Kamis, 02 Februari 2012

mengingat mati


Manfaat Bila Selalu Mengingat Mati

http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/04/14/makna-2-kalimat-syahadat-rukun-syarat-konsekwensi-dan-yang-membatalkannya/

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Hadid: 16)

Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam, beliau berkata:

“Perbanyaklah mengingat hal yang akan memutuskan berbagai kenikmatan.” –Yaitu maut. (HR. Ashabus Sunan, dishahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa’)

 

Bahkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam melakukan ziarah kubur dan menganjurkannya, karena ziarah kubur akan mengingatkan pada kematian. Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian ke kubur.” (HR. Muslim)

Dalam sebuah riwayat: “Maka sesungguhnya ziarah kubur itu akan mengingatkan kita kepada akhirat.”

Di antara faedah yang akan didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa mengingat mati adalah:

1. Melembutkan hatinya untuk bersegera memohon ampun atas dosa-dosanya dan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu serta kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali ‘Imran: 133)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: ‘Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-Tahrim: 8)

Dari Ibnu Umar, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam, beliau bersabda:

“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala akan menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi)

Penyesalan setelah datangnya kematian tidaklah akan mendatangkan kebaikan dan keberuntungan, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun: 99-100)

Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur: 31)

2. Membangkitkan semangatnya untuk beribadah sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian, dan itulah sebaik-baik perbekalan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al-Hijr: 99)

“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (Al-Muzzammil: 20)

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Bersemangatlah kamu untuk melakukan apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, serta janganlah kamu malas.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)

 

3. Menyebabkan hati memiliki sikap qana’ah (merasa cukup) terhadap dunia.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17)

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Didatangkan orang yang paling nikmat hidupnya di dunia dari kalangan penghuni neraka pada hari kiamat, kemudian dia dicelupkan ke dalam neraka sekali celupan. Kemudian dia ditanya: ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan? Apakah pernah terlintas pada dirimu kenikmatan?’ Maka dia menjawab: ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabbku.’

Didatangkan pula orang yang paling susah hidupnya di dunia namun dia dari kalangan penghuni surga, kemudian dicelupkan ke dalam surga sekali celupan. Kemudian dia ditanya: ‘Wahai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesusahan? Apakah pernah terlintas pada dirimu kesempitan hidup?’ Maka dia menjawab: ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabbku. Tidak pernah terlintas padaku kesempitan dan aku tidak pernah melihat kesusahan’.” (HR. Muslim)

Ad-Daqqaq t berkata: “Barangsiapa banyak mengingat mati maka dia akan dimuliakan dengan tiga perkara: segera bertaubat, hatinya qana’ah terhadap dunia, dan semangat beribadah. Sedangkan barangsiapa yang melupakan mati, dia akan dibalas dengan tiga perkara: menunda-nunda taubat, hatinya tidak qana’ah terhadap dunia, dan malas beribadah. Maka ingat-ingatlah kematian, sakaratul maut, dan susah serta sakitnya, wahai orang yang tertipu dengan dunia!” (At-Tadzkirah, hal. 10)

4. Meringankan beban musibah yang menimpa dirinya, seperti penyakit, kefakiran, kezaliman, dan kesempitan hidup yang lain di dunia.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Tidaklah seseorang mengingat mati pada waktu lapang hidupnya, kecuali akan menjadikan dia merasa sempit (umurnya terasa pendek dan semakin dekat ajalnya). Dan tidaklah (dia mengingat mati) pada waktu sempit hidupnya (karena sakit, fakir, dll) kecuali akan menjadikan dia merasa lapang (karena mengharapkan balasan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sebab keikhlasan dan kesabaran ketika menghadapinya).” (HR. Ibnu Hibban, Asy-Syaikh Al-Albani  t mengatakan dalam Al-Irwa’ [no. 682] bahwa sanadnya hasan)

Seseorang tidaklah diperbolehkan mengharapkan kematian disebabkan musibah yang menimpanya, kecuali karena takut terfitnah agamanya. Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Janganlah salah seorang kalian mengharap-harapkan kematian. Karena mungkin dirinya orang yang baik, maka mudah-mudahan bertambah kebaikannya. Atau mungkin dirinya orang yang berbuat dosa, barangkali dia akan minta diberi kesempatan (bertaubat).” (Muttafaqun ‘alaih, dan ini lafadz Al-Bukhari t)

Dari Anas bin Malik radiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Janganlah salah seorang kalian mengharap-harapkan kematian karena suatu kesempitan hidup yang menimpanya. Namun apabila dia harus melakukannya, hendaknya dia berdoa: ‘Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan itu lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t berkata: “Apabila seseorang ditimpa musibah, dia tidak boleh mengharap-harapkan kematian, karena hal ini adalah kesalahan dan kebodohan yang ada pada dirinya, serta kesesatan dalam agama. Karena, apabila dia hidup, mungkin dia adalah orang yang baik sehingga akan bertambah kebaikannya. Atau mungkin dia adalah orang yang berbuat kejelekan sehingga dia sadar dan bertaubat darinya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sedangkan bila dia mati dalam keadaan yang paling jelek (kita berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari yang demikian). Oleh karena itulah kita katakan: Janganlah engkau mengharap-harapkan kematian, karena hal ini adalah sikap orang yang bodoh. Sikap yang demikian ini adalah sikap yang sesat dalam agama, karena dia telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam dan mengharap-harapkan kematian adalah bukti ketidakridhaannya terhadap ketentuan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal seorang mukmin harus ridha terhadap takdir.” (Syarh Riyadhish Shalihin, 2/239-240)

Bagaimanapun keadaan seorang mukmin, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, senang maupun susah, sehat maupun sakit, bahkan tatkala dia telah merasakan bahwa ajalnya telah dekat, dia wajib untuk tetap berbaik sangka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam mewasiatkan:

“Janganlah salah seorang kalian mati kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Pada akhirnya, ya Allah hidupkanlah dan wafatkanlah kami di atas Islam dan As-Sunnah. Allahumma taqabbal minna, innaka sami’ud du’a

Sumber : Keutamaan Mengingat Mati,  (ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan). Majalah Asy-Syariah,  (Kajian Utama edisi 51)

Sakaratul Maut Adalah Ujian Yang Sangat Berat

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat rahmah-Nya yang sempurna, senantiasa memberikan berbagai peringatan dan pelajaran, agar hamba-hamba-Nya yang berbuat kemaksiatan dan kezaliman bersegera untuk meninggalkannya dan kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beriman akan bertambah sempurna keimanannya dengan peringatan dan pelajaran tersebut.

Namun, berbagai peringatan dan pelajaran baik berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar’iyah tadi tidak akan bermanfaat kecuali bagi orang-orang yang beriman.

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)

Di antara sekian banyak peringatan dan pelajaran, yang paling berharga adalah tatkala seorang hamba dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan sakaratul maut yang menimpa saudaranya. Sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah berita itu seperti orang yang melihat langsung.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Lihat Ash-Shahihah no. 135)

Tatkala ajal seorang hamba telah sampai pada waktu yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan, dengan sebab yang Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan, pasti dia akan merasakan dahsyat, ngeri, dan sakit yang luar biasa karena sakaratul maut, kecuali hamba-hamba-Nya yang Allah Subhanahu wa Ta’ala istimewakan. Mereka tidak akan merasakan sakaratul maut kecuali sangat ringan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Qaf: 19)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya kematian ada masa sekaratnya.” (HR. Al-Bukhari)

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmah-Nya telah memberitahukan sebagian gambaran sakaratul maut yang akan dirasakan setiap orang, sebagaimana diadakan firman-Nya:

“Maka mengapa ketika nyawa sampai di tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, sedangkan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (Al-Waqi’ah: 83-87)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Maka ketika nyawa sampai di tenggorokan’, hal itu terjadi tatkala sudah dekat waktu dicabutnya. ‘Padahal kamu ketika itu melihat’, dan menyaksikan apa yang dia rasakan karena sakaratul maut itu. ‘Sedangkan Kami (para malaikat) lebih dekat terhadapnya (orang yang akan meninggal tersebut) daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat mereka’ (para malaikat). Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan: Bila kalian tidak menginginkannya, kenapa kalian tidak mengembalikan ruh itu tatkala sudah sampai di tenggorokan dan menempatkannya (kembali) di dalam jasadnya?” (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 4/99-100)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke tenggorokan, dan dikatakan (kepadanya): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’, dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmu lah pada hari itu kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 26-30)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Ini adalah berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang keadaan orang yang sekarat dan tentang apa yang dia rasakan berupa kengerian serta rasa sakit yang dahsyat (mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala meneguhkan kita dengan ucapan yang teguh, yaitu kalimat tauhid di dunia dan akhirat). Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwasanya ruh akan dicabut dari jasadnya, hingga tatkala sampai di tenggorokan, dia meminta tabib yang bisa mengobatinya. Siapa yang bisa meruqyah? Kemudian, keadaan yang dahsyat dan ngeri tersebut disusul oleh keadaan yang lebih dahsyat dan lebih ngeri berikutnya (kecuali bagi orang yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kedua betisnya bertautan, lalu meninggal dunia. Kemudian dibungkus dengan kain kafan (setelah dimandikan). Mulailah manusia mempersiapkan penguburan jasadnya, sedangkan para malaikat mempersiapkan ruhnya untuk dibawa ke langit.

Setiap orang yang beriman akan merasakan kengerian dan sakitnya sakaratul maut sesuai dengan kadar keimanan mereka. Sehingga para Nabi ‘alaihimussalam adalah golongan yang paling dahsyat dan pedih tatkala menghadapi sakaratul maut, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya manusia yang berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian yang semisalnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya.” (Lihat Ash-Shahihah no. 132)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“Aku tidak takut (menyaksikan) dahsyatnya sakaratul maut pada seseorang setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bukhari no. 4446)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Para ulama rahimahumullah mengatakan bahwa apabila sakaratul maut ini menimpa para nabi, para rasul r, juga para wali dan orang-orang yang bertakwa, mengapa kita lupa? Mengapa kita tidak bersegera mempersiapkan diri untuk menghadapinya?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Katakanlah: ‘Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling darinya’.” (Shad: 67-68)

Apa yang terjadi pada para nabi ‘alaihimussalam berupa pedih dan rasa sakit menghadapi kematian serta sakaratul maut, memiliki dua faedah :

1. Agar makhluk mengetahui kadar sakitnya maut, meskipun hal itu adalah perkara yang tidak nampak. Terkadang, seseorang melihat ada orang yang meninggal tanpa adanya gerakan dan jeritan. Bahkan dia melihat sangat mudah ruhnya keluar. Alhasil, dia pun menyangka bahwa sakaratul maut itu urusan yang mudah. Padahal dia tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dirasakan oleh orang yang mati. Maka, tatkala diceritakan tentang para nabi yang menghadapi sakit karena sakaratul maut –padahal mereka adalah orang-orang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pula yang meringankan sakitnya sakaratul maut pada sebagian hamba-Nya– hal itu akan memupus anggapan bahwa dahsyatnya sakaratul maut yang dirasakan dan dialami oleh mayit itu benar-benar terjadi –selain pada orang syahid yang terbunuh di medan jihad–, karena adanya berita dari para nabi ‘alaihimussalam tentang perkara tersebut[1].

2. Kadang-kadang terlintas di dalam benak sebagian orang, para nabi adalah orang-orang yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana bisa mereka merasakan sakit dan pedihnya perkara ini? Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Kuasa untuk meringankan hal ini dari mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Adapun Kami sungguh telah meringankannya atasmu.”

Maka jawabannya adalah:

“Sesungguhnya orang yang paling dahsyat ujiannya di dunia adalah para nabi, kemudian yang seperti mereka, kemudian yang seperti mereka.”[2]

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menguji mereka untuk menyempurnakan keutamaan-keutamaan serta untuk meninggikan derajat mereka di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu bukanlah kekurangan bagi mereka dan bukan pula azab. (At-Tadzkirah, hal. 25-26)

 

Malaikat yang Bertugas Mencabut Ruh

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaan yang sempurna menciptakan malakul maut (malaikat pencabut nyawa) yang diberi tugas untuk mencabut ruh-ruh, dan dia memiliki para pembantu sebagaimana firman-Nya:

“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu’ kemudian hanya kepada Rabbmulah kamu akan dikembalikan.” (As-Sajdah: 11)

Asy-Syaikh Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari berkata: “Malakul maut adalah satu malaikat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri tugas untuk mencabut arwah hamba-hamba-Nya. Namun tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa nama malaikat itu adalah Izrail. Nama ini tidak ada dalam Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga tidak ada di dalam Sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menamainya malakul maut, sebagaimana firman-Nya:

“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu’.” (As-Sajdah: 11)

Ibnu Abil Izzi Al-Hanafi rahimahullahu berkata: “Ayat ini tidak bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (Al-An’am: 61-62)

Karena malakul maut yang bertugas mencabut ruh dan mengeluarkan dari jasadnya, sementara para malaikat rahmat atau para malaikat azab (yang membantunya) yang bertugas membawa ruh tersebut setelah keluar dari jasad. Semua ini terjadi dengan takdir dan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, (maka penyandaran itu sesuai dengan makna dan wewenangnya).” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 602)

______________________________

Footnote :
1. Beliau mengisyaratkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Orang yang mati syahid tidaklah mendapati sakitnya kematian kecuali seperti seseorang yang merasakan sakitnya cubitan atau sengatan.” (HR. At-Tirmidzi)
 2. Lihat Ash-Shahihah no. 143

 

Sumber : Dahsyatnya Sakaratul Maut (Majalah Asy-Syariah, Kajian Utama edisi 51),  ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)

Proses Keluarnya Ruh dari Jasad Manusia

 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan proses keluarnya ruh dari jasad dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu yang panjang, yang diriwayatkan Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Imam Ahmad, dan Al-Hakim. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu menyebutkan hadits ini dalam Ash-Shahihul Musnad.

1. Keluarnya ruh seorang mukmin dan kabar gembira baginya.

“Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin apabila akan meninggal dunia, maka para malaikat rahmat turun kepadanya, wajahnya seakan-akan matahari yang bersinar, membawa kain kafan dan wangi-wangian dari jannah (surga). Mereka duduk di tempat sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malakul maut r hingga duduk di samping kepalanya, lalu berkata: ‘Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau menuju ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keridhaan-nya.’ Maka ruh tersebut keluar dari jasadnya seperti tetesan air yang mengalir dari bibir tempat air minum. Malakul maut pun mengambil ruh yang sudah keluar dari jasadnya itu. Tiba-tiba para malaikat rahmat yang menunggu tidak membiarkan ruh tersebut berada di tangannya sekejap mata pun. Mereka segera mengambil dan menaruhnya di dalam kafan dan wangi-wangian tersebut, dan keluarlah bau wangi misik yang paling harum yang dijumpai di muka bumi.”

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para malaikat-Nya untuk memberi kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan istiqamah di atas agama yang sempurna ketika menghadapi sakaratul maut. Ini adalah bukti kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rabb kami ialah Allah’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 30-32)

Ayat-ayat ini adalah berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa, bahwa para malaikat akan turun kepada mereka ketika mereka menghadapi maut, juga di dalam kubur mereka, serta ketika mereka dibangkitkan darinya. Para malaikat memberi jaminan keamanan kepada mereka atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka juga memberikan kabar gembira agar orang-orang beriman tidak takut terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat, tidak bersedih terhadap perkara dunia yang mereka tinggalkan, seperti anak, keluarga, dan harta. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala yang akan mengurus dan menanggung mereka semua. Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada orang-orang beriman dengan hilangnya berbagai kejelekan dan didapatkannya berbagai kebaikan. (Tafsir Ibnu Katsir)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa senang bertemu dengan Allah, maka Allah senang bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak suka bertemu dengan Allah maka Allah juga tidak suka bertemu dengannya.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahai Nabi Allah, benci terhadap kematian? Kita semua membenci kematian.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Bukan seperti itu. Seorang mukmin apabila diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhaan, dan surga-Nya, maka dia akan senang bertemu dengan Allah, sehingga Allah pun senang bertemu dengannya. Sedangkan orang kafir apabila diberi kabar gembira dengan azab Allah dan kemurkaan-Nya maka dia akan benci bertemu dengan Allah dan Allah pun benci bertemu dengannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

 

2. Keluarnya ruh seorang kafir dan azab terhadapnya

“Apabila seorang hamba yang kafir akan meninggal dunia, turunlah malaikat azab dari langit. Wajah-wajahnya hitam dan seram. Mereka membawa kain yang kasar dan jelek. Mereka duduk di tempat sejauh mata memandang. Lalu datanglah malakul maut hingga dia duduk di samping kepalanya. Kemudian dia berkata: ‘Wahai jiwa yang jelek, keluarlah menuju kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemarahan-Nya.’ Maka ruh tersebut bergetar di seluruh tubuhnya, kemudian malakul maut mencabutnya sebagaimana dicabutnya besi alat pemanggang dari bulu-bulu yang basah. Dia kemudian mengambil ruh tersebut. Para malaikat yang menunggu tadi tidak membiarkannya di tangannya sekejap mata pun, sampai mereka mengambil dan meletakkannya di kain yang kasar lagi jelek tadi. Keluarlah darinya bau seperti bau bangkai yang paling busuk yang ditemukan di muka bumi.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para malaikat-Nya untuk memberi kabar gembira berupa kemurkaan dan azab-Nya, sehingga ruh-ruh mereka enggan untuk keluar dari jasadnya. Maka para malaikat pun memukul wajah dan punggungnya, sampai ruhnya keluar dari jasadnya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al-An’am: 93)

“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar’, (tentulah kamu akan merasa ngeri). Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya.” (Al-Anfal: 50-51)

Sakaratul Maut Adalah Penghapus Dosa Seorang Mukmin
Dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah menimpa seorang muslim suatu rasa capek, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, duka cita, sampaipun sebuah duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghapus dosa-dosanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji seorang hamba yang muslim dengan suatu ujian pada badannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Tulislah baginya amalan shalih yang biasa dia lakukan.’ Apabila Allah menyembuhkannya maka Dia telah mencuci dan membersihkannya (dari dosanya). Namun apabila Allah mencabut ruhnya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan akan merahmatinya.” (HR. Ahmad, dikatakan oleh Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu: “Hadits ini shahih, perawinya adalah para perawi kitab-kitab Shahih.”)

 

Sumber :
Proses Keluarnya Jasad dari Ruh
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Majalah Asy-Syariah,  (Kajian Utama edisi 51)

Godaan Setan Saat Manusia Menghadapi Sakaratul Maut

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmah dan keadilan-Nya menjadikan setan dari golongan jin dan manusia sebagai musuh bagi hamba-Nya. Permusuhan itu tidak berhenti sampai ajal datang kepada hamba tersebut. Setan pun terus berusaha menyesatkan sehingga seorang hamba akan mati dalam keadaan kafir.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Iblis menjawab: Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)’.” (Al-A’raf: 16-17)

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am: 112)

Hal inilah yang menjadikan kita sadar dan hati-hati dalam mencari lingkungan serta teman bagi kita dan keluarga kita. Lebih-lebih tatkala dalam keadaan sakit atau menghadapi kematian. Karena setan dari golongan jin dan manusia terus bekerja sama dan saling membantu untuk menyesatkan hamba sehingga dia menjadi penghuni neraka jahannam.

Namun sebaliknya, teman dan lingkungan yang baik akan mengajak serta mendorongnya untuk berbuat kebaikan dan istiqamah di atasnya. Oleh karena itu, perhatikanlah kisah berikut.

Dari Ibnul Musayyab rahimahullahu, dari bapaknya radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Abu Thalib menghadapi kematian, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemuinya. Ketika itu Abu Jahal ada di sampingnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Wahai paman, ucapkan Laa ilaha illallah, sebuah kalimat yang aku akan jadikan sebagai hujjah untuk membelamu di hadapan Allah.” Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: “Wahai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Muththalib?” Terus-menerus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membujuknya untuk mengucapkannya. Namun mereka berdua (Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah) juga mengulang-ulang ucapan mereka. Hingga Musayyab berkata: “Abu Thalib mati di atas agama Abdul Muththalib.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: Seorang anak Yahudi yang membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sakit. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menjenguknya. Beliau duduk di samping kepalanya. Beliau menawarkan kepadanya untuk masuk Islam. Beliau berkata: “Masuk Islamlah.” Anak itu lalu memandang kepada bapaknya yang berada di sampingnya. Bapaknya lalu berkata: “Taatilah Abul Qasim (Rasulullah).” Maka dia pun masuk Islam lalu meninggal dunia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu keluar sambil berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka dengan perantaraanku.” (Muttafaqun ‘alaih)

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hanyalah amalan-amalan itu tergantung dengan akhirnya.” (HR. Al-Bukhari dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu)

 

Tidak Ada yang Selamat Kecuali Orang yang Diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Karena dahsyatnya berbagai ujian dan cobaan yang dihadapi masing-masing hamba, maka tidak mungkin bisa selamat dan berhasil melaluinya kecuali orang yang diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Bersabarlah (wahai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (An-Nahl: 127)

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amalan seseorang tidak akan memasukkan dirinya ke dalam jannah.” Mereka bertanya: “Tidak pula engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak pula aku. Hanya saja Allah Subhanahu wa Ta’ala telah meliputiku dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sebagai penutup, kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Ali ‘Imran: 8)

“Wahai Dzat Yang membolak-balikkan qalbu, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. At-Tirmidzi, lihat Shahih Al-Jami’, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Shahih”)

 

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin

 

Sumber : Proses Keluarnya Jasad dari Ruh,  (ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan),   Majalah Asy-Syariah,  (Kajian Utama edisi 51)

Alam Barzakh, Azab Kubur Yang Menakutkan atau Nikmat Kubur Yang Menyenangkan?

 

Allah Subhanahu Wa Ta’ala di awal surat Al-Baqarah menyebutkan sifat hamba-hamba-Nya yang bertakwa bahwa mereka beriman kepada yang ghaib serta memiliki amalan-amalan yang nampak maupun tidak nampak. Karena kata takwa mencakup semua hal itu. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib.” (Al-Baqarah: 3)

Karena, hakikat iman itu adalah pembenaran secara total terhadap segala yang diberitakan oleh para rasul (dalam perkara yang ghaib) yang mengandung konsekuensi ketaatan seluruh anggota tubuh. Sehingga bukanlah termasuk iman yang benar, keyakinan terhadap hal-hal yang hanya bisa disaksikan oleh panca indera saja. Karena tidak akan terbedakan antara yang mukmin dan yang kafir dalam perkara tersebut. Hanya saja permasalahan iman itu ialah terhadap perkara ghaib, yang kita tidak bisa melihat dan merasakannya dengan panca indera yang lainnya.

Kita beriman terhadap yang ghaib itu hanyalah karena adanya berita dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wasalam semata. Inilah iman yang akan membedakan antara orang yang mukmin dengan orang kafir. Sehingga, seorang mukmin akan beriman kepada seluruh perkara yang diberitakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wasalam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sama saja baginya, apakah dia mampu mengetahuinya dengan panca inderanya atau tidak. Sama saja baginya, apakah akalnya mampu menjangkaunya atau tidak. Sikap seorang mukmin yang demikian ini berbeda dengan sikap orang-orang zindiq (munafik) yang mendustakan perkara-perkara ghaib karena telah rusak akalnya. Mereka mendustakan perkara-perkara ghaib tersebut karena akalnya tidak mampu menjangkaunya. Rusaklah akalnya dan kacaulah pemikirannya. Sedangkan akal seorang mukmin menjadi bersih dan suci dengan bimbingan wahyu ilahi.

Termasuk beriman dengan perkara ghaib adalah beriman dengan seluruh perkara yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wasalam beritakan berupa berbagai peristiwa yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Demikian pula hal-hal yang akan terjadi di akhirat nanti. (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 40)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahumullah berkata: “Termasuk beriman kepada hari akhir adalah beriman dengan seluruh perkara yang Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam beritakan berupa hal-hal yang akan terjadi setelah kematian. Sehingga, Ahlus Sunnah beriman kepada adanya fitnah (ujian pertanyaan) di kubur dan azab kubur.”

 

Dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang Azab Kubur

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan adanya azab kubur dari Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Ghafir: 45-46)

Ibnu Katsir t berkata: “Ayat ini adalah dalil yang paling kuat bagi Ahlus Sunnah untuk menetapkan adanya azab kubur, yaitu firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)

Yakni, diperlihatkan kepada mereka neraka di pagi dan sore hari.

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Ath-Thur: 45-47)

Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi t berkata: “Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini, kemungkinan yang dimaksud adalah mereka diazab di dunia dengan dimatikan atau yang lainnya. Kemungkinan (yang kedua) mereka diazab di alam barzakh. Makna yang kedua ini yang lebih nampak jelas, karena kebanyakan mereka mati dalam keadaan belum diazab di dunia. Atau kemungkinan (ketiga) maksudnya adalah umum, yaitu azab di dunia dan di akhirat (termasuk azab kubur).” (Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 612-613)

3. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (At-Taubah: 101)

Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami t berkata: “Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu, Abu Malik, Ibnu Juraid, Al-Hasan Al-Bashri, Sa’id, Qatadah, dan Ibnu Ishaq rahimahumullah, mereka mengatakan (yang kesimpulannya) bahwa yang dimaksudkan dengan ayat tersebut adalah azab di dunia dan azab di kubur. Kemudian mereka dikembalikan ke azab yang besar yaitu neraka jahannam.” (Ma’arijul Qabul, 2/719)

4. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar (di akhirat). Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (As-Sajdah: 21)

Al-Imam Ibnu Katsir t berkata: “Al-Bara’ bin ‘Azib, Mujahid, dan Abu Ubaidah berkata bahwa yang dimaksud adalah azab kubur.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/405)

 

Dalil-dalil dari As-Sunnah

Asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami t berkata: “Dalil-dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan adanya azab kubur sungguh telah mencapai derajat mutawatir, karena para imam As-Sunnah, para periwayat hadits dan para pakarnya (kritikus, penelitinya) dari sejumlah besar  kalangan sahabat (telah meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam). Di antaranya Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Al-Bara’ bin Azib, Umar bin Al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Aisyah, dll g. (Ma’arijul Qabul, 2/721)

1. Dari Anas bin Malik radiyallahu anhu, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam, beliau bersabda;

“Dan aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.”  (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat Muslim, dari Anas z bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Kalau kalian tidak saling menguburkan (jenazah), sungguh aku akan meminta kepada Allah agar memperdengarkan sebagian azab kubur yang aku dengar kepada kalian.”

2. Dari Ibnu Abbas radiyallahu anhu, dia berkata:

Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam melewati dua kuburan. Beliau Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda: “Sesungguhnya keduanya sedang diazab, dan tidaklah keduanya diazab disebabkan suatu perkara yang besar (menurut kalian). Salah satunya tidak menjaga diri dari percikan air kencing, sedangkan yang lain suka mengadu domba antara manusia.” Beliau lalu mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah, kemudian beliau belah menjadi dua bagian dan beliau tancapkan satu bagian pada masing-masing kuburan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini?” Beliau menjawab: “Mudah-mudahan diringankan azab tersebut dari keduanya selama pelepah kurma itu belum kering.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Dari Aisyah radiyallahu anha, dia berkata:

Aku masuk kepada seorang wanita Yahudi, kemudian dia menceritakan azab kubur, maka aku mendustakannya. Kemudian Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam masuk kepadaku, aku pun menceritakan kejadian itu kepada beliau. Beliau Shalallahu Alaihi Wasalam lalu bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh mereka akan diazab di kubur mereka, sehingga hewan-hewan pun mendengarkan jeritan-jeritan mereka.” (HR. Muslim)

 

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam Berlindung Dari Azab Kubur

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam berlindung dari azab kubur dan memerintahkan umatnya untuk berlindung darinya. Dari Aisyah radiyallahu anha, dia bertanya kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam tentang azab kubur, maka beliau menjawab:

“Ya. Azab kubur itu benar adanya.” Aisyah radiyallahu anha berkata: “Setelah kejadian tersebut, aku tidak pernah melihat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam melakukan shalat kecuali berlindung dari azab kubur.” (HR. Al-Bukhari no. 1049)

Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Apabila salah seorang kalian bertasyahud, hendaklah dia meminta perlindungan dari empat perkara, hendaknya dia berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka jahannam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejelekan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat lain di Shahih Muslim:

“Apabila dia selesai dari tasyahud akhir….”

Dari Ibnu Abbas radiyallahu anhu:

“Bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam mengajarkan doa ini kepada mereka (para sahabat) sebagaimana Beliau Shalallahu Alaihi Wasalam mengajarkan sebuah surat dari Al-Qur’an.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i

 

Sumber : Majalah Asy-Syariah edisi 51, Alam Barzakh, Azab Kubur Yang Menakutkan atau Nikmat Kubur Yang Menyenangkan?   (ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan )

Lima Jenis Siksa /Azab Kubur

 

1. Diperlihatkan neraka jahannam

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghafir: 46)

Dari Ibnu Umar c bahwasanya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian mati maka akan ditampakkan kepadanya calon tempat tinggalnya pada waktu pagi dan sore. Bila dia termasuk calon penghuni surga, maka ditampakkan kepadanya surga. Bila dia termasuk calon penghuni neraka maka ditampakkan kepadanya neraka, dikatakan kepadanya: ‘Ini calon tempat tinggalmu, hingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membangkitkanmu pada hari kiamat’.” (Muttafaqun ‘alaih)

 

2. Dipukul dengan palu dari besi

Dari Anas radiyallahu anhu, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam:

Adapun orang kafir atau munafik, maka kedua malaikat tersebut bertanya kepadanya: “Apa jawabanmu tentang orang ini (Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam)?” Dia mengatakan: “Aku tidak tahu. Aku mengatakan apa yang dikatakan orang-orang.” Maka kedua malaikat itu mengatakan: “Engkau tidak tahu?! Engkau tidak membaca?!” Kemudian ia dipukul dengan palu dari besi, tepat di wajahnya. Dia lalu menjerit dengan jeritan yang sangat keras yang didengar seluruh penduduk bumi, kecuali dua golongan: jin dan manusia.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Disempitkan kuburnya, sampai tulang-tulang rusuknya saling bersilangan, dan didatangi teman yang buruk wajahnya dan busuk baunya.

Dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib z yang panjang, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam menceritakan tentang orang kafir setelah mati:

“Gelarkanlah untuknya alas tidur dari api neraka, dan bukakanlah untuknya sebuah pintu ke neraka. Maka panas dan uap panasnya mengenainya. Lalu disempitkan kuburnya sampai tulang-tulang rusuknya berimpitan. Kemudian datanglah kepadanya seseorang yang jelek wajahnya, jelek pakaiannya, dan busuk baunya. Dia berkata: ‘Bergembiralah engkau dengan perkara yang akan menyiksamu. Inilah hari yang dahulu engkau dijanjikan dengannya (di dunia).’ Maka dia bertanya: ‘Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan kejelekan.’ Dia menjawab: ‘Aku adalah amalanmu yang jelek.’ Maka dia berkata: ‘Wahai Rabbku, jangan engkau datangkan hari kiamat’.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

 

4. Dirobek-robek mulutnya, dimasukkan ke dalam tanur yang dibakar, dipecah kepalanya di atas batu, ada pula yang disiksa di sungai darah, bila mau keluar dari sungai itu dilempari batu pada mulutnya.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam berkata kepada Jibril dan Mikail e sebagaimana disebutkan dalam hadits yang panjang:

“Beritahukanlah kepadaku tentang apa yang aku lihat.” Keduanya menjawab: “Ya. Adapun orang yang engkau lihat dirobek mulutnya, dia adalah pendusta. Dia berbicara dengan kedustaan lalu kedustaan itu dinukil darinya sampai tersebar luas. Maka dia disiksa dengan siksaan tersebut hingga hari kiamat. Adapun orang yang engkau lihat dipecah kepalanya, dia adalah orang yang telah Allah ajari Al-Qur’an, namun dia tidur malam (dan tidak bangun untuk shalat malam). Pada siang hari pun dia tidak mengamalkannya. Maka dia disiksa dengan siksaan itu hingga hari kiamat. Adapun yang engkau lihat orang yang disiksa dalam tanur, mereka adalah pezina. Adapun orang yang engkau lihat di sungai darah, dia adalah orang yang makan harta dari hasil riba.” (HR. Al-Bukhari no. 1386 dari Jundub bin Samurah z)

 

5. Dicabik-cabik ular-ular yang besar dan ganas

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Tiba-tiba aku melihat para wanita yang payudara-payudara mereka dicabik-cabik ular yang ganas. Maka aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i)’.” (HR. Al-Hakim. Asy-Syaikh Muqbil t dalam Al-Jami’ush Shahih berkata: “Ini hadits shahih dari Abu Umamah Al-Bahili z.”)

Sumber :  Macam-macam Azab Kubur,  (ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan),  Majalah Asy-Syariah,  (Kajian Utama edisi 51)

Sebab-sebab Seorang Manusia Mendapatkan Siksa/Azab Kubur

 

Banyak sekali hal-hal yang menyebabkan seseorang mendapatkan azab kubur. Sampai-sampai Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Ar-Ruh menyatakan: “Secara umum, mereka diazab karena kejahilan (kebodohan, red) mereka tentang Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan karena perbuatan mereka melanggar larangan-Nya. Maka, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengazab ruh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya.

Demikian juga, Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak akan mengazab satu badan pun yang ruh tersebut memiliki ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah) selama-lamanya. Sesungguhnya azab kubur dan azab akhirat adalah akibat kemarahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan kemurkaan-Nya terhadap hamba-Nya. Maka barangsiapa yang menjadikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala marah dan murka di dunia ini, lalu dia tidak bertaubat dan mati dalam keadaan demikian, niscaya dia akan mendapatkan azab di alam barzakh sesuai dengan kemarahan dan kemurkaan-Nya.” (Ar-Ruh hal. 115)

 

Di antara sebab-sebab azab kubur secara terperinci adalah sebagai berikut:

 

1.Kekafiran dan kesyirikan.

Sebagaimana azab yang menimpa Fir’aun dan bala tentaranya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Ghafir: 45-46)

 

2. Kemunafikan

 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Di antara orang-orang Arab Badui yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (At-Taubah: 101)

 

3. Tidak menjaga diri dari air kencing dan mengadu domba

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam melewati dua kuburan. Beliau Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda: “Sesungguhnya keduanya sedang diazab, dan tidaklah keduanya diazab disebabkan suatu perkara yang besar (menurut kalian). Salah satunya tidak menjaga diri dari percikan air kencing, sedangkan yang lain suka mengadu domba antara manusia.” Beliau lalu mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah, kemudian beliau belah menjadi dua bagian dan beliau tancapkan satu bagian pada masing-masing kuburan. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini?” Beliau menjawab: “Mudah-mudahan diringankan azab tersebut dari keduanya selama pelepah kurma itu belum kering.” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Abbas c)

 

4. Ghibah

Dari Anas bin Malik radiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Tatkala Rabbku memi’rajkanku (menaikkan ke langit), aku melewati beberapa kaum yang memiliki kuku dari tembaga, dalam keadaan mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka dengan kukunya. Maka aku bertanya: ‘Siapakah mereka ini wahai Jibril?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging (suka mengghibah) dan menjatuhkan kehormatan manusia’.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 533. Hadits ini juga dicantumkan dalam Ash-Shahihul Musnad karya Asy-Syaikh Muqbil t)

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali t menyatakan: “Sebagian ulama menyebutkan rahasia dikhususkannya (penyebab azab kubur) air kencing, namimah (adu domba), dan ghibah (menggunjing). Rahasianya adalah bahwa alam kubur itu adalah tahap awal alam akhirat. Di dalamnya terdapat beberapa contoh yang akan terjadi pada hari kiamat, seperti siksaan ataupun balasan yang baik. Sedangkan perbuatan maksiat yang akan disiksa karenanya ada dua macam: terkait dengan hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan terkait dengan hak hamba. Hak-hak Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang pertama kali akan diselesaikan pada hari kiamat adalah shalat, sedangkan yang terkait dengan hak-hak hamba adalah darah.

Adapun di alam barzakh, yang akan diputuskan adalah pintu-pintu dari kedua hak ini dan perantaranya. Maka, syarat sahnya shalat adalah bersuci dari hadats dan najis. Sedangkan pintu tumpahnya darah adalah namimah (adu domba) dan menjatuhkan kehormatan orang lain. Keduanya adalah dua jenis perkara menyakitkan yang paling ringan, maka diawali di alam barzakh dengan evaluasi serta siksaan karena keduanya.” (Ahwalul Qubur hal. 89)

 

5. Niyahah (meratapi jenazah)

Dari Ibnu Umar c, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam, beliau bersabda:

“Sesungguhnya mayit itu akan diazab karena ratapan keluarganya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim:

“Mayit itu akan diazab di kuburnya dengan sebab ratapan atasnya.”

Jumhur ulama berpendapat, hadits ini dibawa kepada pemahaman bahwa mayit yang ditimpa azab karena ratapan keluarganya adalah orang yang berwasiat supaya diratapi, atau dia tidak berwasiat untuk tidak diratapi padahal dia tahu bahwa kebiasaan mereka adalah meratapi orang mati. Oleh karena itu Abdullah ibnul Mubarak t berkata: “Apabila dia telah melarang mereka (keluarganya) meratapi ketika dia hidup, lalu mereka melakukannya setelah kematiannya, maka dia tidak akan ditimpa azab sedikit pun.” (Umdatul Qari’, 4/78)

Azab di sini menurut mereka maknanya adalah hukuman. (Ahkamul Jana’iradiyallahu anhu, hal. 41)

Selain sebab-sebab di atas, ada beberapa hal lain yang telah disebutkan dalam pembahasan Macam-macam Azab Kubur.

 

Apakah Azab Kubur itu Terus-Menerus?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t berkata: “Jawaban terhadap pertanyaan ini:

1. Azab kubur bagi orang-orang kafir terjadi terus-menerus dan tidak mungkin terputus karena mereka memang berhak menerimanya. Seandainya azab tersebut terputus atau berhenti, maka kesempatan ini menjadi waktu istirahat bagi mereka. Padahal mereka bukanlah orang-orang yang berhak mendapatkan hal itu. Maka, mereka adalah golongan orang-orang yang terus-menerus dalam azab kubur sampai datangnya hari kiamat, walaupun panjang masanya.

2. Orang-orang beriman yang berbuat maksiat, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengazab mereka dengan sebab dosa-dosanya. Di antara mereka ada yang diazab terus-menerus, ada pula yang tidak. Ada yang panjang masanya, ada pula yang tidak, tergantung dosa-dosanya serta ampunan Allah subhanahu wata’ala.” (Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, 2/123

 

 

 

 

Sumber :
Sebab-sebab Mendapatkan Azab Kubur
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Majalah Asy-Syariah,  (Kajian Utama edisi 51)

Amalan yang Dapat Menyelamatkan Manusia dari Azab Kubur

 

Setelah memberitahukan dahsyatnya azab kubur dan sebab-sebab yang akan menyeret ke dalamnya, baik melalui firman-Nya ataupun melalui lisan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam yang mulia, dengan rahmat dan keutamaan-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga memberitahukan amalan-amalan yang akan menyelamatkan dari azab kubur tersebut.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Sebab-sebab yang akan menyelamatkan seseorang dari azab kubur terbagi menjadi dua:

1. Sebab-sebab Umum

Yaitu dengan menjauhi seluruh sebab yang akan menjerumuskan ke dalam azab kubur sebagaimana yang telah disebutkan.

Sebab yang paling bermanfaat adalah seorang hamba duduk beberapa saat sebelum tidur untuk mengevaluasi dirinya: apa yang telah dia lakukan, baik perkara yang merugikan maupun yang menguntungkan pada hari itu. Lalu dia senantiasa memperbarui taubatnya yang nasuha antara dirinya dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sehingga dia tidur dalam keadaan bertaubat dan berkemauan keras untuk tidak mengulanginya bila nanti bangun dari tidurnya. Dia lakukan itu setiap malam. Maka, apabila dia mati (ketika tidurnya itu), dia mati di atas taubat. Apabila dia bangun, dia bangun tidur dalam keadaan siap untuk beramal dengan senang hati, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala menunda ajalnya hingga dia menghadap Rabbnya dan berhasil mendapatkan segala sesuatu yang terluput. Tidak ada perkara yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada taubat ini. Terlebih lagi bila dia berzikir setelah itu dan melakukan sunnah-sunnah yang datang dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam ketika dia hendak tidur sampai benar-benar tertidur. Maka, barangsiapa yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kehendaki kebaikan baginya, niscaya Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan berikan hidayah taufik untuk melakukan hal itu. Dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

 

2. Sebab-sebab Khusus

Di antaranya:

- Ribath (berjaga di pos perbatasan wilayah kaum muslimin) siang dan malam.

Dari Fadhalah bin Ubaid radiyallahu anhu, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Setiap orang yang mati akan diakhiri/diputus amalannya, kecuali orang yang mati dalam keadaan ribath di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Amalannya akan dikembangkan sampai datang hari kiamat dan akan diselamatkan dari fitnah kubur.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)

- Mati syahid

Dari Ubadah bin Ash-Shamit radiyallahu anhu, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam:

“Orang yang mati syahid akan mendapatkan enam keutamaan di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala: diampuni dosa-dosanya dari awal tertumpahkan darahnya, akan melihat calon tempat tinggalnya di surga, akan diselamatkan dari azab kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang sangat besar, diberi hiasan dengan hiasan iman, dinikahkan dengan bidadari, dan akan diberi kemampuan untuk memberi syafaat kepada 70 orang kerabatnya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah. Al-Albani berkata dalam Ahkamul Jana’iz bahwa sanadnya hasan)

- Mati pada malam Jumat atau siang harinya.

 

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash c, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam, beliau bersabda:

“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malamnya, kecuali Allah akan melindunginya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad dan Al-Fasawi. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Ahkamul Jana’iz bahwa hadits ini dengan seluruh jalur-jalurnya hasan atau shahih)

- Membaca surat Al-Mulk

Dari Ibnu Abbas radiyallahuanhu, Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Dia (surat Al-Mulk) adalah penghalang, dia adalah penyelamat yang akan menyelamatkan pembacanya dari azab kubur.” (HR. At-Tirmidzi, lihat Ash-Shahihah no. 1140) [dinukil dari Ar-Ruh dengan sedikit perubahan]

- Doa , yaitu sebagaimana yang telah lalu, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam berdoa untuk berlindung dari azab kubur dan memerintahkan umatnya untuk berlindung darinya.

 

Nikmat Kubur

Setelah mengetahui dan meyakini adanya azab kubur yang demikian mengerikan dan menakutkan, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, juga mengetahui macam-macamnya, penyebabnya, dan hal-hal yang akan menyelamatkan darinya, maka termasuk kesuksesan yang agung adalah selamat dari berbagai azab tersebut dan mendapatkan nikmat di dalamnya dengan rahmat-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata.” (Al-Jatsiyah: 30)

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Rabbku.’ Barangsiapa yang dijauhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata.” (Al-An’am: 15-16)

Adapun nikmat kubur, di antaranya apa yang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam beritakan dalam hadits Al-Bara’ rahimahullah yang panjang:

- mendapatkan ampunan dan keridhaan-Nya. Sebagaimana perkataan malakul maut kepada orang yang sedang menghadapi sakaratul maut:

“Wahai jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaan-Nya.”

- dikokohkan hatinya untuk menghadapi dan menjawab fitnah kubur.

 

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

- Digelarkan permadani, didandani dengan pakaian dari surga, dibukakan baginya pintu menuju surga, dilapangkan kuburnya, dan di dalamnya ditemani orang yang tampan wajahnya, bagus penampilannya, sebagaimana yang Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam kabarkan dalam hadits Al-Bara’ yang panjang:

“Maka gelarkanlah permadani dari surga, dandanilah ia dengan pakaian dari surga. Bukakanlah baginya sebuah pintu ke surga, maka sampailah kepadanya bau wangi dan keindahannya. Dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang, kemudian datang kepadanya seorang yang tampan wajahnya, bagus pakaiannya, wangi baunya. Lalu dia berkata: ‘Berbahagialah dengan perkara yang menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu kamu dijanjikan.’ Dia pun bertanya: ‘Siapa kamu? Wajahmu adalah wajah orang yang datang membawa kebaikan.’ Dia menjawab: ‘Aku adalah amalanmu yang shalih…” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala meneguhkan hati kita di atas kalimat tauhid hingga akhir hayat kita dan menyelamatkan kita dari berbagai fitnah (ujian) dunia dan fitnah kubur, serta memasukkan kita ke dalam jannah-Nya. Amin ya Rabbal ‘alamin

 

Sumber :
Amalan yang Menyelamatkan dari Azab Kubur  (ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan),  dalam Majalah Asy-Syariah,  (Kajian Utama edisi 51)

Perjalanan Ruh Setelah Manusia Meninggal Dunia

Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah, serta yang selainnya, telah meriwayatkan dari hadits Al-Baro’ bin ‘Azib, bahwa suatu ketika para sahabat berada di pekuburan Baqi’ul ghorqod. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi mereka. Beliau pun duduk. Sementara para sahabat duduk disekitarnya dengan tenang tanpa mengeluarkan suara, seakan-akan di atas kepala mereka ada burung.

Beliau sedang menanti penggalian kubur seorang yang baru saja meninggal.

Ini menunjukkan bahwa tatkala seorang hamba berada di pekuburan, dituntunkan kepadanya untuk bersikap tenang, diam, hening, dan tidak mengucapkan dzikir-dzikir dengan suara yang keras. Terlebih lagi berbicara mengenai urusan-urusan dunia yang fana. Dalam suasana yang seperti ini, hendaknya dia berpikir tentang kematian yang akan menimpa setiap manusia tanpa terkecuali. Sudahkah dia berbekal diri untuk menghadapinya. Ini membutuhkan perenungan yang dalam, sehingga melahirkan keimanan, ketakwaan, dan amal sholeh yang diterima disisi Allah.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kepalanya dan mengucapkan:

“Aku berlindung kepada Allah dari adzab kubur.”

Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Setelah itu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya bila seorang yang mukmin menghadap ke alam akhirat dan meninggalkan alam dunia, turun kepadanya sejumlah malaikat berwajah putih yang seolah-olah seperti matahari. Mereka membawa sebuah kain kafan dan minyak wangi dari surga. Mereka pun duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat pencabut nyawa dan duduk di dekat kepalanya. Malaikat pencabut nyawa berkata:

 

“Wahai jiwa yang baik, keluarlah engkau kepada keampunan dan keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Maka nyawanya keluar dan mengalir seperti air yang mengucur dari mulut wadah. Lalu malaikat pencabut nyawa mengambilnya. Nyawanya tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangan malaikat pencabut nyawa dan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah putih tadi. Kemudian mereka meletakkannya pada kain kafan dan minyak wangi surga yang telah mereka bawa. Maka nyawanya mengeluarkan aroma minyak wangi misik yang paling terbaik di muka bumi. Lalu mereka menyertainya untuk naik ke langit. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya: “Siapakah nyawa yang baik ini?” Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan”, dan disebutkan namanya yang paling terbaik ketika mereka memanggilnya di dunia.

 

Tatkala mereka telah sampai membawanya kelangit, mereka meminta agar pintu langit dibukakan untuknya. Maka dari setiap langit dia diiringi oleh para penjaganya sampai ke langit berikutnya. Demikianlah yang akan terjadi hingga dia sampai ke langit yang disana ada Allah. Maka Allah berfirman:

“Catatlah oleh kalian bahwa hambaku (ini) berada di surga ‘illiyyin, dan (sekarang) kembalikanlah dia ke muka bumi. Sungguh darinya Aku telah menciptakan mereka, dan padanya Aku akan mengembalikan mereka, serta darinya pula Aku akan mengeluarkan mereka sekali lagi”.

 

Kemudian nyawanya dikembalikan ke dalam jasadnya. Lalu datanglah dua orang malaikat kepadanya. Keduanya bertanya, siapa Rabbmu? Maka dia menjawab, Rabbku adalah Allah. Keduanya kembali bertanya, apa agamamu? Maka dia menjawab, agamaku adalah islam. Keduanya kembali bertanya, siapa orang yang telah diutus di tengah kalian ini? Maka dia menjawab, beliau adalah utusan Allah. Keduanya kembali bertanya, siapakah yang telah mengajarimu? Maka dia menjawab, aku membaca kitab Allah, beriman kepadanya dan membenarkannya.

 

Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Hambaku ini telah benar. Bentangkanlah untuknya permadani dari surga dan bukakanlah sebuah pintu ke surga”.

Maka harum wangi surga pun menerpanya dan kuburnya diperluas sejauh mata memandang. Lalu datang kepadanya seorang yang bagus wajahnya, pakainnya, dan harum wanginya. Orang itu berkata, bergembiralah dengan segala yang akan menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan. Maka si mukmin bertanya kepadanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang sholih.” Lalu si mukmin berkata, “Wahai Rabbku! Segerakanlah hari kiamat agar aku kembali kepada keluarga dan hartaku”.

 

Selanjutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

“Adapun bila seorang yang kafir meninggalkan alam dunia dan menghadap ke alam akhirat, turun kepadanya dari langit sejumlah malaikat yang berwajah hitam legam. Mereka membawa sebuah kain kafan yang buruk dan kasar. Mereka pun duduk di dekatnya sejauh mata memandang. Lalu datanglah malaikat pencabut nyawa dan duduk di dekat kepalanya. Malaikat pencabut nyawa berkata,

 

“Wahai jiwa yang buruk, keluarlah engkau kepada kemurkaan dan kemarahan Allah”.

 

Maka nyawanya tercerai berai di dalam jasadnya. Kemudian malaikat pencabut nyawa merenggut nyawanya seperti mencabut besi pemanggang daging dari bulu domba yang basah. Setelah malaikat pencabut nyawa mengambilnya, tidak dibiarkan sekejap mata pun berada di tangannya dan segera diambil oleh para malaikat yang berwajah hitam legam tadi. Lalu mereka meletakkannya pada kain kafan (yang telah mereka bawa) itu. Sehingga keluarlah dari nyawanya seperti bau yang sangat busuk di atas muka bumi.

Kemudian mereka naik bersamanya. Tidaklah mereka melewati sekumpulan malaikat melainkan para malaikat itu akan bertanya, siapakah nyawa yang buruk ini? Mereka menjawab: “Ini adalah Fulan bin Fulan” dan disebutkan namanya yang paling terburuk ketika mereka memanggilnya di dunia.

 

Kemudian mereka membawanya naik sampai ke langit dunia dan dimintakan agar pintu langit di bukakan untuknya. Namun pintu langit tidak dibukakan untuknya”.

 

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat yang berbunyi,

 

“Tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga sampai onta bisa masuk ke dalam lubang jarum.” (QS. Al-A’rof: 40)

 

Selanjutnya Allah Azza wa jalla berfirman,

 

“Catatlah oleh kalian bahwa ketetapannya berada di (neraka) Sijjiin, di bumi yang paling bawah”.

 

Setelah itu, nyawanya benar-benar dilemparkan.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat yang berbunyi,

 

“Barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah, Maka dia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh”. (surat Al Hajj:ayat 31)

 

Demikianlah, nyawanya dikembalikan kedalam jasadnya. Maka dua orang malaikat mendatanginya lalu mendudukkannya. Keduanya bertanya, “Siapa Rabbmu?” Dia menjawab, “Hah.. hah..aku tidak tahu”. Keduanya kembali bertanya, “Siapa orang yang telah diutus ditengah kalian ini?” Dia menjawab, “Hah..hah..aku tidak tahu.”  Kemudian terdengarlah suara yang menyeru dari langit, “Dia telah berdusta, bentangkanlah untuknya permadani dari api neraka dan bukakanlah sebuah pintu ke neraka.” Sehingga hawa panas dan racun neraka pun menerpanya dan kuburnya dipersempit sampai tulang-tulang rusuknya saling bergeser. Lalu datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya, pakainnya, dan busuk baunya. Orang itu berkata, “Bergembiralah dengan segala yang akan memperburuk keadanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan.” Maka si kafir bertanya, “Siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa keburukan.” Dia pun menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk.” Lalu si kafir berkata, “Wahai Rabbbku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat”.

Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam kitabnya “Ahkamul Janaiz” (hal. 156-157) dan tahqiq beliau terhadap “Syarh Aqidah Thahawiyyah” (hal. 397-398).

Inilah keadaan seorang yang mukmin dan seorang yang kafir tatkala meninggalkan alam dunia dan masuk ke dalam alam akhirat yang dimulai dengan alam barzakh (alam kubur). Wallahu a’lam bi showab

Ketika manusia meninggalkan alam dunia bukan berarti urusannya telah selesai. Dia akan mengalami alam kedua yaitu alam barzakh (alam kubur). Alam ini merupakan pintu masuk ke dalam alam akhirat yang sesungguhnya. Disebut dengan alam barzakh, karena makna barzakh adalah penutup atau perantara bagi dua perkara. Maka alam barzakh adalah alam di antara alam dunia dan alam akhirat. Di alam barzakh, manusia akan mengalami berbagai masalah yang menandakan bahwa urusannya belum selesai dengan semata-mata meninggalkan alam dunia. Saat melewati alam barzakh, pertama kali yang akan dihadapinya adalah pertanyaan dua malaikat di dalam kuburnya, sebagaimana di dalam hadits Al Baro` bin ’Azib yang terdahulu. Maka keberhasilannya di alam barzakh, mendapat kebaikan atau keburukan, akan tergantung dengan kemampuannya dalam menjawab pertanyaan dua malaikat itu.

Perlu diingat, bahwa di alam barzakh, jasad manusia tidak akan mampu untuk menjawabnya. Yang akan menjawabnya adalah ruh dan jiwa manusia yang telah diisi saat di alam dunia dengan kebaikan atau keburukan. Adapun seorang yang mukmin niscaya akan dimudahkan oleh Allah untuk bisa menjawab pertanyaan kubur yaitu tentang siapa Rabmu, apa agamamu, dan siapa nabimu. Itulah yang Allah maksudkan dengan firman-Nya:

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Di dalam sebuah hadits yang shohih dari sahabat Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu , bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Seorang hamba yang muslim bila ditanya di dalam kuburnya, niscaya dia akan bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya muhammad adalah utusan Allah”.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Itulah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa seorang yang mukmin akan mampu mengucapkan dua kalimat syahadat “La ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah”, baik ketika di dunia maupun di akhirat.

Tatkala seorang hamba menghadapi pertanyaan dua malaikat ini, maka dia akan menjawabnya sesuai dengan amal perbuatannya sewaktu di dunia. Oleh sebab itu, seorang hamba yang berbuat dosa-dosa besar dan tidak bertaubat darinya, sangat mungkin disiksa oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam kuburnya, walaupun dia seorang yang mukmin.

Telah datang sebuah hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda:

“Orang-orang yang berada di dalam dua kubur ini, sungguh sedang disiksa. Dan tidaklah keduanya disiksa karena suatu masalah yang besar. Adapun salah satu dari keduanya, dahulu tidak mau menjaga diri dari air kencing. Sedangkan yang lain, dahulu biasa berjalan untuk mengadu domba”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan kepada kita sekalian bahwa dua orang yang disiksa di dalam kuburnya itu dikarenakan dosa-dosa besar. Berarti yang disiksa oleh Allah di alam kubur bukan karena kekafiran saja tetapi juga karena dosa-dosa besar.

Nasalullah salamah wal ‘afiah.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Beliau meletakkannya di masing-masing dua kubur ini dengan harapan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingan siksa keduanya, selama pelepah kurma itu masih basah dan belum kering.

Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga kita dimudahkan untuk menjawab pertanyaan kubur dan diselamatkan dari siksanya.

Wallahu a’lam bis shawab.

Sumber : Perjalanan Ruh Ketika Meninggalkan Dunia, oleh Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al-Maidani
http://alhujjah.wordpress.com/2008/01/15/perjalanan-ruh-ketika-meninggalkan-dunia/#comment-1378

Tidak ada komentar:

Posting Komentar