EKSEPSI TERHADAP SURAT DAKWAAN
Untuk dan atas nama Klien kami/PARA TERDAKWA di bawah ini :
- SUPRIYONO, SIP
- PURWODARMINTO
- PARDIRO
- YOGI PRADONO
- NAOMI PRIRUSMIYATI
- H. NURHADI RAHMANTO
- AJ. SUMARNO, BA
Dalam Perkara Tipikor Nomor :
09/Pid.Sus./2012/P.Tipikor .Yk.
Pada Pengadilan TIPIKOR Yogyakarta.-
Pertama-tama kami atas nama Tim Penasihat Hukum Para
Terdakwa menghaturkan banyak terima kasih kepada Majelis Hakim yang memberikan
kesempatan kepada kami untuk menanggapi Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang
akan kami uraikan dalam EKSEPSI TIM PENASIHAT HUKUM TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM. Bahwa Saudara Jaksa Penuntut Umum
pada Hari Kamis Tanggal 27 September
2012 yang lalu, telah membacakan SURAT DAKWAANNYA dihadapan persidangan ini,
setelah kami cermati dan teliti secara seksama, maka dengan ini kami uraikan
materi EKSEPSI TIM PENASIHAT HUKUM, di bawah ini, sebagai berikut :
I. SURAT DAKWAAN
TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS dan TIDAK LENGKAP.-
a.
Bahwa berdasarkan Pasal 143
ayat(2) Huruf b, Surat Dakwaan harus dibuat secara cermat, Pengertian cermat
dalam hal ini, adalah Surat Dakwaan harus memenuhi ketentuan formil dan
ketentuan materiil suatu surat dakwaan. Mencermati materi Surat Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum, bahwa Para Terdakwa didakwa secara primair dan subsidair, yakni Dakwaan Primair dan Dakwaan Subsidair,
padahal secara subtantif isi materi Surat Dakwaan bersifat komulatif, sehingga
kami berkesimpulan bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam membuat materi Surat Dakwaan
masih ragu-ragu dalam menerapkan Pasal Tindak Pidana yang didakwakan kepada
Para Terdakwa tersebut. Jika Jaksa Penuntut Umum mendakwa Para Terdakwa, dengan dakwaan Primair Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang esensinya Perbuatan Para
Terdakwa dianggap Perbuatan Pidana sebagai Anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul Periode
Tahun Tahun 1999-2004 melakukan PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG
MEMPERKAYA DIRI SENDIRI, yang di dalam Surat Dakwaan tersebut tidak tampak
digambarkan oleh Jaksa Penuntut Umum perbuatan YANG MANA yang melanggar ,
karena kita ketahui bahwa Para Terdakwa sebagai Anggota DPRD Kabupaten
Gunungkidul Periode Tahun Tahun 1999-2004
menerima gaji dan tunjangan yang berasal dari dasar Hukum PERDA Kabupaten
Gunungkidul Nomor 27 Tahun 2002 Tanggal 31 Desember 2001 Tentang APBD KABUPATEN
GUNUNGKIDUL TA 2003 dan PERDA Kabupaten
Gunungkidul Nomor 7 Tahun 2003 Tentang APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL Perubahan.
Dasar Hukum ini sudah kuat dan sudah sah secara hukum, karena sebenarnya APBD
KABUPATEN GUNUNGKIDUL Kabupaten Gunungkidul Tahun 2003 dan Tahun 2004 termasuk
Keputusan Daerah yang merupakan produk Kelembagaan antara Eksekutif dan Legislatif antara Pemerintah Daerah dan DPRD sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 1 d dan 1 e, serta Peraturan Tata Tertib DPRD
Kabupaten Gunungkidul Nomor 7/KPTS/2002 Pasal 151, sehingga kewenangannya berada
pada kedua Lembaga tersebut dan bukan kewenangan orang perorangan. Sehingga
dengan demikian dasar hukum perbuatan Para Terdakwa sebagai Anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul Periode Tahun Tahun 1999-2004 sudah benar dan kuat serta sudah sah secara hukum;
b.
Bahwa demikian pula, jika Jaksa
Penuntut Umum telah menguraikan dalam Surat Dakwaannya bahwa para Terdakwa telah didakwa melanggar Pasal 3 dari UU Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni perbuatan Para
Terdakwa menguntungkan diri sendiri dengan menyalahgunakan kewenangan. Jika
dicermati secara seksama bahwa Para Terdakwa dalam menjalankan tugasnya sebagai
Anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul Periode Tahun 1999-2004 mempunyai
payung hukum bahwa fungsi DPRD sebagai lembaga berdasarkan UU Nomor 22 Tahun
1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Secara kelembagaan DPRD sebagai lembaga
Legislatif bersama dengan Pemerintah Daerah ( Bupati ) membentuk Peraturan
Daerah. Dan DPRD sebagai Lembaga
Legislatif mempunyai hak, menentukan
anggaran Belanja DPRD, menetapkan Tata Tertib DPRD dan Pelaksanaan Hak tersebut
telah diatur dalam Tata Tertib DPRD. Demikian pula Anggaran Belanja Sekretariat
DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dicantumkan dalam APBD KABUPATEN
GUNUNGKIDUL. Untuk Melaksanakan
Peraturan Daerah termasuk PERDA Kabupaten Gunungkidul tentang APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL , Kepala Daerah menetapkan Keputusan Kepala
Daerah dan Peraturan Daerah.
Keputusan Kepala Daerah bersifat mengikat, diundangkan dengan menempatkan dalam
Lembaran Daerah sehingga diberlakukannya PERDA Kabupaten
Gunungkidul tersebut berlaku mengikat setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah, sehingga yang dimaksud Perda Kabupaten
Gunungkidul APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL Tahun 2003 dan Tahun 2004 termasuk
Keputusan Kepala Daerah sudah
final karena sudah diundangkan ke dalam Lembaran
Daerah. Bahwa penyelenggaraan Tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai dari APBD
KABUPATEN GUNUNGKIDUL, kita ketahui pula bahwa APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL Tahun
2003 dan APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2004 telah ditetapkan bersama oleh DPRD dan Bupati Kabupaten Gunungkidul, dan telah
dilakukan evaluasi oleh Gubernur Provinsi DIY, tidak ditemukan koreksi maupun
revisi berkaitan dengan, Tunjangan khusus – operasional fraksi, Biaya
pemeliharaan kesehatan, Biaya perawatan dan pengobatan, Pembelian BBM dan
pelumas, Tunjangan khusus – pengganti PPH, Biaya perawatan dan pengobatan
lokal, Biaya penunjang operasional anggota fraksi, Biaya penunjang operasional
anggota investigasi. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK
Wilayah IV DIY terhadap APBD KABUPATEN
GUNUNGKIDUL 2003 dan APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL 2004, ada temuan berkaitan dengan pos anggaran sekretariat
DPRD yang direkomendasikan untuk dikembalikan ke Kas Daerah, dan berdasarkan
fakta hukum para terdakwa sudah mengembalikan. Disamping itu pula berdasarkan
Tata Tertib DPRD Kabupaten Gunungkidul sebagai dasar hukum Pengambilan
Keputusan Yakni Keputusan DPRD Nomor 7/KPTS/2002 dijelaskan dan ditegaskan
bahwa Pembahasan APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL serta PERDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
diakhiri dalam Rapat Paripurna yang
dalam rapat Paripurna tersebut disampaikan Pendapat akhir Fraksi dan dalam
pengesahan APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL tersebut TIDAK ADA KOREKSI DAN REVISI ,
bukan PENDAPAT PERORANGAN. Sehingga dengan demikian yang jika dikaitkan dengan
materi Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum bahwa secara subtantif Jaksa Penuntut
Umum tidak cermat dalam membuat Surat Dakwaan, karena Peran Para Terdakwa
dianggap sebagai PERAN PERORANGAN, padahal berdasarkan Uraian Kami diatas,
semua pengambilan Keputusan Berdasarkan fungsi KELEMBAGAAN dan INSTITUSI
LEMBAGA LEGISLATIF, karena Perbuatan Para terdakwa didasarkan pada KETENTUAN
HUKUM YANG TELAH DIATUR SECARA KELEMBAGAAN DAN TELAH SAH DAN TEPAT SECARA
HUKUM.-
c.
Bahwa apabila Sdr. Jaksa Penuntut
Umum menyatakan dalam Surat Dakwaannya bahwa Perbuatan Para Terdakwa tersebut
bertentangan dengan PP Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggung
Jawaban Keuangan Negara, Kepres Nomor 42 Tahun 2002, Keputusan Menteri Dalam
Negeri Nomor 29 Tahun 2002, Perda Kabupaten Gunungkidul Nomor 1 Tahun 2002 dan ketentuan
lainnya seperti UU Nomor 4 Tahun 1999 Tentang SUSDUK dan Tata Tertib DPRD.
Setelah kami cermati TIDAK TERLIHAT RELEVANSI PERBUATAN PARA TERDAKWA dengan
PERATURAN YANG DILANGGAR dan atau yang bertentangan tersebut, sehingga masih
kabur dan rancu , karena kita ketahui bahwa Dasar hukum Pengawasan pengelolaan
dan laporan Pertanggung jawaban keuangan bagi Badan Legislatif pada waktu itu
berdasarkan ketentuan pada PP 110 Tahun 2000, padahal diketahui bahwa berdasarkan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Penegasan tidak
berlakunya PP Nomor 110 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, yang disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000
tersebut berdasarkan Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Kedudukan
Protokoler dan Keuangan Pimpina dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dinyatakan tidak berlaku. Sehingga dengan demikian, PP Nomor 105 Tahun 2000
tidak bisa diberlakukan terhadap Tugas dan
Fungsi Pengawasan Pengelolaan Keuangan bagi Lembaga Legislatif, karena
Pengawasan Keuangan bagi Lembaga Legislatif berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999,
padahal berdasarkan fakta hukum dengan dasar Hukum Perda Kabupaten Gunungkidul
atas APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL Kabupaten Gunungkidul TA 2003 dan TA 2004 SUDAH
FINAL DAN SAH SECARA HUKUM berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999;
d.
Bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
terjadi KESALAHAN PENERAPAN HUKUM KEPADA PARA ANGGOTA DPRD KABUPATEN
GUNUNGKIDUL PERIODE TAHUN 1999-2004, hal mana oleh
Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya berulang kali disebutkan bahwa “
Para Terdakwa dan seluruh anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul lainnya menerima
Pos Anggaran “. Dengan Penyebutan Para Terdakwa dan Seluruh
Anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul sebagai orang
yang telah merugikan Negara. Faktanya hanya 33 orang yang dijadikan Terdakwa
dalam Perkara ini, sementara 23 anggota DPRD lainnya tidak jelas kualitas
hukumnya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang membuktikan dakwaan Jaksa
Penuntut Umum TIDAK JELAS/KABUR. Di samping itu berdasarkan rekomendasi dari
BPK Wilayah IV DIY, para terdakwa telah mengembalikan uang Negara ke Kas Daerah
Kabupaten Gunungkidul. Dengan demikian dakwaan tersebut lebih TIDAK JELAS/KABUR.
e.
Bahwa di dalam Surat Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum disebutkan bahwa Para Terdakwa didakwa Primair : Pasal 2 ayat (1)
jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
jo Pasal 55 (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan SUBSIDAIR : Pasal 3 jo
Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana dirubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dari ketentuan ancaman hukuman
tersebut, terdapat Pasal 55 dan Pasal 64 KUHP, hal mana
jika terdapat penerapan hukum Pasal 55 KUHP, maka Peran masing-masing Para
Terdakwa berbeda, ada sebagai Pelaku, ada sebagai pihak yang menyuruh lakukan,
ada pihak turut serta melakukan dan ada pihak yang
menganjurkan. Jika dicermati secara seksama Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
tersebut, TIDAK JELAS PERAN MASING-MASING TERDAKWA dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga Penerapan Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP menjadi KABUR DAN TIDAK JELAS.
f.
Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut
Umum yang berkaitan dengan unsur-unsur pasal yang
didakwakan TIDAK JELAS/KABUR, karena hanya memuat ketentuan hukum yang
dianggap dilanggar oleh Para Terdakwa, tidak merumuskan lebih rinci tentang ketentuan hukum mana yang dilanggar oleh para terdakwa, berkaitan dengan TUPOKSI para Terdakwa sebagai anggota DPRD
Kabupaten Gunungkidul Periode Tahun 1999-2004 berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 19 Ayat 1 Huruf g mempunyai
kewenangan menentukan anggaran belanja DPRD dan Pasal 21 Huruf c Anggota DPRD
mempunyai Hak keuangan/administrasi.
g.
Bahwa jika dicermati Surat Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa perbuatan Para Terdakwa bertentangan
dengan aturan hukum Perundang-undangan antara lain PP Nomor 105 Tahun 2000 dan
Kepres Nomor 42 Tahun 2002 yang kedua ketentuan hukum ini menyangkut
Pengelolaan pertanggung jawaban keuangan Negara serta
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Dan Belanja Negara, jika Jaksa Penuntut Umum
menyatakan bahwa perbuatan para Terdakwa itu telah bertentangan kedua aturan
hukum diatas, maka sudah seharusnya Jaksa Penuntut Umum bisa menguraikan modus
operandi PROSES PEMBAYARAN TUNJANGAN, ternyata Jaksa belum memahami mekanisme
secara prosudural hak administrasi penerimaan hak keuangan bagi setiap anggota
Dewan, karena kita ketahui bahwa secara ketugasan dalam melaksanakan hak itu
telah diatur oleh SEKRETARIAT DEWAN yang telah menyiapkan bukti pembayaran
tunjangan distrok gaji dari
Bendahara Kesektariatan Dewan yang dalam proses penerimaan tunjangan Para
Terdakwa hanya menanda-tangani daftar strock gaji yang disediakan oleh
Bendahara Sekretariat Dewan, sedangkan proses pembayaran tunjangan dan biaya
Pos Anggaran DPRD Kabupaten Gunungkidul telah melalui pengkajian khusus dan
melalui Tim Eksekutif baik dari Pejabat Bapeda Kabupaten Gunungkidul, Pejabat
Badan Keuangan Daerah Kabupaten Gunungkidul, Pejabat bagian Perekonomian dan
Pembangunan Kabupaten Gunungkidul, Pejabat Bagian Keuangan Sekretaris Daerah Kabupaten
Gunungkidul dan dari Pejabat Sekretaris DPRD Kabupaten Gunungkidul, sehingga
Para Terdakwa menerima tunjangan dan Bantuan yang dimaksud telah melalui lima
tingkatan prosudur dan sudah melalui tim penguji SURAT PERINTAH MEMBAYAR YANG
KEWENANGANNYA PADA LEMBAGA EKSEKUTIF, sehingga tidak adil jika hanya Para
Terdakwa yang diseret menjadi Terdakwa dalam Perkara ini. Berdasarkan Surat
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka Jaksa Penuntut Umum tidak lengkap Surat
Dakwaannya, karena BELUM MEMAHAMI ATURAN DAN MEKANISME PERINTAH PENCAIRAN
PEMBAYARAN TUNJANGAN DAN BANTUAN BIAYA PADA
POS ANGGARAN DEWAN, sehingga hanya secara umum dinyatakan bahwa Perbuatan para
terdakwa bertentangan dengan PP Nomor 105 Tahun 2000 dan KEPRES Nomor 42 Tahun
2002. Dengan demikian Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum KURANG JELAS DAN KURANG
SEMPURNA;
h.
Bahwa demikian pula, dalam Surat
Dakwaan Jaksa Penunut Umum yang disusun dan dibuat seharusnya berdasarkan fakta
hukum yang sebenarnya yang dilakukan oleh Para Terdakwa dalam kurun waktu 2003
dan 2004, Jika dicermati lebih mendalam bahwa Para Terdakwa didakwa sebagai
anggota DPRD Kabupaten Gunungkidul Periode Tahun 1999-2004 yang peresmian dan
pengangkatannya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 103 Tahun 1999 tertanggal 11 Agustus 1999 yang
berjumlah 45 orang yang sementara dalam perjalanan waktu Periode Tahun
1999-2004 terjadi adanya Pergantian anggota Pengganti antar waktu sehingga
berjumlah 56 orang anggota DPRD Periode Tahun 1999-2004 yang masa berakhirnya
Jabatan Anggota DPRD Periode Tahun 1999-2004 sampai dengan 11 AGUSTUS 2004.
Agak lucu dan aneh kalau Jaksa Penuntut Umum dalam Dakwaannya bahwa pada
tunjangan khusus – Pengganti PPh dan Pada Daftar Tunjangan Penunjang
Operasional yang di dalam Dakwaan disebutkan daftar nama dan jumlah Penerimaan
DARI BULAN JANUARI SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2004, padahal Para Terdakwa
sejak 11 Agustus 2004 SUDAH TIDAK MENJADI ANGGOTA DEWAN LAGI , maka dengan ini
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum MENJADI TIDAK JELAS DAN TIDAK CERMAT,
sehingga Surat Dakwaan tersebut menjadi BATAL DEMI HUKUM.
i.
Bahwa dalam Surat Dakwaan Jaksa
Penuntut Umum, juga disebutkan bahwa Tentang Laporan Hasil Audit Investigatif
atas dugaan Penyimpangan APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TA 2003 dan APBD KABUPATEN
GUNUNGKIDUL TA 2004 dari BPKP Perwakilan Yogyakarta Nomor : LHAI-343/PW.12.5/2012
Tanggal 30 Desember 2010, hal ini jelas bahwa pengauditan yang tidak bisa
dijadikan dasar Audit tentang APBD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TA 2003 dan APBD
KABUPATEN GUNUNGKIDUL TA 2004, sebab POSISI BPK DAN BPKP KAITANNYA DENGAN
WEWENANG PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PENYELENGGARAN NEGARA. Pelaksanaan fungsi
kelembagaan Negara masih menjadi perhatian banyak pihak. Terlebih lagi LKPP
Tahun 2008 yang baru beberapa waktu lalu disampaikan oleh Ketua BPK di Sidang
DPR dinyatakan disclaimer untuk
kesekian kalinya. Hal ini membuktikan banyaknya catatan dalam penyelenggaran
Negara terutama penyelenggaran fungsi kelembagaan Negara. Kaitannya
penyelenggaran Kelembagaan Negara tersebut terhadap opini BPK antara lain
perihal keefiseinsinan dan keefektifan Lembaga Negara dalam melaksanakan deskrepsi
tugasnya untuk menunjang Pelaksanaan Pemerintahan yang dalam hal ini adalah
pengaruh penggunaan dan administrasi asset Negara. Fakta berikutnya yang
menjadi perhatian public sekarang adalah kesimpangsiuran Pelaksanaan Wewenang
masing-masing Lembaga Negara. Tentunya pembentukan suatu lembaga Negara
mempunyai tujuan dan harapan tertentu dimana hal tersebut sesuai dengan UU
ataupun peraturan lainnya yang mendasari pembentukan lembaga tersebut.
Kesimpangsiuran wewenang tersebut saat ini terjadi pada dua lembaga
Pemeriksaan. Lembaga Pertama adalah BPK yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 15
Tahun 2006 dan Lembaga Kedua adalah BPKP yang dibentuk berdasarkan Keppres Nomor
103 Tahun 2001 mengenai Lembaga Negara non-Departemen Wewenang yang menjadi
isu hangat saat ini terkait dengan Pelaksanaan deskripsi tugas dua lembaga
diatas mengenai wacana Pemeriksaan atas keuangan dan kinerja kedua lembaga
Pemeriksaan tersebut. Keputusan Presiden ( Keppres ) Nomor 103 Tahun 2001 mengenai pembentukan
Lembaga Negara Non-Departemen yang salah satunya adalah BPKP yang sejajar
dengan BAPPENAS, BPS BIN dan yang lainnya, yang dalam ketentuan lain disebutkan bahwa BPKP merupakan Lembaga Pemerintah
Non-Departemen ( LPND ) yang bertugas atas permintaan Presiden dan bertanggung
jawab kepada Presiden, dan laporan hasil Pemeriksaan BPKP wajib dilaporkan
terlebih dahulu kepada Presiden sebagai bahan pertimbangan dalam mengeluarkan
Keputusan. Selanjutnya di dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah ( SPIP ) disebutkan bahwa BPKP merupakan Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah ( APIP ) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden
dan berwenang melakukan Pengawasan Internal terhadap akuntabilitas keuangan
Negara atas kegiatan tertentu meliputi : 1. Kegiatan yang bersifat lintas
sektoral; 2. Kegiatan perbendaharaan umum Negara berdasarkan Penetapan oleh
Menteri Keuangan Selaku Bendahara Umum Negara dan 3. Kegiatan lain berdasarkan
Penugasan Presiden. Berdasarkan ketentuan hukum ini, maka BPKP hanya bertugas
pada kegiatan lintas sektoral dan kebendaharaan
Umum Negara, artinya BPKP SALAH BILA MASUK MENGAWASI LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
APALAGI MENGUSULKAN PELAKSANAAN PEMERIKSAAN LEMBAGA TERSEBUT. Pemahaman tugas
dan fungsi BPKP ini yang TIDAK DIFAHAMI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM, sehingga
dalam membuat dan menyusun Surat Dakwaannya tidak cermat, karena hasil
Pemeriksaan BPKP itu dijadikan dasar untuk menyeret para Terdakwa dalam
Persidangan ini.-
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, secara
jelas dan nyata Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS DAN TIDAK LENGKAP.
Bahwa jika Surat Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum tidak cermat,
tidak jelas dan tidak lengkap, maka berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP maka
Surat Dakwaan tersebut BATAL DEMI HUKUM
Pasal 143 ayat (3) KUHAP :
“ Surat Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) KUHAP huruf b, yakni tidak jelas dan tidak
lengkap, maka BATAL DEMI HUKUM “.-
Bahwa
berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka jika kita mencermati secara detail
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka dapat
disimpulkan bahwa, SURAT DAKWAAN tersebut TIDAK CERMAT DALAM PEMBUATANNYA SEHINGGA
MENJADI TIDAK LENGKAP, oleh karena itu SURAT DAKWAAN tersebut menjadi BATAL DEMI
HUKUM .--------------------------
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka kami
berkesimpulan bahwa :
“Bahwa Surat
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, telah disusun dan dibuat secara tidak cermat, tidak
jelas dan tidak lengkap, sehingga berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP, SURAT
DAKWAAN TERSEBUT BATAL DEMI HUKUM “
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka kami Penasihat
Hukum Para Terdakwa dan Para Terdakwa sendiri, dengan ini, Mohon kepada Majelis
Hakim yang mulia, untuk :
- Menerima Eksepsi Penasihat Hukum untuk seluruhnya;
- Menyatakan bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinyatakan BATAL DEMI HUKUM;
Demikian, Eksepsi ini kami sampaikan dalam
Persidangan yang mulia ini, dan atas dikabulkannya seluruh materi Eksepsi kami,
kami haturkan terima kasih.-
Yogyakarta; 3 Oktober 2012.-
PENASIHAT
HUKUM PARA TERDAKWA
SUPRIYONO, SIP dkk
- Muhammad Ikbal,SH.- 8. Nurasid,SH,
- Deddy Suwardi,SH 9. Taufiqurrahman,SH
- Kurnia Nuryawan,SH 10. Safiudin,SH, CN
- S.P. Hutabarat,SH. 11. Listiana Lestari,SH
- Purwatiningsih,SH 12. Wahyu Widayati,SH
- Bambang Wahjuwidayat,SH 13.Nurhadi Budi Yuwono,SH.
- Wisnu Harto,SH; 14. Prawoto Priyo Hartono,SH
15.
H. Sutarmo,SH.-
Apa kabar pak ?
BalasHapus