Kamis, 02 Februari 2012

aqiqoh


AQIQAH Sunnah Dilaksanakan Pada Hari ke-7 Usia Balita
AQIQAH-1
Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata aqqa yang artinya memotong atau membelah. Ada yang mengungkapkan bahwa aqiqah artinya rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Ada lagi mengartikan bahwa aqiqah ialah nama kambing yang disembelih untuk kepentingan bayi.

Hadits yang diriwayatkan dari Salman bin Amar Adh-Dhahabi:
Sesungguhnya bersama anak itu ada hak diaqiqahi, maka tumpahkanlah darah baginya (dengan menyembelih hewan) dan buanglah penyakit darinya (dengan mencukur rambutnya). (HR Bukhari)

Menurut Imam Ahmad (juga Al-Khatabi dan Ibnu Al-Qayyim) maksud dari kata-kata Anak-anak itu tergadai dengan aqiqahnya ialah bahwa pertumbuhan anak itu, baik badan maupun kecerdasan otaknya, atau pembelaannya terhadap ibu bapaknya pada hari kiamat akan tertahan jika ibu bapaknya tidak melaksanakan aqiqah baginya.
Ibnu Al-Qayyim menegaskan, bahwa aqiqah itu berfungsi untuk melepaskan bayi yang bersangkutan dari godaan setan.

Muslim yang sudah dewasa, sebagaimana dikataan KH Mustofa Bisri, hendaknya mengubah niatnya untuk melaksanakan Aqiqah menjadi niatan untuk bersyukur dan bersodaqoh. Sehingga aktifitasnya menghasilkan sebuah pahala dari Allah.

Buraidah berkata: Dahulu kami di masa jahiliyah apabila salah seorang diantara kami mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan melumuri kepalanya dengan darah kambing itu. Maka setelah Allah mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, mencukur (menggundul) kepala si bayi dan melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 107]

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang pada masa jahiliyah apabila mereka ber’aqiqah untuk seorang bayi, mereka melumuri kapas dengan darah ‘aqiqah, lalu ketika mencukur rambut si bayi mereka melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda, “Gantilah darah itu dengan minyak wangi”.[HR. Ibnu Hibban dengan tartib Ibnu Balban juz 12, hal. 124]


كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْـنَـةٌ بِـعَـقِـيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَـنْـهُ يَـوْمَ سَابِـعِـهِ وَيُـسَـمَّى فِيْـهِ وَيُـحْلَـقُ رَأْسُـهُ

كُلُّ   =saben saben
غُلاَمٍ  =anak kang dilahirake iku
رَهِيْنَةٌ =tergadai
بِـعَـقِـيْقَتِه  =( tebusan )kanthi di-aqiqohi
تُذْبَحُ  = sira sembelihake ( hewan sembelihan)
عَـنْـهُ  =sembelihane iku
يَـوْمَ  =dina
سَابِـعِـهِ =kepitu
وَيُـسَـمَّى  =lan diwenehi asma  ( jeneng)
فِيْـهِ  =ana ing dina kepitu
وَيُـحْلَـقُ  = lan dicukur
رَأْسُـهُ  =rambut ing sirahe
(Hadits Sahih Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).

Hadits lain tentang Aqiqah adalah:

قَلَتْ عَائِـشَةُ : عَقَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْحَـسَـنِ وَالْـحُسَيْنِ يَوْمَ السَابِـعِ

Aisyah berkata, “Rasulullah Saw pernah beraqiqah untuk Hasan dan Husein pada hari ketujuh…” (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi)


قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـعَـقِـيْقَتةُ تُـذْبَحُ لِسَـبْعٍ وَلِأَرْبَعَ عَشَرَةَ وَلِإِحْدَى وَعِشْرِيْنَ

Kata Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas , atau keduapuluh satunya. (HR. Baihaqi dan Thabrani)
Menurut para peneliti hadits, dalam riwayat Baihaqi dan Thabrani ini ada seorang rawi yang bernama Ismail bin Muslim yang dinilai lemah oleh imam Ahmad, Abu Zar’ah, dan Nasa’i.
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga, maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)

Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa menurut saya, wallahu ‘Alam.


Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:
* Tidak cacat.
* Tidak berpenyakit.
* Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
* warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.

Persyaratan tersebut sesungguhnya untuk melatih kita agar senantiasa memakan sesuatu yang terbaik, sesuai dengan firman Allah SWT:


$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ  
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.




Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan sebagiannya.


Pembagian daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi. Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang sudah matang. Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya, atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya. Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
BOLEH MENGHANCURKAN TULANGNYA [DAGING SEMBELIHAN AQIQAH]SEBAGAIMANA SEMEBLIHAN LAINNYA
Inilah kesepekatan para ulama, yakni boleh menghancurkan tulangnya, seperti ditegaskan Imam Malik dalam kitab“Al-Muwaththajilid 2 hal 502 /(2/502), krn tdk ada dalil yg melarang maupun yg menunjukkan makruhnya. Sedang menghancurkan tulang sembelihan sudah menjadi kebiasan disamping ada kebaikan juga, yaitu bisa diambil manfaat dari sumsum tersebut untuk dimakan.

ORANG YANG AQIQAH BOLEH MEMAKAN, BERSEDEKAH, MEMBERI MAKAN, DAN MENGHADIAHKAN DAGING SEMEBELIHANNYA, TETAPI YANG LEBIH UTAMA JIKA SEMUA DIAMALKAN
Imam Ibnu Qayyim rahimahulloh dalam kitab “Tuhfathul Maudud “ hal.48-49, berkata : “Karena tdk ada dalil dari Rasulullah tentang cara penggunaan atau pembagian daging maka kita kembali ke hokum asal, yaitu seseorang yg melaksanakan aqiqah boleh memakannya, memberi makan dgnnya, bersedekah dgn kpd orang fakir miskin atau menghadiahkan kpd teman-teman atau karib kerabat. Akan tetapi lebih utama kalau diamalkan semuanya, krn dgn demikian akan memuntuk senang teman-teman yg ikut menikmati daging tersebut, beruntuk baik kpd fakir miskin, dan akan memuat saling cinta antar sesama teman. Kita memohon taufiq dan kebenaran kpd Alloh Ta’ala. [lihat pula kitab Muwaththa (2/502) oleh Imam Malik].
Rangkaian Kegiatan Aqiqah:
1. Menamai anak:
Nama merupakan sarana yang mudah dan umum digunakan untuk mengenali seseorang dan memperlancar hubungan sosial. Namun demikian janganlah kita terjebak dengan suatu nama. Sebab, baik buruknya seseorang memang tidak terletak pada namanya semata, melainkan pada akhlak dan amal shalehnya.

Dalam pandangan agama, nama juga berfungsi sebagai doa. Orang tua yang memberi anaknya dengan nama Muhammad atau Ahmad misalnya, itu merupakan doa semoga anaknya menjadi orang yang terpuji. Atau mudah-mudahan anak itu tersugesti untuk bersikap dan bertindak dengan meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW.
Tentang pentingnya pemberian nama yang baik Nabi SAW bersabda:

Sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian, maka baguskanlah nama-namamu. (HR Muslim).

Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama (Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata: Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)

Memberi Nama Anak Mesti Nama Yang Baik

Masuk Kategori: HOT NEWS, Fiqh, Seri Kesalahan2


Sebagaimana pernah aku tulis dalam artikel khutbah Jum’at, salah satu kewajiban orang tua adalah memberikan nama yg baik pada anaknya. Hal ini dikarenakan:
1. Nama yg baik merupakan HAK dari anak.
Rasululloh SAW bersabda,“Seseorang datang kepada Nabi(SAW) dan bertanya,”Ya Rasululloh, apa hak anakku ini?” Nabi SAW menjawab,”Memberinya nama yg baik, mendidik adab yg baik, dan memberinya kedudukan yg baik (dalam hatimu)”.” (HR Aththusi)
2. Rasululloh SAW sendiri menyatakan bahwa nama yg diberikan kepada anaknya itu adalah DOA (orang tua kepada anaknya).

Terkait dengan pemberian nama ini, sudah banyak situs dan buku yg menyediakan nama (anak yang) baik, berasal dari berbagai negara dan bahasa. Ada yg menyediakan nama anak dalam bahasa Indonesia, Arab, Inggris, Jawa, bahkan Yunani. ***maaf, aku tidak menyediakan linknya…silakan anda googling sendiri ya…***
Tiap orang tua akan selalu ‘kelabakan’ menyediakan nama bagi anaknya, karena sudah fitrah orang tua (sebagaimana hadits Rasululloh SAW di atas) untuk memberikan nama yg terbaik bagi anaknya. Terkadang orang tua menyiapkan lebih dari 1 nama bagi anaknya (yg akan lahir). Biasanya 1 nama laki-laki, dan 1 nama perempuan, tujuannya yaaa jelas…agar mereka tidak kelabakan (lagi) memberikan nama yg sesuai dengan jenis kelamin anaknya.
Namun, 1 nama pun terkadang masih belum cukup. Pengalaman yg pernah aku baca, saat anak laki-laki si Fulan lahir, sebenarnya dia sudah mempunyai 1 nama untuk diberikan. Namun, mendadak ada ‘request’ dari istrinya…karena ternyata istrinya tidak sreg dg nama yg telah disiapkan. Walhasil, mereka berdua rembukan lagi untuk mencarikan nama bagi anaknya. Setelah sekian lama, akhirnya dapat juga…dan akhirnya nama yg kedua ini yg diberikan ke anaknya saat akikahan.
Oke…kembali ke masalah pemberian nama….
Seorang anak kenalan ibuku, mempunyai nama yg cukup panjang, yakni terdiri dari 6 (ENAM) SUKU KATA. Bisa anda bayangkan…?? Ini tidak lain karena orang tua sang anak, kenalan ibuku, meminta kepada orang tua masing2 untuk ‘menyumbang’ nama bagi anak mereka. Walhasil, nama yg ‘disandang’ si anak menjadi cukup panjang. ***aku sedikit geli, jika saat SPMB, si anak mesti menuliskan nama lengkapnya, apakah formulirnya cukup?? hihihi..***
Meski tidak ada larangan dalam meminta kepada orang tua untuk memberi nama bagi anaknya, namun, aku berpedoman pada hadits Rasululloh SAW di atas, hendaknya ORANG TUA yg memberi nama. Adapun sang kakek-nenek, cukup sumbang saran…namun jangan dijadikan patokan. Namun, itu berserah kepada diri masing2 orang tua.
Baik…kita lanjutkan topiknya…
Bagaimana kriteria nama yg baik?
Hmmm….aku sempat diskusi dengan bapakku + ustadzku mengenai definisi+pemberian nama yg baik. Beliau berdua menyarankan hal yg sama, yakni sebaiknya nama anak diambil dari Al Qur’an, namun tetap MEMPERHATIKAN MAKNANYA, karena tidak semua hal dari Al Qur’an sifatnya/berarti baik.

Sebagai contoh, JAHANAM. Meski kata ini berasal dari Al Qur’an, jelas kata jahanam tidak berkonotasi baik, karena dia merujuk pada JENIS NERAKA. Kemudian, ada juga kata THAGUUT. Sekilas kata ini nampak ‘keren’, namun jika kita tahu artinya adalah SETAN, maka orang tua yg ‘normal’ tidak akan mau memberikan kata ini menjadi nama anak mereka. Lalu ada juga kata FARJI, yg berarti KEMALUAN.
Well…dari sekian contoh kata yg diambil dari Al Qur’an, jelas ada kata2 yg tidak layak dijadikan nama anak. Lalu, apa kata2 dari Al Qur’an yg cocok dan tepat dijadikan nama anak?
Jika kita ingin punya anak yg pengasih, maka kata RAHMAN cocok untuk dijadikan nama. NAMUN, mesti diperhatikan bahwa kata Rahman tersebut HARUS digabung (ditambahkan) kata lain, karena (AR) RAHMAN merupakan NAMA ALLOH SWT. Sehingga sebagai makhluk-Nya, yg ‘tidak layak’ menyandang kata Rahiim (saja), kita tambahkan kata Abdul atau kata lain. Misalnya diberikan nama Abdul Rahman, berarti seorang hamba yg (bersifat) pengasih. Atau Muhammad Andi Rahman, atau contoh lainnya (Muhammad Fahmi Aulia bisa juga menjadi contoh lho…hihihi…).
Yang jelas, JIKA KITA HENDAK MENGGUNAKAN NAMA ALLOH SWT (ASMAUL HUSNA) SEBAGAI NAMA ANAK, MAKA (SEPERTI AKU TULIS DI ATAS) HENDAKNYA DITAMBAHKAN NAMA/KATA TAMBAHAN.
Di beberapa contoh nama anak, nama nabi juga bisa dijadikan acuan untuk menjadi nama. Ibrahim, Isa, Muhammad, Ismail, merupakan nama nabi yg bisa dijadikan nama anak.
Terkadang, nama seseorang sedikit identik dengan marga/suku bangsa. Nasution, Siregar, Harahap merupakan contoh nama dari suku Batak. Dadang, Asep, Ujang, biasanya identik dengan suku Sunda. Joko, Darojatun, Basuki, identik dengan suku Jawa. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Bahkan, seringkali hubungan nama dan suku bisa kita lihat dari susunan nama. Kinkin Sodikin, Maman Budiman, Jaja Subagja menunjukkan mereka berasal dari Sunda. Joko Supriyanto, Eko Susanto, Nurcahyo (halo mas Cahyo, hehehe..) pokoknya yg banyak huruf ‘O’ identik dg suku Jawa. Dan masih banyak lagi.
So, dengan pedoman di atas, hendaknya kita bisa mulai berpikir untuk menyiapkan nama yg baik bagi (calon) anak kita nanti agar anak kita bisa menjadi seperti yg diharapkan (sesuai dg doa kita), menjadi orang yg baik, berguna bagi manusia lain. Ujung-ujungnya, akan berimbas juga kepada kita, orang tuanya.
Berikut adalah 5 kasus unik, terkait dengan pemberian nama:
1. Tidak ada orang (perempuan) Sunda yg bernama Ice Juice, karena jika dibaca bukan i-ce ju-ice, tapi akan dibaca es jus…hihihi…

2. Cerita temanku, kenalannya mempunyai anak yg diberi nama AMAL FIRAT. Sekilas namanya ‘berbau’ Arab dan menarik. Tapi, jika kita baca dari kanan, maka kita akan melihat TARIF LAMA sebagai nama anak tersebut. Usut punya usut, ternyata anak mereka lahir di taxi yg mengenakan tarif lama. Hehehe…
3. Seorang teman bernama Yosep. Namun ternyata dia beragama Islam. Ternyata Yosep = Yusuf, nama seorang nabi. Hanya saja nama Yosep merupakan ‘lafadz’ Yusuf dalam bahasa Inggris. Jadi, mesti diperhatikan juga padanan kata dalam bahasa lain, di luar bahasa Indonesia.
4. Nama Anang, ternyata mempunyai arti yg menggelikan bagi sebagian masyarakat Indonesia, terutama di daerah Kalimantan. Karena Anang artinya DAHI, dalam bahasa setempat. Jadi, jika memungkinkan, dilakukan survei terhadap arti dari nama seseorang di daerah lain.
5. Usul ‘gila’ (tapi masuk akal) dari ustadzku. Beliau menyarankan nama tiap anak = ayat Al Qur’an. Jadi, misalkan punya anak 7 orang, maka anak pertama = ayat pertama, anak kedua = ayat kedua, dst. Nah, jika hendak memanggil semua anaknya, sang ortu cukup teriak,”AL FATIHAH…KUMPUUULL…”. Aku terkekeh-kekeh mendengar usulan ustadzku ini. Ada-ada saja beliau…heheh..
So, mudah2an artikel ini berguna bagi calon orang tua yg hendak mencari nama bagi anak mereka.

Etika Memberi Nama Anak Dalam Islam

Posted by Admin pada 31/07/2009
-Pentingnya Pemberian Nama
-Memilih Nama Terbaik Untuk Anak
-Nama-nama yang Diharamkan
-Nama-nama Yang Dimakruhkan
Pengantar;
Menanggapi e-mail dari seorang ikhwan tentang etika memberi nama dalam Islam, maka berikut kami susun makalah yang berkenaan dengan masalah yang dimaksud.Kami mengira permasalahan ini sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin dikarenakan banyaknya kaum muslimin yang masih asal-asalan atau salah dalam memberikan nama kepada anak-anak mereka. Akhirnya semoga makalah yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amiin.
Pentingnya Pemberian Nama
Nama adalah ciri atau tanda, maksudnya adalah orang yang diberi nama dapat mengenal dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam Al-Qur’anul Kariim disebutkan;
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا (7) سورة مريم
Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).
Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal serta memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan 1). Oleh sebab itu apabila seseorang tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (=tidak dikenal) oleh masyarakat.
Waktu Pemberian Nama
Telah datang sunnah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu pemberian nama, yaitu:
a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir.
b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketiga setelah ia lahir.
c) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh setelah ia lahir.
Pemberian Nama Kepada Anak Adalah Hak (Kewajiban) Bapak.
Tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya seorang bapak lebih berhak dalam memberikan nama kepada anaknya dan bukan kepada ibunya. Hal ini sebagaimana telah tsabit (=tetap) dari para sahabat radhiallahu ‘anhum bahwa apabila mereka mendapatkan anak maka mereka pergi kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam agar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepada anak-anak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan bapak lebih tinggi daripada ibu.
Nasab Anak Kepada Bapak Bukan Kepada Ibu
Sebagaimana hak memberikan nama kepada anak, maka seorang anakpun bernasab kepada bapaknya bukan kepada ibunya, oleh sebab itu seorang anak akan dipanggil: Fulan bin Fulan, bukan Fulan bin Fulanah.
Allah Ta’ala berfirman:

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ (5) سورة الأحزاب

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka…” (QS. Al-Ahzab: 5)
Oleh karena itu manusia pada hari kiamat akan dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka: Fulan bin fulan. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam 2).
Memilih Nama Terbaik Untuk Anak
Kewajiban bagi seorang bapak adalah memilih nama terbaik bagi anaknya, baik dari sisi lafadz dan maknanya, sesuai dengan syar’iy dan lisan arab. Kadangkala pemberian nama kepada seorang anak baik adab dan diterima oleh telinga/pendangaran akan tetapi nama tersebut tidak sesuai dengan syari’at.
Tata Tertib Pemberian Nama Seorang Anak
1. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Dua Suku Kata, misal Abdullah, Abdurrahman. Kedua nama ini sangat disukai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama ini menunjukkan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla.
Dan sungguh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan nama kepada anak pamannya (Abbas radhiallahu ‘anhu), Abdullah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian para sahabat radhiallahu ‘anhum terdapat 300 orang yang kesemuanya memiliki nama Abdullah.
Dan nama anak dari kalangan Anshor yang pertama kali setelah hijrah ke Madinah Nabawiyah adalah Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhuma.
2. Disukai Memberikan Nama Seorang Anak Dengan Nama-nama Penghambaan Kepada Allah Dengan Nama-nama-Nya Yang Indah (Asma’ul Husna), misal: Abdul Aziz, Abdul Ghoniy dll. Dan orang yang pertama yang menamai anaknya dengan nama yang demikian adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.
Sesungguhnya orang-orang Syi’ah tidak memberikan nama kepada anak-anak mereka seperti hal ini, mereka mengharamkan diri mereka sendiri memberikan nama anak mereka dengan Abdurrahman sebab orang yang telah membunuh ‘Ali bin Abi Tholib adalah Abdurrahman bin Muljam.
3. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Para Nabi.
Para ulama sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan nama para nabi3).
Diriwayatkan dari Yusuf bin Abdis Salam, ia berkata:”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nama kepadaku Yusuf” (HR. Bukhori –dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi –dalam Asy-Syama’il-). Berkata Ibnu Hajjar Al-Asqolaniy: Sanadnya Shohih.
Dan seutama-utamanya nama para nabi adalah nama nabi dan rasul kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya penggabungan dua nama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama kunyahnya, Muhammad Abul Qasim.
Berkata Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah:”Dan yang benar adalah pemberian nama dengan namanya (yakni Muhammad, pent) adalah boleh. Sedangkan berkunyah dengan kunyahnya adalah dilarang dan pelarangan menggunakan kunyahnya pada saat beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup lebih keras dan penggabungan antara nama dan kunyah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga terlarang”4).
4. Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Orang Sholih Dari Kalangan Kaum Muslimin.
Telah tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda:
أنهم كانوا يسمون بأسماء أنبيائهم والصالحين (رواه مسلم).
Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).
Kemudian para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah penghulunya orang-orang sholih bagi umat ini dan demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari akhir.
Para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memandang bahwa hal ini adalah baik, oleh karena itu sahabat Zubair bin ‘Awan radhiallahu ‘anhu memberikan nama kepada anak-anaknya –jumlah anaknya 9 orang- dengan nama-nama sahabat yang syahid pada waktu perang Badr, missal: Abdullah,’Urwah, Hamzah, Ja’far, Mush’ab, ‘Ubaidah, Kholid, ‘Umar, dan Mundzir.
Syarat-syarat Dalam Pemberian Nama
a. Nama tersebut menggunakan bahasa arab.
b. Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik secara bahasa dan syari’at. Oleh karenanya dengan adanya syarat ini tidak boleh menggunakan nama-nama yang haram atau makruh baik dalam segi lafadz ataupun maknanya. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik dari segi lafadz dan maknanya.
Nama-nama yang Diharamkan
a. Kaum muslimin telah bersepakat terhadap haramnya penggunaan nama-nama penghambaan kepada selain Allah Ta’ala baik dari matahari, patung-patung, manusia atau selainnya, missal: Abdur Rasul (=hambanya Rasul), Abdun Nabi (=hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain nama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, misal: Abdul ‘Izza (=hambanya Al-‘Izza (nama patung/berhala), Abdul Ka’bah (=hambanya Ka’bah), Abdus Syamsu (=hmabanya Matahari) dll.
b. Memberi nama dengan nama-nama Allah Tabaroka wa Ta’ala, misal: Rahim, Rahman, Kholiq dll.
c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau nama-nama orang kafir.
d. Memberi nama dengan nama-nama patung/berhala atau sesembahan selain Allah Ta’ala, misal: Al-Lat, Al-‘Uzza dll.
e. Memberi nama dengan nama-nama asing baik yang berasal dari Turki, Faris, Barbar dll.
f. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri atau berisi kedustaan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
إن أخنع إسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك (رواه البخاري؛ مسلم).
Sesungguhnya nama yang paling dibenci oleh Allah adalah seseorang yang bernama Malakul Amlak (=rajanya diraja)” (HR. Bukhori; Muslim).
g. Memberi nama dengan nama-nama Syaithon, misal: Al-Ajda’ dll.
Nama-nama Yang Dimakruhkan
a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang fasiq, penzina dll.
b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama perbuatan-perbuatan jelek atau perbuatan-perbuatan maksiat.
c. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama para pengikut Fir’un, misal: Fir’un, Qarun, Haman.
d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama hewan yang telah dikenal akan sifat-sifat jeleknya, misal: Anjing, keledai dll.
e. Dimakruhkan memberi nama anak dengan Ism, mashdar, atau sifat-sifat yang menyerupai terhadap lafzdz “agama” (الدين) , dan lafadz “Islam” (الإسلام), misal: Nurruddin, Dliyauddin, Saiful Islam dll.
f. Dimakruhkan memberi nama ganda5), misal: Muhammad Ahmad, Muhammad Sa’id dll.
g. Para ulama memakruhkan memberi nama dengan nama-nama surat dalam Al-Qur’an, misal: Thoha, Yasin dll.
Jalan Keluar Dari Pemberian Nama-nama Yang Diharamkan Dan Yang Dimakruhkan
Jalan keluar dari kedua hal ini adalah merubah nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disukai (mustahab) atau yang diperbolehkan secara syar’i. Dan untuk merubah nama ini kita dapat mendatangi kementrian/depertemen yang mengurusi masalah ini.6)
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang mengandung makna kesyirikan kepada Allah kepada nama-nama Islamiy, dari nama-nama kufur kepada nama-nama imaniyah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhaiallahu ‘anha, ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يغير الإسم القبيح إلى الإسم الحسن (رواه الترمذي).
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).
Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek dengan nama-nama yang baik, seperti beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama Syihab menjadi Hisyam dll. Demikian juga kita mesti merubah nama-nama yang buruk menjadi nama-nama yang baik, misal: Abdun Nabi menjadi Abdul Ghoniy, Abdur Rasul menjadi Abdul Ghofur, Abdul Husain menjadi Abdurrahman dll.
Maraji’:
Tasmiyah Al-Maulud, karya: Asy-Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid
Catatan Kaki:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar