legenda Merapi, Mataram dan Para Raja
Beberapa hari lalu, Merapi kembali meletus dan menyemburkan awan panas, dan memakan korban lebih dari 300 jiwa. Menurut para geologis, ini adalah letusan terhebat setelah tahun 1880. Merapi yang terletak di perbatasan Yogya dan Magelang memang memiliki tanah yang subur, sehingga tak mengherankan jika beberapa kerajaan pernah berdiri di sana. Agar tak jenuh dengan berita bencana, saya ingin sedikit bercerita tentang Jogja.
Gunung Merapi memiliki hubungan spiritual yang sangat erat dengan warga Jogja dan sekitarnya. Berbagai cerita dan legenda tetap terpelihara hingga saat ini. Bahwa Jogya dijaga oleh para bangsa siluman dan mahluk halus lainnya.
Menurut perkiraan sejarah, dulu berdiri kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan ini sangat besar, makmur dan sejahtera. Beberapa bukti prasasti menceritakan Mataram Kuno. Pada salah satunya prasasti yang ditemukan, bercerita bahwa Sungai Bengawan Solo saat itu menjadi sarana transportasi utama. Airnya yang jernih, bersih dan berarus deras dan dalam cocok jadi jalur transportasi dimana kapal-kapal dagang singgah mengangkut dan menurunkan dagangan dan penumpang. Kerajaan memungut pajak bagi para pemakai sungai Bengawan Solo sehingga Mataram Kuno menjadi kerajaan besar dan memiliki banyak peninggalan diantaranya Candi Prambanan, Dieang dan Gedong Songo di Dieng Jawa Tengah. Karena Mataram Kuno menganut dua agama, Candi Borobudur dan Mendut merupakan peninggalan Mataram Kuno dari Raja penganut agama Budha. Rakyat hidup damai dan sejahtera.
Namun Kerajaan Mataram Kuno akhirnya hancur lebur akibat letusan Gunung Merapi yang dahsyat hingga menghancurkan istana beserta seluruh tatanannya termasuk rakyat dan tewasnya sang raja dan kerabatnya.Hingga sekarang lokasi istana Mataram Hindu belum diketemukan, diperkirakan akibat tertimbun abu letusan gunung Merapi.
Lalu Mpu Sindok, menantu sang raja beserta istri dan para warga yang masih selamat melakukan eksodus besar-besaran ke Jawa timur dan mendirikan kerajaan baru, Medang Kamulan dengan Mpu Sindok sebagai rajanya. Mpu Sindok inilah pendiri dinasti Isyana, yang kelak menurunkan raja-raja besar di wilayah Jawa Timur, termasuk kerajaan Kediri, Daha, dan Singashari dan Majapahit.
Mataram kembali dibangun masa Islam berkembang pesat di Pulau Jawa oleh Raden Sutawijaya, yang merupakan anak angkat bupati Pajang Raden Hadiwijaya alias Mas Karebet atau Joko Tingkir yang di waktu mudanya terkenal dengan legenda perkelahian melawan buaya. Konon, Ki Ageng Pemanahan yang rajin berpuasa dan tirakat mendapat wangsit agar ia meminum air kelapa bertuah yang akan membuat seluruh anak keturunannya kelak menjadi raja. Namun untung tak dapat diraih, ternyata sahabatnya, (kalau tidak salah) Ki Panjawi yaitu bapaknya Sutawijaya yang sedang kehausan telah meminum air kelapa tersebut sampai tandas. Maka mereka membuat perjanjian, jika kelak Sutawijaya jadi raja, maka anak keturunan Ki Ageng Pemanahan harus ikut hidup mulia.
Prabu Hadiwijaya sangat menyayangi Sutawijaya, seorang pemuda yang tampan, gagah, cerdas dan ahli ilmu beladiri. Pemuda inilah yang dulu berhasil membunuh pemberontak Kerajaan Demak yang ingin menjadi Raja Demak, penguasa Kadipaten Jipang yang sakti mandraguna yaitu Raden Arya Penangsang dengan tombak Kyai Plered. Raden Hadiwijaya, sang menantu penguasa Demak Sultan Trenggana dianggap berhasil mengatasi kemelut di Kerajaan Demak dan kadipaten Pajang menjadi tanah merdeka, namun tetap sebagai sekutu Demak. Karena jasa Sutawijaya itu, Mas Karebet menghadiahkan sebuah hutan sebagai tanah perdikan (bebas bayar pajak) agar dibuka sebagai pemukiman baru untuk meluaskan pengaruh wilayah Pajang.
Sutawijaya beserta para pengikutnya dengan bersemangat membuka hutan dan membangunnya. Lama kelamaan, wilayah Sutawijaya berkembang sangat pesat, bahkan mengalahkan kebesaran Pajang. Akhirnya Sutawijaya diangkat menjadi Raja yang pertama dan wilayah tersebut dinamakan kerajaan Mataram, menggantikan Mataram Hindu yang telah hancur. Konon, saat kerajaan ini baru berdiri, Sutawijaya membuat perjanjian dengan penguasa laut Selatan Nyi Roro Kidul, bahwa Nyi Roro Kidul akan turut menjaga keselamatan kerajaan Mataram dari berbagai bahaya, dengan syarat siapapun Raja Mataram secara turun temurun harus menjadi suaminya. Sutawijaya menyetujui syarat ini. Bisa dilihat di Istana Tamansari Jogjakarta, ada lorong bawah tanah yang langsung berhubungan dengan laut Selatan. Disanalah Raja dan Nyi Roro Kidul bertemu.Tapi saya juga tidak tahu, apakah perjanjian itu masih berlaku hingga saat ini? Karena jaman mistik telah berubah jadi jaman modern, di mana para empu penguasa ilmu telah digantikan kedudukannya oleh Mbah Google. Kadang membayangkan, apa Nyi Roro kidul masih memakai kebaya atau sudah berganti memakai rok dan jumper atau kebaya modifikasi ala Anne Avantie? Kalau berani, tanya kebenarannya pada Sang Sultan secara pribadi tapi kalau tidak berani, dan tak ada kesempatan, ya silahkan tanya pada Mas Ebiet eh,…pada rumput
yang bergoyang du…du…du…du…du
.
Konon juga, Nyi Blorong adalah anak Nyi Roro Kidul dengan penguasa Gunung Merapi (sesama mahluk halus) sebelum Nyi Roro Kidul memutuskan menikah dengan Sutawijaya. Dulu Nyi Blorong gadis cantik dan tidak bertubuh ular, kalau masih penasaran lain kali aku ceritakan ^_^ di tulisan yang lain hehe).
Semoga Merapi tak lagi meletus, apalagi sedahsyat masa kerajaan Mataram Kuno yang dianggap sebagai pralaya atau The end of the World alias kiamat. Karena baik para pengungsi maupun relawan pasti sudah mulai lelah jiwa dan raga. Ayo kita bantu dengan doa dan materi, karena mereka sangat membutuhkannya. Amin. Marilah kita merenungkan tindakan kita, mengurangi kesalahan dan menambah kebajikan. Karena hanya orang yang bodoh yang bisa melakukan kesalahan yang sama, walaupun banyak pejabat Indonesia yang begini, semoga kita bukan bagian dari itu, audzubillahimindzalik. Semoga Allah yang Maha Pengampun mengasihi kita semua. Amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar