IMAM ABU HANIFAH MENERKAM BABI HUTAN
Pada suatu hari seorang lelaki yang bernama Mulhid dari golongan Dahriyin ( Atheis ) menghadap kepada sykh Hammad bin Abi Sulaiman selaku guru Abu Hanifah R.A. Tiada lain tujuannya adalah mendebat para ulama mengenai keberadaan Tuhan yang tidak bertempat pada suatu tempat , juga tidak bisa diraba dan tidak pula dapat dicerna panca indra. Sudah banyak para ulama yang harus bertekuk lutut dihadapannya , sehingga sikapnya bertambah congkak dan menambah tebal keberaniaannya.
Siapa lagi yang akan aku habisi pendapatnya di hari ini ? ! " begitu kata Mulhid.
" Masih ada , itulah Syaikh Hammad <" jawab para Ulama yang baru saja dikalahkan.
Denagn langkah mantap akhirnya Mulhid menghadap pada seorang kholifah , agar kiranya Bagind sudi memagil Syaikh Hammad untuk diajak berdialog dengan disaksikan baginda sendiri . Maka Baginda pun mmanggil Syekh Hammad , namun diamasih berjanji bahwa ia akan segera datang pada keesokan harinya . Pagi-pagi sekali dengan tanpa diduga Abu Hanifah datang menemui Syekh Hammad yang dilihatnya dalam keadaaan susah memikirkan jalan keluar terbaik untuk menghadapi penyelewengan Mulhid yang seakan tidak terbendung itu. Hal itu kalau dibiarkan dengan tanpa ada yang bisa menghentikan kebohongannya itu , jelas akan merusak keyakinan masyarakat yang selama ini terkenal relegius. Maka Abu Hanifah segera bertanya kepada Gurunya itu.
"Wahai guru , mengapa hari ini aku melihat guru dalam keadaan begitu cemas , susah , adakah aku bisa membantu apa yang sedang menjadi beban pikiran guru ?" , begitu Abu Hanifah menawarkan bantuan kendati ketika itu dia masih kanak-kanak .
" Wahai muridku , bagaimana aku tidak susah menghadapi sebuah tantangan si Mulhid yang telah berhasil mengalahkan para Ulama yang lain. Malah tadi malam aku bermimpi buruk pula .Jangan -jangan menjadi pertanda kekalahanku", begitu tuur sang guru mengutarakan keluhanya .
" Mimpi bagaimana wahai guru ?!" desak Abu Hanifah lagi.
Dalam tidur aku melihat sebuah rumah yang cukup luas dengan berbagai hiasan yang indah, didalammnya terlihat ada sebuah poon yang sedang berbuah , namun tiba -tiba saja muncul seekor babi dari pojok rumah itu dan langsung memekan daun -daun dan rantingnya dilahapnya pula sehingga tinggal batangnya saja. .Anehnya sejenak kemudian dari batang pohon itu muncul seekor harimau yang segera menerkam babi tersebut dan melahapnya tiada berbisa , " kata Syaikh Hammad .
"Alhamdulillah aku telah diberi ilmu Alloh sehingga akan bisa menafsirkan mimpi Tuan.Mimpi Guru itu betul-beul akan membawa nasib baik pada diri kita, akan selalu membuat sial musuh. Dengan demikian jika guru membari izin diriku untuk menafsirkannya, akan segera aku tafsirkan. Namun jik Guu berkehendak lain , aku akan selalu menurut apa yang yang menjadi maksud Guru." begitu Abu Hanifah menawarkan dengan penuh sopan santun.
" Cobalah kau tafsirkan , bagimana ta'wil mimpi tersebut." begitu desak sang Guru ,
" Rumah yang luas dengan hiasan yang cantik itu adalah negeri dan agama islam itu sendiri , sedang pohon yang berbuah itu adalah para ulamanya , dan batang yang masih tersisa itu adalah tuan Guru sendiri, sedangkan babi ngepet itu wujud si Mulhid , kemudian harimau yang menerkam itu, insya Alloh diri saya sendiri. Langkah lebih lnjut , hendaklah Guru pergi bersama saya, dimana dengan kehadiran dan niat tuan yang tulus , aku akan bertindak melawa dan mendesak si Mulhid ." begitu kata Abu Hanifah.
Mendapat dorongan Abu hanifah seperti itu, Syekh Hammad langsung bangkit semangatnya, kmudian pergi bersama Abu Hanifah menuju masjid Jami'memenuhi undangan Kholoifah untuk membungkam , mulut si Mulhid yang selama ini tidak terkendali. Segera saja Abu Hanifah mmasuki masjid dan mengambil sebuah tempat duduk untuk gurunya, sedangkan di sendiri duduk dibwah seraya mengangkat kedua terompahnya dan kedua terompah gurunya. Masjid itupun lantas dipenuhi oleh hadirin yang akan menyksikan pertandingan akbar antara pihak hak dengan pihak btil, dimana pertarungan ini diwasiti oleh Kholifah , Setelah semuanya dirasakan siap , si Muhid segera naik mimbar seraya mengatakan :
Siapa yang akan menjawab pertanyaanku ? " begitu dia menantng para hadirin .
"Anda jangan menentukan siapa yang akan menjawab, namn dari para hadirin ini jika ada yang menjawab , entah itu anak-anak atau orang tua , dialah yang akan berhadapan d3ngan Anda," begitu Abu Hanifah membalas dengan sengit pula .
" Hai anak kecil ,adakah engkau berani menghadapi aku engan umurmu yang masih bau kunyit itu , padahal telah banyak ulama yang bersorban besar ,berpakaian terhormat dan berlengan komprang harus bertekuk lutut dihadapanku. Kamu sendiri anak kecil dan belum kering dari berkhitan , berani-beraninya berdebat !" begitu Mulhid mulai panas mendengar balasan Abu Hanifah ." Adakah kau sanggup menjawab prsoalan yang aku ajukan, atau hanya hangat-hangat tahi ayam , ingin sekali-kali mencoba ? " lanjut Mulhid lagi.
" Silahkan bertanya dan aku yang akan sanggup menjawab dengan mendapat pertolongan Alloh , " tantang Abu Hanifah lagi.
"Apakah Tuhan itu ada ? " begitu pertannyaan Mulhid yang pertama dilontarkan .
Betul , benar dan Haqqul yakin , jawab Abu Hanifah tegas .
"Kalau begitu, dimana Dia Sekarang ?" lanjut Mulhid .
"Dia tidak bertempat ," balas Abu Hanifah singkat.
"Bagaimana sesuatu yang wujud namun tidak memerlukan tempat ?" sahut Mulhid lagi.
" Pertannyaan itu sebenarnya telah terjawab dengan yang berada pada tubuhmu sendiri ." sambung Abu hanifah lagi.
" Apa itu ?" lanjut Mulhid pula
"Apakah pada tubuhmu itu ada nyawanya ( ruh )?"sergah aBU hANIFAF.
"Betul , benar ada , sahut Mulhid pula .
" Dimana ia berada ? Apakah bertempat di kepalamu, atau di perutmu atau dikakimu ? " lanjut Abu HANIFAH LAGI.
Mendapat berondongan pertanyaan itu si Mulhid kebingungan . Kemudian Abu anifah meraih segelas susu yang sejak tadi dihidangkan oleh kerajaan kepada para hadirin , kemudian mengataan , " pakah susu di gelas ini mengandung lemak ? "
" Benar , wahai bocah !" sahut Mulhid kembali
" Kalau demikian dimana letak lemak itu , apakah di bagian atas atau dibagian bawah ? " lanjut Abu Hanifah dengan gerang.
Ternyata si Mulhid kebingungan lagi, seakan tidak mengerti lagi arah utara dan arah selatan. Maka Abu Hanifah pun melanjutkan ucapannya , " Sebagaimana ruh itu tidak diketahui tempatnya , atau lemak pada susu itu juga tidak bisa dimengerti tempatnya , demikian pula Alloh tidak akan dapat dientukan tempatnya di jagat raya ini," demikian tutur Abu Hanifah.
"Kalau begitu , Apakah ada barang maujud sebelum Alloh dan sesudahnya , Hayo ? " begitu lanjut Mulhid yang ternyata langkahnya belum mati.
' Sebelum Alloh dan sesudahnya tidak ada apa-apa. Apa yang aku katakan ini ada dasarnya . Tiada lain berada pada tubuhmu sendiri ," sahut Abu Hanifah membuat Mulhid terperangah
" Apa itu ?" sergah Mulhid tergesa-gesa.
Coba buka dan lihat telapak tanganmu. Ada apa sebelum ibu jari dan sesudah kelingking ? " tangis Abu Hanifah lebih lanjut .
" Nggak , tidak ada apa-apa , " jawab Mulhid tampak mulai ngeper.
" Demikian pula sebelum dan sesudah Alloh tidak akan pernah ada apa- apa," tancap Abu Hanifah.
" Masih ada satu persoalan lagi yang perlu kau jawab ," lanjut Mulhid lagi kendati sudah megap-megap.
" Akan terus aku jawab , Insya Alloh !" begitu sahut Abu Hanifah
" Kalau Alloh itu ada , sekarang sedang mengapa Dia , sedang berbuat apa pula ? " tanya Mulhid.
" Situasi dan kondisi sekarang ini memang terbalik mestinya orang yang bertanya itu berada di bawah , kalau perlu di deretan kursi berbaur dengan para hadirin . Dan akan lebih layak jika si penjawab berada diatas mimbar ebagai penghormatan . Dengan demikian jika saja kau mau turun dari mimbar , kemudian aku ganti yang naik . aku akan sanggup menjawab pertanyaan yang kau kemukakan itu, " begitu Abu Hanifah melancarkan diplomasinya yang jitu.
Akhirnya si Mulhid pun mnglah turun dari mimbar menuju sebuah kursi , sedangkan Abu Hanifah dengan cepat naik keatas mimbar dan dengan petah mengatakan " Sekarang pertanyaanmu aku jawab , bahwa Alloh sekarang sedang menurunkan martabat si penyandang kebathilan dari atas mimbar menuju kursi di bawah terompahku, kemudian Dia menaikkan martabat si penyandang hak dari tempat bawah menuju pangung kehormatan !"
Mendapat jawaban seperti itu , tepuk tangan para hadirin tidak terbendng lagi mengelu-elukan diplomasi Abu Hanifah . Sedangkan si Mulhid betul-betul tak berdaya.
Demikia semoga bermanfaat.
(disarikan dari kisah-kisah teladan buat anakku--imam Musbikin----Mitra Pustaka ---Jogjakarta )
BAHAN MATERI KULTUM BA'DA MAGHRIB
OLEH : Ustadz Pardiro As Slemany
di Masjid Al Falaah Kracaan Semin Semin Gunungkidul DIY & Di Masjid Nurul Muttaqin Munggur Semin
OLEH : Ustadz Pardiro As Slemany
di Masjid Al Falaah Kracaan Semin Semin Gunungkidul DIY & Di Masjid Nurul Muttaqin Munggur Semin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar