Jumat, 27 Juni 2014

permasalahan tentang puasa


كتاب الصيام
Kitab Puasa ( ash shoum )
@-وهذا الكتاب ينقسم أولا قسمين: أحدهما في الصوم الواجب، والآخر في المندوب إليه. والنظر في الصوم الواجب ينقسم إلى قسمين: أحدهما في الصوم والآخر في الفطر. أما القسم الأول وهو الصيام فإنه ينقسم أولا إلى جملتين: إحداهما معرفة أنواع الصيام الواجب، والأخرى معرفة أركانه. وأما القسم الذي يتضمن النظر في الفطر فإنه ينقسم إلى معرفة المفطرات وإلى معرفة المفطرين وأحكامهم.
Pembicaran dalam kitab ini dibagi dua , yaitu tentang puasa wajib dan puasa sunnat.Pembicaraan tentang puasa wajib berkisar pada dua persoalan , yaitu tentang hal-hal disekitar puasa dan tentang berbuka ( tidak berpuasa )
Pembicaraan tentang hal-hal disekitar puasa juga dibagi dua , yaitu tentang macam-macam puasa wajib dan tentang rukun-rukun  puasa.Demikian pula pembicaran tentang berbuka dibagi menjadi dua , yaitu tentang perkara-perkara yang menyebabkan berbuka dan tentang orang-orang yang boleh berbuka berikut hokum hukumnya.
*3*[كتاب الصيام الأول]
KITAB SHIYAM BAB I
*3*الجملة الأولى) وهي معرفة أنواع الصيام
@-فلنبدأ بالقسم الأول من هذا الكتاب، وبالجملة الأولى منه، وهي معرفة أنواع الصيام
فنقول: إن الصوم الشرعي منه واجب، ومنه مندوب إليه. والواجب ثلاثة أقسام: منه ما يجب للزمان نفسه، وهو صوم شهر رمضان بعينه. ومنه ما يجب لعلة، وهو صيام الكفارات. ومنه ما يجب بإيجاب الإنسان ذلك على نفسه، وهو صيام النذر. والذي يتضمن هذا الكتاب القول فيه من أنواع هذه الواجبات هو صوم شهر رمضان فقط. وأما صوم الكفارات فيذكر عند ذكر المواضع التي تجب منها الكفارة، وكذلك صوم النذر ويذكر في كتاب النذر.
Macam-macamnya puasa wajib
Menurut Syara’ Puasa itu ada dua macam , yaitu puasa wajib dan puasa sunnat.Puasa wajib dibagi tiga , yaitu 1.wajib karena waktu itu sendiri ,yakni puasa Romadlon ;  2.Wajib karena sebab yaitu puasa Kifarat ; dan 3.wajib karena seseorang mewajibkan puasa atas dirinya , yaitu puasa nadzar.
Dari ketiga macam puasa wajib itu yang dimuat dalam kitab ini (kitab ash shoum) hanya mengenai puasa Romadlon saja . mengenai puasa Kifarat akan dikemukakan pada saat mebicarakan perkara-perkara yang menimbulkan Kifarat.Begitu pila puasa Nadzar akan dibicarakan pada kitab An Nadzar.
فأما صوم شهر رمضان فهو واجب بالكتاب والسنة والإجماع. فأما الكتاب فقوله تعالى {كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون} وأما السنة ففي قوله عليه الصلاة والسلام "بني الإسلام على خمس، وذكر فيها الصوم" وقوله للأعرابي "وصيام شهر رمضان" قال: هل علي غيرها؟ قال: لا إلا أن تطوع. وأما الإجماع فإنه لم ينقل إلينا خلاف عن أحد من الأئمة في ذلك. وأما على من يجب وجوبا غير مخير فهو البالغ العاقل الحاضر الصحيح إذا لم تكن فيه الصفة المانعة من الصوم وهي الحيض للنساء، هذا لا خلاف فيه لقوله تعالى {فمن شهد منكم الشهر فليصمه} .
Pausa Romadlon diwajibkan berdasarkan 1.al Qur’an ,  2.as Sunnah dan 3. Ijma’ .
dalil AlQur’an ialah:
{كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون}
……Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu , agar kamu bertaqwa.(Q.S.Al Baqoroh –sk-2 ayat 183).
Dalil as Sunnah terdapat dalam sabda Nabi SAW :”
"وصيام شهر رمضان" قال: هل علي غيرها؟ قال: لا إلا أن تطوع."
……….dan puass Romadlon ,berkata A’robi ,”apakah ada kewajiban lain atasku?” Jawab Rasul ,” Tidak ,kecuali jika engkau hendak bersukarela (Tathowwu’).

Dalil Ijma’ adalah tidak diriwayatkan adanya penentangan dari seorang imam pun tentang wajibnya puasa yang sampai kepada kita.
Mengenai kepada siapakah puasa diwajibkan , maka tidak ada pilihan lagi bahwa ia diwajibkan atas orang dewasa ,berakal ,tidak bepergian ,sehat, dan tidak ada sifat yang menghalangi berpuaa ,yaitu haidh bagi wanita Hal ini tidak diperselisihan lagi berdasar firman Allah :
{فمن شهد منكم الشهر فليصمه} .
Maka barang siapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, aka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu .”(Q.S.Al Baqoroh –sk-2 ayat 185 )
*3*الجملة الثانية: في الأركان
Rukun puasa
@-والأركان ثلاثة: إثنان متفق عليهما، وهما الزمان والإمساك عن المفطرات. والثالث مختلف فيه وهو النية.
Rukun Puasa ada tiga , dua diantaranya telah disepakati, yaitu 1.waktu dan 2.menahan diri dari perkara-perkara yang membetalkan , sedang 3. satu rukun lainnya masih diperselisihkan , yaitu niat .
فأما الركن الأول الذي هو الزمان، فإنه ينقسم إلى قسمين: أحدهما زمان الوجوب، وهو شهر رمضان. والآخر زمان الإمساك عن المفطرات، وهو أيام هذا الشهر دون الليالي، ويتعلق بكل واحد من هذين الزمانين مسائل قواعد اختلفوا فيها، فلنبدأ بما يتعلق من ذلك بزمان الوجوب، وأول ذلك في تحديد طرفي هذا الزمان. وثانيا في معرفة الطريق التي بها يتوصل إلى معرفة العلامة المحدودة في حق شخص شخص وأفق أفق.
1.waktu
Rukun pertama, yakni waktu , dibagi menjadi dua , yaitu 1.waktu wajibnya puasa , yakni bulan Romadlon , dan 2.waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa , yaitu waktu-waktu siang hari bulan Romadlon , bukan waktu-waktu malamnya. Dan pada masing-masing waktu tersebut terdapat persoalan-persoalan pokok yang diperselisihkan oleh fuqoha.
Kami mulai  dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan waktu wajibnya puasa.yang pertama adalah tentang penentuan kedua ujung waktu tersebut , dan kedua adalah tentang cara untuk mengetahui tanda-tanda penentuan bulan bagi orang perorangan dan bagi tiap-tiap daerah ufuk.
فأما طرفا هذا الزمان،
1.1.Adapun Penentuan kedua  Ujung Waktu                                
 فإن العلماء أجمعوا على أن الشهر العربي يكون تسعا وعشرين ويكون ثلاثين وعلى أن الإعتبار في تحديد شهر رمضان إنما هو الرؤية، لقوله عليه الصلاة والسلام
Fuqoha telah sependapat bahwa bulan Arab berisi dua puluh Sembilan atau tiga puluh hari , dan bahwa yang dijadikan pertimbangan dalam penetapan bulan Romadhon ialah Ru’yat ( melihat Bulan ) , berdasarkan sabda Nabi SAW:
 "صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته"
Berpuasalah karena melihat bulan , dan berbukalah ( tidak berpuasalah) karena melihat bulan .
وعني بالرؤية أول ظهور القمر بعد السؤال.
Yang dimaksud dengan Ru’yat ialah awal terlihatnya bulan sesudah tergelincir matahari
واختلفوا في الحكم إذا غم الشهر ولم تمكن الرؤية وفي وقت الرؤية المعتبر،
Kemudian fuqoha berselisih pandapat tentang persoalan, apabila bulan tertutup oleh awan dan tidak mungkin dilakukan Ru’yat , dan tentang waktu Ru’yat yang bisa dianggap sah .
 فأما اختلافهم إذا غم الهلال، فإن الجمهور يرون أن الحكم في ذلك أن تكمل العدة ثلاثين، فإن كان الذي غم هلال أول الشهر عد الشهر الذي قبله ثلاثين يوما، وكان أول رمضان الحادي والثلاثين، وإن كان الذي غم هلال آخر الشهر صام الناس ثلاثين يوما.
Mengenai persoalan tertutupnya bulan , maka jumhur fuqoha berpendapat bahwa dalam keadaan demikian bilangan bulan harus disempurnakan menjadi tiga puluh hari . Jika yang tertutup adalah hilal ( bulan sabit ) awal bulan , maka bulan sebelumnya dihitung pada hari ke tiga puluh hari ,dan permulaan Romadhon dimulai pada hari ketigapuluhsatu .  Dan apabila yang tertutup adalah hilal pada akhir Romadhon , maka orang banyak berpuasa tiga puluh Hari.
 وذهب ابن عمر إلى أنه إن كان المغمّى عليه هلال أول الشهر صيم اليوم الثاني وهو الذي يعرف بيوم الشك.
Ibnu Umar R.A berpendapat bahwa apabila yang tertutup adalah hilal awal bulan , maka hari yang kedua dipuasai , dan itulah yang terkenal dengan nama Yaumusy – Syakk  ( hari yang diragukan ).
وروى بعض السلف أنه إذا أغمى الهلال رجع إلى الحساب بمسير القمر والشمس، وهو مذهب مطرف بن الشخير وهو من كبار التابعين.
Dari segolongan ulama salaf diriwayatkan bahwa apabila hilal tertutup , maka penentuannya harus dikembalikan kepada perhitungan perjalanan bulan dan matahari. Ini adalah madzhab Mutharrif Bin Asy Syakir , salah seorang pemuka  Thobi’in
وحكى ابن سريج عن الشافعي أنه قال: من كان مذهبه الاستدلال بالنجوم ومنازل القمر ثم تبين له من جهة الاستدلال أن الهلال مرئي وقد غم، فإن له أن يعقد الصوم ويجزيه.
Ibnu suraij meriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa ia berkata : “ Barangsiapa memegangi perhitungan bintang-bintang dan tempat perjalanan bulan , kemudian dari segi perhitungan ternyata bahwa sebenarnya bulan dapat dilihat tetapi tertutup awan , maka ia boleh memulai puasa dan puasanya itu syah.
 وسبب اختلافهم الإجمال الذي في قوله صلى الله عليه وسلم
Silang pendapat ini disebabkan karena adanya ketidak jelasan pada sabda nabi SAW :
 "صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم فَاقْدَرُوْا لَهُ"
“Berpuasalah kamu karena melihat bulan , dan berbukalah kamu karena melihat bulan , jika ternyata bulan tertutup atasmu , maka kira-kirakanlah.”
 فَذَهِبُ الجمهورِ إلى أن تأويلَهُ أَكْمَلُوْا العدةِ ثلاثين.
Jumhur fuqoha berpendapat bahwa kata-kata “kira-kirakanlah “ berarti “ sempurnakanlah bilangan menjadi “tiga puluh hari “
ومنهم من رأى أن معنى التقدير له هو عده بالحساب.
Ada pula fuqoha yang berpendapat bahwa penafsirannya  adalah “kirakanlah dengan memakai hisab ( perhitungan ) “
 ومنهم من رأى أن معنى ذلك أن يصبح المرء صائما،
Dan ada lagi yang berpendapat bahwa pengertian adalah , agar seseorang sudah berpuasa pada keesokan harinya .
وهو مذهب ابن عمر كما ذكرنا وفيه بعد في اللفظ
Dan madzhab Ibnu ‘Umar R.A.-seperti telah kami (Ibnu Rusyd) katakan .dan sudah menyimpang jauh dari kata-kata hadits itu sendiri.
وإنما صار الجمهور إلى هذا التأويل لحديث ابن عباس الثابت أنه قال عليه الصلاة والسلام
Alasan jumhur Fuqoha  memegangi penafsiran tersebut adalah karena adanya hadits shohih Riwayat Ibnu ‘Umar R.A, bahwa Nabi SAW.Bersabda :
 "فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين"
Jika ternyata bulan tertutup atasmu , maka sempurnakanlah bilangan menjadi tiga puluh (hari)
 وذلك مجمل وهذا مفسر، فوجب أن يحمل المجمل على المفسر، وهي طريقة لا خلاف فيها بين الأصوليين، فإنهم ليس عندهم بين المجمل والمفسر تعارض أصلا، فمذهب الجمهور في هذا لائح والله أعلم.
Jadi , Hadits terdahulu (
 "صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم فاقدروا له"
“Berpuasalah kamu karena melihat bulan , dan berbukalah kamu karena melihat bulan , jika ternyata bulan tertutup atasmu , maka kira-kirakanlah.” ) adalah mujmal (tidak jelas ) , sedang hadits ini adalah mufassar  ("فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين" = Jika ternyata bulan tertutup atasmu , maka sempurnakanlah bilangan menjadi tiga puluh (hari)
 (  hadits ini sudah memuat penjelasan ) . dan oleh karenanya , hadits yang mujmal (tidak jelas) harus diartikan kepada hadits  yang mufassar . cara ini tidak diperselisihkan lagi dikalangan  Ahli Ushul, karena mereka berpendapat  bahwa  antara kata-kata mujmal dengan kata-kata mufassar tidak ada pertentangan sama sekali . Penjelasan jumhur fuqoha dalam masalah ini lebih jelas . Wallohu A’lam .
 وأما اختلافهم في إعتبار وقت الرؤية فإنهم اتفقوا على أنه إذا رؤي من العشي أن الشهر من اليوم الثاني،
Mengenai pertimbangan waktu ru’yat , maka fuqoha telah sependapat bahwa hal itu adalah apabila terlihat dari waktu petang bahwa bulan termasuk hari kedua.
 واختلفوا إذا رؤي في سائر أوقات النهار أعني أول ما رؤي،
Kemudian mereka berselisih pendapat tentang persoalan , apabila bulan terlihat pada semua waktu siang , yakni prmulaan waktu terlihat bulan.

 فمذهب الجمهور أن القمر في أول وقت رؤي من النهار أنه لليوم المستقبل كحكم رؤيته بالعشي، وبهذا القول قال مالك والشافعي وأبو حنيفة وجمهور أصحابهم.
Jumhur fuqoha berpendapat bahwa apabila bulan terlihat pada permulaan waktu siang hari , maka bulan tersebut untuk hari berikutnya, seperti halnya apabila terlihat  pada petang hari.Pendapat ini  dikemukakan oleh imam Malik ,Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah bersama pengikut mereka.
      وقال أبو يوسف من أصحاب أبي حنيفة والثوري وابن حبيب من أصحاب مالك: إذا رؤي الهلال قبل الزوال فهو لليلة الماضية وإن رؤي بعد الزوال فهو للآتية.
Abu Yusuf , salah seorang pengikut Imam Abu Hanifah , Ats Tsauri dan Ibnu habib , salah seorang pengikut Imam Malik , berpendapat bahwa apabila bulan terlihat sebelum tergelincir matahari , maka bulan tersebut untuk malam yang lalu. Dan jika bulan terlihat sesudah tergelincir matahari , maka bulan tersebut untuk malam yang akan datang.
      وسبب اختلافهم ترك اعتبار التجربة فيما سبيله التجربة والرجوع إلى الأخبار في ذلك،
 وليس في ذلك أثر عن النبي عليه الصلاة والسلام يرجع إليه،
Silang pendapat ini disebakan karena mereka meninggalkan pertimbangan penelitian pada perkara –perkara yang seharusnya menggunakan cara penelitian dan merujuk kepada berita-berita tentang hal itu. Sementara dari nabi Muhammad SAW ,sendiri tidak terdapat atsar yang bisa dijadikan rujukan.
      لكن روي عن عمر رضي الله عنه أثران: أحدهما عام والآخر مفسر، فذهب قوم إلى العام وذهب قوم إلى المفسر.
Akan tetapi dari ‘Umar RA.diriwayatkan dua atsar , salah satunya bersifat umum , sedang lainnya terinci (memuat penafsiran).Kemudian segolongan fuqoha memegangi atsar yang umum , dan segolongan lainnya memegangi atsar yang terinci.
فأما العام فما رواه الأعمش عن أبي وائل شقيق بن سلمة قال:
Atsar yang bersifat umum diriwayatkan oleh al _A’masy , dari Abu Wa’il Syaqiq Bin Salamah .Berkata Abu Wa’il :
 أتانا كتاب عمر ونحن بخانقين أن الأهلة بعضها أكبر من بعض، فإذا رأيتم الهلال نهارا فلا تفطروا حتى يشهد رجلان أنهما رأياه بالأمس.
Datang kepada kami surat dari Umar ,sedang kami berada di Khaniqoin , yang menyatakan bahwa sebagian hilal ada yang lebih besar dari yang lainnya .(kata Umar),”maka apabila engkau melihat hilal pada siang hari , janganlah engkau berbuka, sehinga ada dua orang yang emberikan kesaksian bahwa keduanya telah melihat hilal tersebut kemarin .”
     وأما الخاص فما روى الثوري عنه أنه
Sedang atsar yang terinci diriwayatkan oleh Ats-tsauri dari Abu Wa’il , yaitu :
 بلغ عمر بن الخطاب أن قوما رأوا الهلال بعد الزوال فأفطروا، فكتب إليهم يلومهم وقال:إذا رأيتم الهلال نهارا قبل الزوال فأفطروا، وإذا رأيتموه بعد الزوال فلا تفطروا.
Terdengar oleh Umar bin Khoththob bahwa sekelompok orang melihat hilal sesudah tergelincir matahari , kemudian mereka berbuka .maka Umar pun mengirim surat kepada mereka yang menyesalkan perbuatan mereka dan berkata ,”jika engkau melihat hilal pada siang hari sebelum tergelincir matahari , maka berbukalah .tetapi jika engkau melihatnya sesudah tergelincir matahari , janganlah engkau berbuka.”
      قال القاضي: الذي يقتضي القياس والتجربة أن القمر لا يرى والشمس بعد لم تغب إلا وهو بعيد منها، لأنه حينئذ يكون أكبر من قوس الرؤية، وإن كان يختلف في الكبر والصغر فبعيد والله أعلم أن يبلغ من الكبر أن يرى والشمس بعد لم تغب، ولكن المعتمد في ذلك التجربة كما قلنا ولا فرق في ذلك قبل الزوال ولا بعده، وإنما المعتبر في ذلك مغيب الشمس أو لا مغيبها.
Berkata al Qodhi (Ibnu Rusyd ) : berdasarkan aturan (pengetahuan) dan penelitian , bulan tidak akan terlihat pada saat matahari belum terbenam .Kecuali bahwa bulan itu berada sangat jauh dari matahari ,karena tentunya pada saat itu bulan lebih besar dari busur penglihatan.Sekalipun bulan dapat berbeda  besar kecilnya, namun sangat jauh kemungkinannya.Alloh yang lebih tahu bagaimana bulan dapat sedemikian besarnya sehingga dapat dilihat,sementara pada saat itu matahari belum lagi terbenam.Akan tetapi - seperti telah kami katakan – yang dipegangi dalam hal ini adalah penelitian. Dan tidak ada bedanya hal itu , apakah sebelum tergelincir matahari ataukah sesudahnya. Yang dijadikan pertimbangan (pegangan ) adalah terbenamnya matahari atau tidak terbenamnya.
1.2. tentang cara untuk mengetahui tanda-tanda penentuan bulan bagi orang perorangan dan bagi tiap-tiap daerah ufuk.
     وأما اختلافهم في حصول العلم بالرؤية فإن له طريقين: أحدهما الحس والآخر الخبر،
Akan halnya silang pendapat fuqoha mengenai tercapainya pengetahuan tentang terlihatnya bulan , maka hal itu mempunyai dua jalan,yaitu lewat penginderaan dan berita.
      فأما طريق الحس فإن العلماء أجمعوا على أن من أبصر هلال الصوم وحده أن عليه أن يصوم، إلا عطاء بن أبي رباح فإنه قال: لا يصوم إلا برؤية غيره معه،
Mengenai jalan penginderaan , maka ulama telah sependapat bahwa barang siapa melihat hilal permulaan puasa , maka wajib atasnya berpuasa .Kecuali Atho’ Bin Abu Robbah yang berpendapat bahwa ia tidak boleh berpuasa , kecuali jika bersamanya ada dua orang lain ikut melihatnya.
