2]:188).
Dengan demikian, menjadi amat penting bagi kita semua untuk memperlakukan hati dengan sebaik-baiknya sehingga perbaikan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa sesudah Ramadhan berakhir dapat kita lakukan.
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم - ونفعني وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم - وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم – أقول قولي هذا واستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.





خطبة  الثنية العيد الفطر

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم ْ  عَلى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا محَمَّدٍ وعلى آله وصحبه  أجمعين.
بِرَحْمَتِكَ يَأَرْحَمَرَ الرَّحِمِيْنَ    :

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمِ لاَ يَنْفَعُ  وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَسْبَعُ وَمِنْ دُعَاءِ لاَيُسْمَعُ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar (Ahmad, Muslim, Nasa’I).
 رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka. 

- سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ  الْْعِزَّةِ عَماَّ يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ  وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْْعَالََمِيْنَ   .  

khutbah awal


خطبة الاوال
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَللَّهُمَّ صّلِّ وّسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِِِ اللهِ صَاحِبِ الْحَوْضِ وَالشَّفَاعَاتِ * وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمُ الْمُفَضَّلِيْنَ الْفَائِزِيْنَ بِأَنْوَاعِ الْخَيْرَاتِ.
أَمَّا بَعْدُ؛ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

khutbah staniyah


الخطبة الثانية

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَهْدَى لِلْمُتَّقِيْنَ سَبِيْلَ الرَّشَادِ $

وَالْكَرَمَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ   بِِِِِِِِِِِِِِِِمَا  فِيْهِ مِنَ السَّعَادَةِ بَعْدَ السَّعِِى وَالْجِهَادِ , فَأَظْلَمَالكافِرِيْنَ  بِمَا يَسُوْقُهُمْ اِلَى سَوْطِ عَذَابِ , وَاَهْلَكَ الظَالِمِيْنَ بِأَنْوَاعِالْكَرََا ئِبِ وَالْمَصَائِبِ

 

اَشْهَدُ  اَنْ لااِلَهََ اِلآّاللهُ   الْعَزِيْزُ اْلحَمِيْدُ ,  فَنَحْنُ اِلَيْهِ حُسْنُ الْمَتَابِ

وَ اَشْهَدُ اَنَّ   مُحَمَّدًا  عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  الْمُجِيْدُ , فَنَحْنُ اِلَيْهِ الْاِسْتِجَادَ

أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا محَمَّدٍ هََذَا النَّبِىِ المُعْتَمَدِ , وعلى آله وصحبه وَ مَنْ   تَبِعُهُ  بالخَيْرِ الَى عُقْدَةِ المِعَادِ ,

أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ  تَسْلِيْمًا كثِيْرًا , اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَ الله ِاُوْصِيْكُمْ وَ اِيَّاىَ   بِِِتَقْوَى اللهَ    فِى السِّـرِّ وَالْعَلَنِ . فَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ .  
واعلموا ايّها المؤ منون إن الله  صلّى على  نبيّه قَدِيْمًا وَبَدَأَ بِنَفْسِهِ تَعْلِيْمًا وَقال الله تعالى إن الله  وملائكته يصلون على النبي ياأيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما

أللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّم ْ  عَلى سَيِّدِنَا محَمَّدٍ وعلى آله وصحبه  أجمعين.
بِرَحْمَتِكَ يَأَرْحَمَرَ الرَّحِمِيْنَ    :

- أللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتٍ والمؤمنين والمؤمنات  الأجياء  منهم والأموات  انك سمعٌ قربٌ مجبٌ الدعواتِِ    ياقا ضى الحاجاتِ

-اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا  الْغَلاءَ والْبَلاءَ  وَالوَبَاءَ  وَالفَحْشَاءَ وَالمُنكَرَ  والبَغْىَ والسُّيُوْفَ والمُخْتَلِفَةَ وَالشَدَائِدَ  والْمِحَنَ  مَا ظَهَرَ مِنْهَا  وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هذَا خَا صَّـةً وَ مِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عَا مَّـةً , وَبِالْحُصُوْسِ  بَـلَــدِنَـا   اْلاِ ِنْدُوْنِسِيِّ 

 

اِنّـكَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قـَدِيـْرٌ :

 

- اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ   #


- رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ  #

- رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ    #

- رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ   #

- رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ    #

- سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ  الْْعِزَّةِ عَماَّ يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ  وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْْعَالََمِيْنَ     # 





pengambilan hukum

Prinsip Perbedaan Pengambilan Hukum
Untuk lebih jelasnya, dalam mengambil hukum, masing-masing madzab terdapat perbedaan-perbedaan seperti terlihat sebagai daftar di bawah, yaitu,
a. Sumber Madzab Hanafi
1. Al Quran al Karim
2. Sunnah Rasul yang sahih-sahih dan masyhur
3. Ijma’ sahabatNabi.
4. Qiyas (pendapat).
5 Istihsan (pendapat).
b. Sumber Madzab Maliki:
1. Al-Quran al Karim.
2. SunnahRasul yang sahih menur’ut pandangan beliau.
3. Amalan para Ulama ahli Madinah ketika itu.
4. Qiyas (pendapat).
5. Masalihul-mursalah (kepentingan umum)
c. Sumber Madzab Syafi’i:
1. Al-Quran al Karim.
2. Hadits yang sahih menurut pandangan beliau (Hadits shahih mutawatir, hadits sahih-ahad,hadits shahih masyhur).
3. ljma’ para Mujtahid.
4. Qiyas.
d. Sumber Madzab Hanbali:
1. Al-Quran al Karim.
2. Ijma’ sahabatNabi.
3. Hadits termasukHadits Mursal dan Hadits Dhaif.
4. Qiyas (pendapat).
Tampak bahwa ke-empat Madzab itu memegang Al-Quran dan hadits sebagai sumber pertama, namun dalam menjalankan ijtihad untuk mengambil hukum terhadap suatu masalah, mereka ada perbedaan. Gambar berikut berusaha menjelaskannya,
a. Madzab Hanafi.
gbr_madzab_hanafi.jpg
b. Madzab Maliki
gbr_madzab_maliki.jpg
c. Madzab Syafi’i
gbr_madzab_syafii.jpg
d. Madzab Hanbali
gbr_madzab_hanbali.jpg
.
Keterangan gambar:
1. Ke-empat Madzhab memakai Quran nenjadi dalil utama.
2. Imam Hanafi mendahulukan pemakaianQiyas (pendapat) dibanding hadits-hadits ahad dan masyhur. Oleh karena itu pengambilan hadits digambarkan lebih kecil dari pada Qiyas.
3. Imam Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, hadits lebih utama dari Qiyas.
4. Imam Hanbali memakai hadits dhaif dan hadits mursal. Karena itu pengambilan hadits digambarkan lebih besar dibanding dengan 3 madzab yang lain.
5. Yang memakai Istihsan hanya Istihsan hanya madzab Hanafi.
6. Yang menggunakan masalihul mursalah hanya Imam Maliki.
7. Tentang ljma’, berbeda di antara 4 madzab,
a. Imam Hanafi memakai ljlna’ Sahabat-sahabat
b. Imam Maliki memakai ljma’ Orang Madinah’
c. Imam Syafi’i memakai ijma’ imam-imam mujtahid
d. Imam Hanbali memakai lj’ma’ Sahabat Nabi’
Dengan pendapat yang berbeda-beda ini dapatlah kita ketahui bahwa dari 4 madzab itu muncul hasil fiqih yang berbeda, karena memang metode pengambilan hukumnya juga berbeda.
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusydi dan Kitab Fikih menurut Madzhab yang 4 karangan Abdur Rahman al Jazairi diterangkan perbedaan-perbedaan hukum antara Madzhab yang 4 itu, yang ditimbulkan karena perbedaan-perbedaan prinsip dalam system pemngambilan hukumnya
Dari gambar di atas juga tampak bahwa,
Dasar dari Madzhab Syafi’i hanya 4 saja, yaitu Surah, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Ijma’ dan Qiyas pada hakikatnya berpokok kepada Quran dan Hadits. Imam Syafi’i tidak memakai Istihsan, Mashalih Mursalah, yang pada hakikatnya adalah juga pendapat “manusia” belaka.
Walaupun dalam gambar ini pemakaian Hadits dalam Madzhab Hanbali lebih besar dibanding dalam Madzhab Syafi’i, tetapi Imam Hanbali juga memakai Hadits yang dhaif dan Mursal sebagai pokok hukum. Sedangkan Imam Syafi’i hanya memakai Hadits Sahih saja. Hadits dhaif dalam madzab Syafi’i hanya dipakai dalam sandaran fadhailul Amal (amalan-amalan sunnat).
Hadits Mursal dalam Madzab Syafi’i tidak dipakai, kecuali Mursal Said Ibnul Musayyab saja.
Di dalam pemakaian Ijma’, Madzhab Syafi’i hanya menggunakan Ijma’ (kesepakatan) Imam-imam Mujtahid di dalam suatu masa. Imam-imam Mujtahid adalah orang-orang ahli, expert, orang pandai-pandai dan pintar-pintar.
Di dalam Madzab Hanafi lebih sedikit memakai hadits. Yang lebih banyak adalah memakai ra’yun” (ijtihad atau pendapat), kebalikan dari madzab Syafi’i yang banyak memakai hadits dan sedikit sekali memakai Qiyas (pendapat).
.
Bolehkah tidak bermadzab atau ganti-ganti madzab?
Tidak bermadzab itu artinya menciptakan madzab baru di luar 4 madzab di atas. Coba simak dialog pakar ini.
.
Wallahu a’lam.
.
Sumber: KH Siradjuddin Abbas, “Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i”, Pustaka Tarbiyah, 1994, Jakarta.

rukya hilal3

Pengumuman Idul Fitri Sore Ini

Senin, 29 Agustus 2011 - 6:33 WIB
|
Pengumuman Idul Fitri Sore Ini
JAKARTA  – Pemerintah akan menggelar sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1432 H pada hari ini (Senin/29/8) sore di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, yang dipimpin Menteri Agama Suryadharma Ali dan dihadiri tokoh dan ulama Ormas Islam, seperti NU, Muhammadiyah, Al Washliyah, MUI dan ilmuan Islam. Hasil sidang tersebut segera diumumkan kepada masyarakat.
Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Kementerian Agama, Muhyiddin, mengatakan sidang dilakukan sesuai ketetapan yang berlaku dalam syariat, yaitu penetapan awal bulan, terutama Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah oleh pemerintah.
Sidang itsbat melibatkan sejumlah pakar hisab rukyat dan instansi yang tergabung dalam Badan Hisab Rukyat (BHR). Di antaranya, Observatorium Bosscha ITB, Planetarium Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Di samping itu, ada 12 titik pengamatan hilal dalam penentuan 1 Syawal.
Di antaranya Observatorium Hilal Lhok Nga, Aceh; Pekan Baru, Riau; Menara Timur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung; Observatorium Bosscha, Lembang, Bandung, Jawa Barat; Pos Observasi Bulan (POB) Bukit Bela-belu, Bantul, Yogyakarta; Mataram, Nusa Tenggara Barat; SPD LAPAN, Biak, Papua; Makassar, Sulawesi Selatan; Samarinda, Kalimantan Timur; Nusa Tenggara Barat; Pantai Gebang, Madura dan Garut, Jawa Barat.
Sementara itu, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperkirakan kemungkinan akan terjadi perbedaan dalam penetapan Idul Fitri 1432 H di antara warga masyarakat. Sebab itu masyarakat diminta saling menghargai dan menghormati serta mengedepankan ukhuwah (persaudaraan) apabila terjadi perbedaan.
Demikian Tausyiah yang disanpaikan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Kantor MUI, Jakarta. menurut Ma’ruf Amin, dalam penetapan Idul Fitri ada dua yang dilakukan umat Islam yakni dengan metode wujudul hilal (bulan wujud) di atas ufuk berapa pun tingginya hilal tersebut. “Wujudul hilal ini yang digunakan Muhammadiyah,” Ma’ruf Amin.
Ia mengatakan ada juga umat Islam dalam penetapan Idul Fitri dengan metode Rukyatul hilal di mana hilal harus terlihat miniimal dua derajat. Karena perbedaan itu maka kemungkinan umat Islam ada yang melaksanakan Idul Fitri pada 30 Agustus, ada yang melaksanakan Idul Fitri pada 31 Agustus.
MUI menyambut baik penetapan Idul Fitri yang akan dilakukan pemerintah melalui Sidang Istbat 29 Agustus 2011 yang akan dilakukan Badan Hisab dan Ru’yat Kementerian Agama bersama MUI dan organisasi Islam lainnya. Namun demikian, kata Maruf, MUI menghimbau kepada masyarakat agar mengikuti keputusan Sidang Istbat.


NASIONAL - SOSIAL

Senin, 29 Agustus 2011 
Idul Fitri 1432 H Hampir Pasti Berbeda



JAKARTA - Perbedaan Idul Fitri antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sangat mungkin akan kembali terjadi tahun ini. Pasalnya, ketinggian hilal pada 29 Ramadan 1432 H (29 Agustus 2011) masih di bawah 2 derajat sehingga kecil kemungkinan terlihat dalam proses rukyat.
 
"Tidak ada teleskop secanggih apa pun yang mampu melihat hilal di ketinggian rendah. Hilal yang dapat dilihat melalui teleskop minimal di ketinggian 4 derajat. Kalau teleskop saja tidak bisa, teorinya melihat hilal dengan mata telanjang akan lebih sulit," jelas Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Thomas Djamaluddin di Jakarta, Minggu (28/8).

Hilal biasanya terlihat dengan mata telanjang bila jarak bulan dan matahari minimal 6,4 derajat dan perbedaan tinggi bulan dan matahari dari ufuk minimal 4 derajat. Bila ketinggiannya kurang dari 4 derajat, hilal mungkin sudah terbentuk (wujudul hilal), namun belum bisa dilihat dengan mata telanjang yang disyaratkan penganut metode imkanur  rukyat.
 
"Kalau posisi masih sangat rendah, mungkin rukyat akan gagal melihat hilal. Sehingga Ramadan digenapkan 30 hari dan Idul Fitri akan jatuh pada Rabu (31/8)," terang anggota Badan Hisab dan Rukyat (BHR) tersebut.

Sebelumnya, Pengurus Besar (PB) NU juga sudah memperkirakan, bakal ada dua Idul Fitri, yakni pada 30 dan 31 Agustus. Ketua Umum PB NU Said Aqil Siradj mengatakan, posisi hilal kurang dari 2 derajat sehingga mustahil bulan dilihat dengan mata telanjang. Karena itu, NU mungkin akan menggenapkan Ramadan menjadi 30 hari sehingga Idul Fitri jatuh pada 31 Agustus.

عن ابى هريرة قال : قال رسول الله  صلى الله عليه والسلم  :  اذا رايتم الهلال فصوموا . واذا رايتموه  فافطروا. فانْ غُمَّ عَلَيْكُمْ  فصُوْمُوْا ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا /  روه مسلم
Bersumber dari Abu Hurairoh r.a . dia berkata :” Sesungguhnya RASULULLOH . SAW . Bersabda  : “ Apabila  kamu melihat bulan romadhon , maka hendaklah kamu berpuasa . Apabila kamu melihat awal bulan syawal , maka hendaklah kamu berbuka . Dan apabila kamu tertutup tertutup oleh awan , maka hendaklah kamu berpuasa selama tiga puluh hari penuh .” / Hadits Riwayat Imam Muslim .


عن ابى هريرة : اَنَّ النَّبِىُّ صلى الله عليه والسلم قال : صوموا لِرُؤْيَةِ واَفْطِرُوْا لِرُؤْيَةِ فاِنَّ غُمِّيَ  عَلَيْكُمْ فَاَكْمِِلُوْا العَدَدَ /  روه مسلم


Bersumber dari Abu Hurairoh r.a . Sesungguhnya RASULULLOH . SAW . Bersabda  : “ Berpuasalah karena melihat awal bulan romadhon , dan berbukalah karena melihat awal bulan syawwal . Apabila kamu tertutup oleh awan , maka hendaklah kamu menyempurnakan hitungannya.”   / Hadits Riwayat Imam Muslim .

"NU berpatokan ke hadis, berpuasalah ketika kamu melihat bulan. Itu adalah petunjuk pelaksanaannya. Jadi, nanti akan dilihat ada atau tidak bulannya," terang Said Sabtu lalu (27/8).

Meski demikian, dia meminta potensi perbedaan tersebut tidak disikapi berlebihan. Penganut dua metode itu (hisab dan rukyat) diminta saling menghormati.

rukyat hilal 2

Pemerintah Tetapkan 1 Syawal 1432 H, Rabu

Senin, 29 Agustus 2011 20:16
18 Komentar

Jakarta - Berdasarkan hasil sidang itsbat, pemerintah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2011, sesuai keputusan Menteri Agama Nomor 148 tahun 2011 tertanggal 29 Agustus 2011, tentang Penetapan 1 Syawal 1432 H.

"Menyimpulkan secara jelas bahwa 1 Syawal 1432 Hijriah jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus apakah ini bisa disetujui?" kata Menteri Agama Suryadharma Ali dijawab setuju peserta sidang di Operation Room Kementerian Agama, Senin malam (29/8).
Sidang dihadiri duta besar dan perwakilan negara-negara Islam, Ketua MUI KH Maruf Amien, pimpinan ormas-ormas Islam, pejabat Kemenag serta Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Agung, Wahyu Widiana.

Menag juga menanggapi permintaan ormas-ormas Islam agar pemerintah memfasilitasi pertemuan untuk menyepakati kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha sehingga tidak terjadi lagi perbedaan di Indonesia dalam menetapkan hari-hari tersebut.

"Perbedaan masih ada peluang namun pengumuman dilakukan pada saat yang sama," katanya.Sebelumnya, Ketua Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama Ahmad Jauhari melaporkan dari hasil pemantauan di 96 lokasi dari Banda Aceh hingga Papua, 30 lokasi melaporkan tidak melihat hilal (bulan baru). "Ada juga laporan dari Jepara dan Cakung pada pukul 17.56 WIB mereka melihat hilal,"

kata Jauhari.Jauhari memaparkan, ijtima (pertemuan akhir bulan dan awal bulan baru) menjelang syawal jatuh pada Senin, 29 Agustus atau 29 Ramadhan sehingga saat matahari terbenam posisi hilal berada di atas ufuk dengan ketinggian 0 derajat 8 menit sampai 1 derajat 53 menit. Dengan demikian bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal) dan 1 Syawal jatuh pada Rabu, 31 Agustus 2011.

Ketua MUI KH Ma`ruf Amin mengatakan, fatwa MUI 2004 bahwa penetapan dengan metode rukyat dan hisab. Selain itu masyarakat wajib mengikuti penetapan oleh pemerintah. Mengenai laporan dari Jepara dan Cakung, kiai Ma?ruf menyatakan kalau laporan tersebut harus didukung dengan pengetahuan yang memadai.

"Kalau ahli hisab menyatakan tidak mungkin harus ditolak," tandasnya.
Dengan demikian terjadi perbedaan dengan penetapan PP Muhammadiyah dengan maklumatnya telah menetapkan tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Sedangkan almanak PBNU berdasarkan hisab menetapkan pada tanggal 31 Agustus 2011.

Ketua Lajnah Falakiah PBNU, KH Ghozali Masroeri mengatakan, pengamatan NU di beberapa tempat juga tidak melihat hilal. "Prediksi almanak NU, 1 Syawal jatuh pada Rabu 31 Agustus. Sedangkan laporan rukyatul hilal NU, 90 tempat tidak berhasil" ujarnya.

Fatah Wibisono, Pengurus PP Muhammadiyah mengungkapkan, pihaknya tetap berlebaran pada 30 Agustus. Namun demikian dia meminta agar perbedaan ini tidak menjadi masalah dan kita semua tetap menjaga ukhuwah Islamiyah. "Kami mengimbau agar yang berlebaran besok tidak atraktif," ujarnya. [TMA, Ant]
عن ابى هريرة قال : قال رسول الله  صلى الله عليه والسلم  :  اذا رايتم الهلال فصوموا . واذا رايتموه  فافطروا. فانْ غُمَّ عَلَيْكُمْ  فصُوْمُوْا ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا /  روه مسلم
Bersumber dari Abu Hurairoh r.a . dia berkata :” Sesungguhnya RASULULLOH . SAW . Bersabda  : “ Apabila  kamu melihat bulan romadhon , maka hendaklah kamu berpuasa . Apabila kamu melihat awal bulan syawal , maka hendaklah kamu berbuka . Dan apabila kamu tertutup tertutup oleh awan , maka hendaklah kamu berpuasa selama tiga puluh hari penuh .” / Hadits Riwayat Imam Muslim .


عن ابى هريرة : اَنَّ النَّبِىُّ صلى الله عليه والسلم قال : صوموا لِرُؤْيَةِ واَفْطِرُوْا لِرُؤْيَةِ فاِنَّ غُمِّيَ  عَلَيْكُمْ فَاَكْمِِلُوْا العَدَدَ /  روه مسلم


Bersumber dari Abu Hurairoh r.a . Sesungguhnya RASULULLOH . SAW . Bersabda  : “ Berpuasalah karena melihat awal bulan romadhon , dan berbukalah karena melihat awal bulan syawwal . Apabila kamu tertutup oleh awan , maka hendaklah kamu menyempurnakan hitungannya.”   / Hadits Riwayat Imam Muslim .

rukyat hilal

Cetak
E-mail

Ditulis oleh (Syuriyah PWNU Jawa Timur) 2007   
Deskripsi masalah :
Penetapan awal bulan untuk kalender hijriyyah hususnya ramadlan dan idul fitri berdasarkan MUNAS ALIM ULAMA 1404 H./1983 M. di Situbondo yang dikokohkan kemudian pada muktamar NU ke 27 1404 H./1984 M. serta MUNAS ALIM ULAMA 1408 H./1987 M. di Pasugihan Cilacap menggariskan :
Pertama : Penetapan  awal  ramadlan  dan  idul fitri  menggunakan  dasar  Ru'yatul  Hilal  atau  Istikmal  usia  bulan berjalan 30 hari.
Kedua  : Bila  pemerintah  c/q  Departement Agama menetapkan awal ramadlan dan idul  fitri   berdasarkan  Hisab, maka warga NU tidak wajib mematuhi dan mengikutinya.
Ketiga   : Bila  terjadi   pertentangan   antara  hasil  hisab  dengan  ru'yah,  maka yang  diamalkan adalah hasil ru'yah dan bukan hasil hisab.
Garis kebijakan NU tersebut sesuai dengan pendapat jumhur ulama (Ijma ulama salaf).
Pertanyaan :
a.    Bagaimana solusi hukum syar'inya apabila hasil Ru'yatul Hilal ditolak karena perhitungan falaq haqiqi bit taqrib atau haqiqi bit tahqiq menunjuk belum imkan ar ru'yah ?
Jawaban :
Solusi hukum Syar'inya adalah terjadi perbedaan pendapat, menurut Imam Romli mengikuti ru'yah dan menurut Imam Subki menolak Ru'yah. Sedangkan menurut Ibnu Hajar penolakan ru'yah bisa dibenarkan ketika perhitungan hisab telah disepakati oleh Ahli Hisab yang mutawatir. Kemutawatiran itu menurut Sayid Alawi Bahasan didukung oleh minimal lima kitab yang berbeda pengarang yang menerangkan bab hisab.

1.    إعانة الطالبين ج 2 ص 216

(فرع) لو شهد برؤية الهلال واحد او اثنان واقتضى الحساب عدم امكان رؤيته قال السبكي لاتقبل هذه الشهادة لأن الحساب قطعي والشهادة ظنية والظن لا يعارض القطع وأطال فى بيان رد هذه الشهادة والمعتمد قبولها إذ لا عبرة بقول الحساب إهـ وفصل فى التحفة فقال الذي يتجه ان الحساب ان اتفق اهله على ان مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا إهـ

2.    فتاوي سيدي خليلي ص:112 للإمام محمد الخليلي الشافعي

(سئل) عما لو دل الحساب على كذب الشاهد فى أول رمضان أو أخره بأن شهد فى الأول برؤية هلال رمضان ودل الحساب على كذب الشاهد وشهد فى الثاني برأية هلال شوال ودل الحساب على كذبه فهل يجب فى الأول الصوم وفى الثاني الإفطار عملا بالرؤية المعلق بها الحكم فى الإخبار والغاء الخساب لاحتمال الغلط فيه أم لا يجب صوم فى الأول والإفطار فى الثاني عملا فى الحساب لأنه مبني على قواعد وضوابط وأهله حروره ونسبة الشهود أولى من نسبته إلى الحساب أم يفصل فيجب الصوم ولايجب الإفطار احتياطا للعبادة فيهما (أجاب :) اتعلم أن هذه المسألة وقع فيها خلاف بين علماء أهل المذهب مثل الأذرعي و السبكي و الاسنوي وغيرهم وتبعهم خلق كثير فمن ذهب إلى العمل بالحساب والغاء الشهادة مطلقا كالسبكي ومن ذاهب إلى قبولها والغاء الحساب مطلقا عن ان يكون اهل الحساب بلغوا عدد التواتر أم لا والذي اختاره ابن حجر وغيره هو أن اتفق أهل الحساب على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا بأن اختلفت أهل الحساب فى مقدماته بين كونها قطعية وظنية بأن قال بعضهم أنها قطعية وبعضهم أنها ظنية أو قالوا جميعا أنها ظنية أولم يبلغوا عدد التواتر فالعمل بالشهادة هذا ظاهر كلامهم فى أول رمضان والذي جريان مثله فى أول شوال فيعمل بالحساب إذا وجدت شروطه .

3.    فتاو الرملي ص: 358

سئل عن قول السبكي لو شهدت بينة برؤ ية الهلال ليلة الثلاثين من الشهر وقال الحساب بعدم امكان الرؤية تلك الليلة عمل بقول اهل الحساب لأن الحساب قطعي والشهادة ظنية وأطال الكلام فى ذلك فهل يعمل بما قاله ام لا وفيما إذا رئي الهلال نهارا قبل طلوع الشمس يوم التاسع والعشرين من الشهر وشهدت بينة برؤية هلال رمضان ليلة الثلاثين من شعبان هل تقبل الشهادة ام لا؟ لأن الهلالإذا كان الشهر كاملا يغيب ليلتين او ناقصا يغيب ليلة وغاب الهلال الليلة الثالثة قبل دخول وقت العشاء لأنه صلى الله عليه وسلم كان يصلي العشاء لسقوط القمر لثالثة هل يعمل بالشهادة ام لا؟ (فأجاب) ان المعمول به فى المسائل الثلاث ما شهدت به البينة لأن الشهادة نزلها الشارع منزلة اليقين وما قاله السبكي مردود رده عليه جماعة من المتأخرين وليس العمل بالبينة مخالفة لصلاته صلى الله عليه وسلم ووجه ما قلناه أن الشارع لم يعتمد الحساب بل ألغاه بالكلية بقوله "نحن أمة أمية لا نكتب ولا نحسب الشهر هكذا او هكذا " وقال إبن دقيق العيد الحساب لا يجوز الإعتماد عليه فى الصيام إهـ والإحتمالات التي ذكرها السبكي بقوله ولأن الشاهد قد يشتبه عليه الخ لا أثر لها شرعا لإمكان وجودها فى غيرها من الشهادات إهـ

4.    الفتاوى السبكي الجزء الأول ص: 207-213

كتاب الصيام (مسألة) فيمن شهد برؤية الهلال منفردا بشهادته واقتضى الحساب تكذيبه-إلى أن قال-فيجب على الحاكم إذا جرب مثل ذلك وعرف من نفسه أو بخبر من يثق به أن دلالة الحساب على عدم إمكان الرؤية أن لا يقبل هذه الشهادة ولا يثبت بها ولا يحكم بها ويستصحب الأصل فى بقاء الشهر فإنه دليل شرعي محقق حتى يتحقق خلافه ولا نقول الشرع ألغى قول الحساب مطلقا والفقهاء قالوا : لا يعتمد فإن ذلك إنما قالوه فى عكس هذا وهذه المسألة المتقدمة التي حكينا فيها الخلاف أما هذه المسألة فلا ولم أجد فى هذه نقلا ولا وجه فيها للاحتمال غير ما ذكرته ورأيت إمام الحرمين فى النهاية لما تكلم فيها إذا رئي الهلال فى موضع ولم ير فى غيره وللأصحاب فيه وجهان هل تعتبر مسافة القصر أو المطالع جزم بمسافة القصر وذكر المطالع على وجه الاحتمال له لأنه لم ينقله ثم رده بأنه مبني على الأرصاد والتمودرات وفرض ذلك فى دون مسافة القصر بانخفاض وارتفاع وهذا الفرض الذي قد فرضه نادر فإن أمكن ذلك وحكم حاسب بعدم الإمكان فى هذا الموضع احتمل أن يقال بعدم تعلق الحكم واحتمل أن يقال إنما دون مسافة القصر كالبلد الواحد فيتعلق به الحكم ومسألتنا هذه فى قطر عظيم وأقاليم دل الحساب على عدم إمكان الرؤية فيها فشهد اثنان أو ثلاثة على رؤيته مع احتمال قولهما بجميع ما قدمناه فلا أرى قبول هذه البينة أصلا ولا يجوز الحكم بها واعلم أنه ليس مرادنا بالقطع ههنا الذي يحصل بالبرهان الذي مقدماته كلها عقلية فإن الحال هنا ليس كذلك وإنما هو مبني على أرصاد وتجارب طويلة وتسيير منازل الشمس والقمر ومعرفة حصول الضوء الذي فيه بحيث يتمكن الناس من رؤيته والناس يختلفون فى حدة البصر فتارة يحصل القطع إما بإمكان الرؤية وإما بعدمه وتارة لا يقطع بل يتردد والقطع بأحد الطرفين مستنده العادة كما نقطع فى بعض الأجرام البعيدة عنا بأنا لا نراها ولا يمكنا رؤيتها فى العادة وإن كان فى الإمكان العقلي ذلك ولكن يكون ذلك خارقا للعادة وقد يقع معجزة لنبي أو كرامة لولي أما غيرهما فلا اهـ

5.    إخلاص الناوي الجزء الأول ص : 357

والمعتمد في المذهب الحنفي أن شرط وجوب الصوم والإفطار رؤية الهلال وأنه لاعبرة بقول المؤقتين ولو عدولا ومن رجع الى قولهم فقد خالف الشرع وذهب قوم منهم الى أنه يجوز أن يجتهد في ذلك ويعمل بقول أهل الحساب ومنع مالك من اعتماد الحساب في اثبات الهلال فقال أن الإمام الذي يعتمد على الحساب لايقتدى به ولا يتبع وبين أبو الوالد الباجي حكم صيام من اعتمد الحساب فقال فإن فعل ذلك أحد فالذي عندى أنه لا يعتد بما صام منه على الحساب ويرجع الى الرؤية وإكمال العدد فإن اقتضى ذلك قضاء شيء من صومه قضاه وذكر القرافي قولا أخر للملكية بجواز اعتماد الحساب في إثبات الأهلة .

 

6.    فتاوي النافعة ص : 34- 36 ( للإمام أبي بكر بن أحمد بن عبد الله الخطيب الأنصاري التريمي الحضرمي الشافعي)

(وسئل نفع الله به) عن رجلين سمعا سماعا مطلقا ليلة الثلاثين من رمضان أنه وصل خط لقاضى بلدهما من بلدة أخري بينهما نحو من مرحلة إعلاما للقاضي المذكور بثبوت شهر شوال تلك الليلة ثم انهما أرسلا للقاضى المذكور رسولا يستخبره عن ثبوت الشهر المذكور ووصول الخط المذكور فأجاب القاضى : إن الشهر لم يثبت عنده ولم يصدق بما تضمنه الخط المذكور فأعلما بالتكبير في الطرق والشوارع والمساجد وأشاعا عند العوام أن الشهر ثبت وأن العيد بكرة وألزما بعض الناس بالفطر وأشاعا أن الصوم غدا حرام والحال أنهما مستندان في جميع ما ذكر على السماع المذكور أعلاه لا غير مع أن جمعا كثيرين أكثر من عدد التواتر رأوه يوم التاسع والعشرين صباحا قبل طلوع الشمس بنحو ثلث ساعة وتعرض ليلة الثلاثين جمع كثيرون أيضا منأهل حاسة النظر لرؤيته من أهل تلك البلدة وغيرها فلم يروه فهل يجوز لرجلين المذكورين الإقدام على الفطر اعتمادا على ما ذكر ؟ وهل يسوغ لهما الإلزام بالفطر والتشييع والإعلان اعتمادا على ما ذكر ؟ وإا قلتم بعدم الجواز لهما وأنهما آثمان بذلك فهل لولي الأمر زجرهما وردعهما وتأبيدهما والحال ما ذكر ؟ (فأجاب بقوله) والله أعلم بالصواب إنه لا يجوز لهما إظهار الفطر فضلا عن إظهار شعار العيد من تكبير وصلاة والحال ما ذكر قال الشيخ ابن حجر في فتاويه وحيث قلنا بجواز الفطر أو وجوبه ولم يثبت عند الحاكم وجب إخفاؤه لئلا يتعرض لمخالفته وعقوبته اهـ فإذا كان هذا في مجرد إظهار الفطر فما بالك بإظهار شعار العيد من التكبير والصلاة فعلى ولي الأمر أيده الله زجرهما وردعهما وكذا تأديبهما وتعزيرهما بما يليق ككل معصية لا حد فيها ولا كفارة وأشنع من ذلك وأفظع إلزامهما الغير الفطر وكأنهما طالبان منصب القضاء ومسترشفان على مركزه للفصل والإمضاء إذ الإلزام لا يكون إلا للولاة ونوابهم لا للآحاد ولعمري لقد ارتكبا أمرا فظيعا وفعلا فعلا شنيعا فلا حول ولا قوة إلا بالله وأما مجرد الإقدام على الفطر من غير إظهار فإن علم ما تضمنه الخط من الثبوت أو أخبرا بمضمونه أو بثبوته في بلدة متحدة المطلع هي وبلدتهما واعتقداه في الكل اعتقادا جازما جاز بل وجب الفطر على المعتمد لكن جاز سرا كما تقدم وبقبول الشهادة وثبوته بها والحال ما ذكر من طلوعه يوم التاسع والعشرين أمام الشمس ورؤية عدد التواتر له خلاف منتشر جدا بين العلماء ولكن الأكثرين قائلون بردها وإلغاء الحكم المترتب عليها قال في البراهين العقلية : قال العلامة إبراهيم بن علي الأصبحي في كتابه (اليواقيت في معرفة المواقيت) ولا يمكن أن يرى قبل طلوع الشمس وبعد غروبها في يوم واحد ومن شهد بها فهو شاهد زور اهـ : وشاهد الزور ترد شهادته كما هو معلوم وممن أفتى برد الشهادة ونقض الحكم المترتب عليها محمد بن علي علان وعبد العزيز الزمزمي وأحمد مؤذن بإجمال وتبعهم الحبيب العلامة علوي ابن عبد الله باحسن والحبيب العلامة طاهر ابن محمد بن هاشم وعبدون بن قطنة والشيخ علي بن قاضي وغير هؤلاء ولم يبالوا بمخالفة الشمس الرملي وإن تبعه البرزنجي والحبيب عبد الرحمن بن عبد الله بافقيه وردوا عليهم ردا بليغا وصنفوا في الرد عليهم رسائل متعددة وفي التحفة ووقع تردد لهؤلاء وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية : والذي يتجه منه أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا اهـ قال سيدنا العلامة عبد الرحمن بن محمد العيدروس سألت بعض مشايخي من المالكية عن مثل هذه المسألة وهل استحالتها قطعية لديهم أي الحسّاب أو لا ؟ فأجاب بأنه قطعية وإن نقل كلام الأئمة وإفراده بتصنيف ضائع لأنه ضروري عادي لهم اهـ ونقل الشيخ العلامة عبد الله بن قطنة عن السيد العارف بالله علوي باحسن بأنه إن وجد في عصر خمسة من أهل الفلك واجتمع كلامهم في تحرير تلك المسألة كفى وإن لم يوجدوا فكتبهم تغني عنهم وإذا وجد اجتماع كلام خمسة في تصانيفهم كان ذلك من الخبر المتواتر اهـ بمعناه وقال الشيخ عبد الله بن قطنة المذكور (تنبيه) الذي يظهر ويتبادر من كلام ابن حجر في قوله : ولو دل الحساب إلخ أنه مفروض في استحالة لا تعلم إلا من قول أهل الحساب أما ما سبق تقريره في هذه الرسالة من المنع عند ظهور الهلال أمام الشمس بكرة التاسع والعشرين فهو مدلول نصوص المفسرين والفقهاء والأئمة المجتهدين فلا حاجة فيه إلى الرجوع إلى أهل الحساب ولا إلى تواترهم ولا يشمله كلام الشيخ في اشتراط التواتر وعلى التنازل في أن كلام الشيخ يشمله فما اشتراطه من إخبار عدد التواتر باستحالة حاصل بتواتر الكتب ونقله في جملة منها وقد تقرر نقل الاستحالة في كثير من الكتب الشرعية فضلا عن الكتب الحسابية كما عرفته مما سبق نقله عن الأئمة وتواتر الكتب معتبر كما نص على ذلك الشيخ ابن حجر في تحفته في كتاب السير ولفظه : تواتر الكتب معتد به كما صرحوا به .

7.    فتاوى النافعة  ص 27

وعلى التنـزل فى أن كلام الشيخ يشمله فما اشترطه الشيخ من أخبار عدد التواتر بالإستحالة حاصل بتواتر الكتب ونقله فى جملة منها وقد تقرر نقل الإستحالة فى كثير من الكتب الشرعية فضلا عن الكتب الحسابية كما عرفته مما سبق نقله عن الأئمة وتواتر الكتب معتبر كما نص على ذلك الشيخ ابن حجر فى تحفته فى كتاب السير ولفظه تواتر الكتب معتد به كما صرحوا به قال سيدنا علوى باحسن فيكفى ذكر الإستحالة فى خمسة كتب فصاعدا من كتب الحساب والإجماع المنقول بالآحاد حجة أيضا كما فى جمع الجوامع فحينئذ فيكفى نقل الثقة إجماع أهل الحساب أن هذا الأمر مستحيل وقال الأمر المأخوذ من الكتاب والسنة هو الذى عليه التعويل والمخالف لهما مردود وإن كان فى صورة دليل

  فتاوى النافعة  ص 36

وفى التحفة ووقع تردد لهؤلاء وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية والذى يتجه منه أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا أهـ. قال سيدنا العلامة عبد الرحمن بن محمد العدروس : سألت بعض مشايخى من المالكية عن مثل هذه المسئلة وهل استحالتها قطعى لديهم أى الحساب أو لا ؟ فأجاب بأنه قطعى وأن نقل كلام الأئمة وافراده بتصنيف ضائع لأنه ضرورى عادى لهم أهـ. ونقل الشيخ العلامة عبد الله بن قطنة عن السيد العارف بالله علوى باحسن بأنه إن وجد فى عصر خمسة من أهل الفلك واجتمع كلامهم فى تحرير تلك المسئلة كفى وإن لم يوجدوا فكتبهم تغنى عنهم وإذا وجد اجتماع كلام خمسة فى تصانيفهم كان ذلك من الخبر المتواتر اهـ. بمعناه وقال الشيخ عبد الله بن قطنة المذكور (تنبيه) الذى يظهر ويتبادر من كلام ابن حجر فى قوله ولو دل الحساب الخ أنه مفروض فى استحالة لا تعلم إلا من قول أهل الحساب

b.    Haruskah penetapan pemerintah yang berpihak mengandalkan hisab dan mengingkari hasil ru'yatul hilal dipatuhi / diikuti oleh warga NU ?
Jawaban :
Tidak boleh mengikuti penetapan pemerintah dengan syarat sebagai berikut :
a.    Mempercayai kebenaran Ru'yah walaupun orang yang melihat tidak memiliki syarat, seperti Fasiq, perempuan dan anak kecil.
b.    Ru'yah Mutawatir.
c.    Jika orang yang melihat satu atau dua, maka tidak boleh mengikuti Chisab baik yang mempercayai kebenaran Ru'yah atau tidak menurut Imam Romli dan bagi yang tidak mempercayai, maka wajib menerima penetapan pemerintah menurut Imam Subki. Sedangkan Imam Ibnu Hajar mewajibkan mengikuti penetapan pemerintah bagi yang tidak mempercayai Ru'yah, kecuali dengan syarat :
a.    Ahli Chisab memastikan belum mungkin Ru'yah.
b.    Chisabnya qoth'i.
c.    Ahli Chisab yang menyatakan tidak mungkin Ru'yah mencapai bilangan tawatur. Sedangkan bilangan tawatur  menurut Imam Alawi adalah minimal lima kitab chisab qoth'i dengan berbeda pengarang (Mu-allif).

1.    فتاوى النافعة  ص 36

وفى التحفة ووقع تردد لهؤلاء وغيرهم فيما لو دل الحساب على كذب الشاهد بالرؤية والذى يتجه منه أن الحساب إن اتفق أهله على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا أهـ. قال سيدنا العلامة عبد الرحمن بن محمد العدروس : سألت بعض مشايخى من المالكية عن مثل هذه المسئلة وهل استحالتها قطعى لديهم أى الحساب أو لا ؟ فأجاب بأنه قطعى وأن نقل كلام الأئمة وافراده بتصنيف ضائع لأنه ضرورى عادى لهم أهـ. ونقل الشيخ العلامة عبد الله بن قطنة عن السيد العارف بالله علوى باحسن بأنه إن وجد فى عصر خمسة من أهل الفلك واجتمع كلامهم فى تحرير تلك المسئلة كفى وإن لم يوجدوا فكتبهم تغنى عنهم وإذا وجد اجتماع كلام خمسة فى تصانيفهم كان ذلك من الخبر المتواتر اهـ. بمعناه وقال الشيخ عبد الله بن قطنة المذكور (تنبيه) الذى يظهر ويتبادر من كلام ابن حجر فى قوله ولو دل الحساب الخ أنه مفروض فى استحالة لا تعلم إلا من قول أهل الحساب

2.    فتاوى سيدي خليلي ص: 113

(سئل) عما لو دل الحساب على كذب الشاهد في أول رمضان أو أخره بأن شهد في الأول برؤية هلال رمضان ودل الحساب على كذب الشاهد وشهد في الثاني برؤية هلال شوال ودل الحساب على كذبه فهل يجب في الأول الصوم وفي الثاني الافطار وعملا بالرؤية المعلق بها الحكم في الأخبار والغاء الحساب لاحتمال الغلط فيه أم لا يجب صوم في الأول ولا افطار في الثاني عملا بالحساب لأنه مبني على قواعد وضوابط وأهله حرروه ونسبة الغلط إلى الشهود أولى من نسبته إلى الحساب أم يفصل فيجب الصوم ولا يجب الافطار احتياطا للعبادة فيهما (أجاب) اعلم أن هذه المسألة وقع فيه خلاف بين علماء أهل المذهب مثل الاذرعي والسبكي والاسنوي وغيرهم وتبعهم خلق كثير فمن ذاهب إلى العمل بالحساب والغاء الشهادة مطلقا كالسبكي ومن ذاهب إلى قبولها والغاء الحساب مطلقا عن أن يكون أهل الحساب بلغوا عدد التواتر أم لا والذي اختاره ابن حجر وغيره هو أنه إن اتفق أهل الحساب على أن مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا بأن اختلف أهل الحساب في مقدماته بين كونها قطعية وظنية بأن قال بعضهم انها قطعية وبعضهم بأنها ظنية أو قالوا جميعا انها ظنية أو لم يبلغوا عدد التواتر فالعمال بالشهادة هذا ظاهر كلامهم في أول رمضان والذي يظهر جريان مثله في أول شوال فيعمل بالحساب إذا وجدت شروطه الثلاث وبالشهادة إذا انتفى احد منها وكل هذا مع استيفاء الشهود الشروط المعتبرة وصحة الضبط وصحة النظر واثبات الشاهد ونحو ذلك وإلا فلا يخفى أن مثل هذه الأمور تحتاج لنظر الحاكم واجتهاده وكل هذا إذا لم يحكم حاكم بالحساب أو بالرؤية وإلا فالمعول عليه حكمه لأنه يرفع الخلاف ثم ينبغى تقييد ذلك بما إذا قطع بعدم الرؤية فتصير الشروط أربعة ان يقطعوا بمقدماته وأن يتفقوا عليها ويقطعوا بعدم رؤيته وان يكونوا عدد التواتر.

3.    إعانة الطالبين ج 2 ص 216

(فرع) لو شهد برؤية الهلال واحد او اثنان واقتضى الحساب عدم امكان رؤيته قال السبكي لاتقبل هذه الشهادة لأن الحساب قطعي والشهادة ظنية والظن لا يعارض القطع وأطال فى بيان رد هذه الشهادة والمعتمد قبولها إذ لا عبرة بقول الحساب إهـ وفصل فى التحفة فقال الذي يتجه ان الحساب ان اتفق اهله على ان مقدماته قطعية وكان المخبرون منهم بذلك عدد التواتر ردت الشهادة وإلا فلا إهـ

4.    الثمار اليانعة شرح الرياض البديعة ص 57

(وجب) أى الصوم (على الرائى ولو غير عدل وان كان حديد البصر حتى لو رأى شعبان ولم يثبت عند القاضى ثبت الصوم فى حقه باستكمال شعبان ثلاثين يوما من رؤيته (وعلى من صدقه فقط) أى من اعتقد صدق من أخبره بالرؤية ولو غير موثوق به وان لم يذكر الرائى رؤية الهلال عند القاضى ولو كان فاسقا أو رقيقا أو صغيرا أو كافرا ومن أخبره موثوق به بأنه راى الهلال وجب عليه الصوم وان لم يصدقه لأن خبر الثقة مقبول شرعا قال الزيادى ومثله موثوق بزوجته وجاريته وصديقه

5.    بغية المسترشدين ص 108 .دار احياء الكتب العربية

مسئلة ي ) اذا ثبت الهلال ببلد عم الحكم جميع البلدان التى تحت حكم حاكم بلد الرؤية وان تباعدت إن اتحدت المطالع وإلا لم يجب صوم ولا فطر مطلقا وان اتحد الحاكم ولو اتفق المطالع ولم يكن للحاكم ولاية لم يجب الا على من وقع فى قلبه صدف الحاكم ويجب ايضا ببلوغ الخبر بالرؤية فى حق من بلغه متواترا او مستفيضا والتواتر ما اخبره جمع يمتنع تواطؤهم على الكذب عن امر محسوس ولم يشترط اسلامهم ولاعدالتهم والمستفيض ما شاع بين الناس مستندا لاصل

6.    السرقاوى ج 1 ص 45-50

والحاصل ان الصوم رمضان يجب باحد امور اربعة كمال شعبان ثلاثين يوما او رؤية الهلال فى حق من رآه وان كان فاسقا او ثبوتها فى حق من لم يره بعدل شهادة او اخبار عدل رواية موثوق به سواء وقع فى قلبه صدقه ام لا خلافا لما ذكره فى شرح المنهاج وان تبعه بعض الحوشي هنا اوغيرموثوق به كفاسق ان وقع فى قلبه صدقه

    

7.    ميزان الإعتدال في مسألة اختلاف المطالع ورؤية الهلال ص 37-38 (للشيخ منصور بن عبد الحميد البتاوي)

 وقال الخليلي في فتاويه اعلم وفقك الله إني تتبعت أطراف كلامهم فرأيتهم يثبتون رمضان بستة عشر أشياء (1) إكمال شعبان (2) شهادة العدل (3) إخبار من صدقه من نحو نساء وعبيد وفسقة (4) الحاسب والمنجم لمن صدقهما (5) الاجتهاد فيما إذا اشتبه وفي حق أسارى (6) العلامة القطعية كقيادة القناديل على المنابر ليلة الرؤيا (7) تواتر الرؤيا ولو فساقا ولو من كفار (8) رؤية هلال شعبان في حق الرائي فإذا تم وجب عليه رمضان وإن لم يثبت على الجميع (9) حكم حاكم بعلمه (10) حكم محكم لمن رضي به بالرؤية (11) حكم محكم بعلمه (12) حكم المخالف إذا اختلفت المطالع (13) الشهادة على الشهادة بالرؤية (14) الشهادة عى حكم الحاكم (15) الشهادة على حكم المحكم لمن رضي به (16) الاستفاضة يجب بها الصوم وإن كانت الشهادة لا تجوز بها فتأمل ذلك

c.    Sahkah memulai ibadah puasa atau berhari raya idul fitri berdasarkan hasil ru'yatul hilal yang ditolak oleh pemerintah ?
Jawaban :
Idem dengan jawaban atas.
Ibarat sama dengan atas.