     واختلفوا هل يفطر برؤيته وحده؟
Kemudian Fuqoha berselisih pendapat mengenai persoalan ,apakah ia boleh berbuka dengan melihat hilal sendirian?
     فذهب مالك وأبو حنيفة وأحمد إلى أنه لا يفطر.
Imam malik,Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa ia tidak boleh berbuka.
      وقال الشافعي: يفطر، وبه قال أبو ثور،
Sedangkan imam Syafi’I  berpendapat bahwa ia boleh berbuka.Pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu tsaur .
      وهذا لا معنى له، فإن النبي عليه الصلاة والسلام قد أوجب الصوم والفطر للرؤية. والرؤية إنما تكون بالحس، ولولا الإجماع على الصيام بالخبر عن الرؤية لبعد وجوب الصيام بالخبر لظاهر هذا الحديث،
Sebenarnya hal ini tidak  perlu dipersoalkan , Karena Nabi SAW mewajibkan puasa dan berbuka (yakni Berhari raya) karena Ru’yat.Sedangkan Ru’yat  hanya dapat terjadi lewat penginderaan. Jika bukan karena adanya Ijma’ tentang keharusan berpuasa berdasarkan berita tentang terlihatnya bulan , tentu kewajiban berpuasa itu tidak mungkin terjadi berdasarkan berita, karena lahir hadits yang tersebut dimuka.
     وإنما فرق من فرق بين هلال الصوم والفطر لمكان سد الذريعة أن لا يدعى الفساق أنهم رأوا الهلال فيفطرون وهم بعد لم يروه، ولذلك قال الشافعي: إن خاف التهمة أمسك عن الأكل والشرب واعتقد الفطر،
Akan halnya Fuqoha yang memisah-misahkan antara hilal puasa dengan hilal berbuka , maka hal itu didasarkan pada Saddudz- dzari’ah ( yakni penyumbatan jalan yang mengarah kepada kerusakan ), agar orang-orang fasik tidak mengaku-aku telah melihat hilal , kemudian mereka berbuka , padahal sebenarnya mereka belum melihatnya.Oleh karena itulah maka Imam Syafi’I berkata:”jika ia (orang yang mengaku telah melihat hilal ) khawatir terkena tuduhan ,hendakah ia menahan diri dari makanan dan minuman , tetapi hendaklah ia menganggap dirinya telah berbuka.
      وشذ مالك فقال: من أفطر وقد رأى الهلال وحده فعليه القضاء والكفارة.
Imam malik berpendapat;barang siapa berbuka sedang ia meliaht bulan sendirian , maka wajib atasnya mengqodlo puasanya dan membayar kifarat.
      وقال أبو حنيفة: عليه القضاء فقط.
Imam abu Hanifah berpendapat bahwa ia hanya diwajibkan mengqodlo puasanya saja.
     وأما طريق الخبر فإنهم اختلفوا في عدد المخبرين الذين يجب قبول خبرهم عن الرؤية وفي صفتهم.
     فأما مالك فقال: إنه لا يجوز أن يصام ولا يفطر بأقل من شهادة رجلين عدلين.
     وقال الشافعي في رواية المزني: إنه يصام بشهادة رجل واحد على الرؤية، ولا يفطر بأقل من شهادة رجلين. وقال أبو حنيفة: إن كانت السماء مغيمة قبل واحد، وإن كانت صاحية بمصر كبير لم تقبل إلا شهادة الجم الغفير.
      وروي عنه أنه تقبل شهادة عدلين إذا كانت السماء مصحية وقد روي عن مالك أنه لا تقبل شهادة الشاهدين إلا إذا كانت السماء مغيمة،
      وأجمعوا على أنه لا يقبل في الفطر إلا إثنان، إلا أبا ثور فإنه لم يفرق في ذلك بين الصوم والفطر كما فرق الشافعي.
وسبب اختلافهم اختلاف الآثار في هذا الباب، وتردد الخبر في ذلك بين أن يكون من باب الشهادة أو من باب العمل بالأحاديث التي لا يشترط فيها العدد.
وتردد الخبر في ذلك بين أن يكون من باب الشهادة أو من باب العمل بالأحاديث التي لا يشترط فيها العدد.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar