كتاب أضيّة
KITAB AL UDHIYYAH
( QURBAN
)
OLEH : USTADZ PARDIRO As SLEMANY
1. PENGERTIAN QURBAN
( فصل --- الاضحية
سنّة )
Arti Qurban miturut
Bahasa (lughot ) soko kata : qoraba—yaqrubu—qurbaan, kang artine cedhak
utawa caket.
الاضحية بتشديد
الياء هو ما يذبح من النعم تقربا الى اللة
يوم العيد وايام التشر يق
Manut arti istilah
artine : nyembelih ternak ana ing dina hajji ( qurban ) lan dina dina tasyrik kanggo
nyaketake diri / taqorrub marang Alloh.
(فى كتاب
كفاية الا خبار تأليف الامام تقي
الدين ابى بكر بن محمد الحسينى : جوز 2
صحفة 235 )
Tersebut dalam Al Muqoddimatul
Hadlromiyyah pada Hamisi Busyrol Kariim Juz II Halaman 125 , sebagai berikut :
باب الا ضحية .
هي سنة مؤكدة ولا تجب الاّ بالنذر وبقوله هذه اضحية او جعلتها اضحية ولا يحجزئ
الاّ الابل والبقر والغنم
“
Inilah bab udhiyyah ( qurban ) Dia itu sunnah muakkadah . Dan tidak menjadi
wajib kecuali deng nadzar. Dan dengan perkataannya : inilah udhiyyah , atau Aku
telah jadikan dia udhiyyah . Dan tidak memadahi melainkan unta , sapi dan
kambing.
Sumber:
Tirmidzi
Tema: Menyembelih adalah sunnah
الدليل على أن الأضحية سنة
Tema: Menyembelih adalah sunnah
الدليل على أن الأضحية سنة
No. Hadist: 1426 | Sumber: Tirmidzi | Kitab: Hewan kurban
Bab: Menyembelih adalah sunnah
Bab: Menyembelih adalah sunnah
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَخْبَرَنَا حَجَّاجُ بْنُ أَرْطَاةَ عَنْ جَبَلَةَ
بْنِ سُحَيْمٍ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ عَنْ الْأُضْحِيَّةِ أَوَاجِبَةٌ
هِيَ فَقَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ
فَأَعَادَهَا عَلَيْهِ فَقَالَ أَتَعْقِلُ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ قَالَ أَبُو عِيسَى
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ
أَنَّ الْأُضْحِيَّةَ لَيْسَتْ بِوَاجِبَةٍ وَلَكِنَّهَا سُنَّةٌ مِنْ سُنَنِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُعْمَلَ
بِهَا وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad
bin Mani' berkata, telah menceritakan kepada kami Husyaim berkata, telah
mengabarkan kepada kami Hajjaj
bin Arthah dari Jabalah
bin Suhaim berkata; "ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu
Umar tentang hukum menyembelih hewan kurban, apakah hukumnya wajib? ' Ibnu
Umar
lalu menjawab, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin
melakukannya." Laki-laki itu mengulangi pertanyaannya. Ibnu Umar lalu
berkata, "Tidakkah kamu bisa memahaminya, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dan kaum muslimin melakukannya!" Abu Isa berkata, "Hadits
ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini menjadi pedoman para ulama', yakni
bahwa menyembelih hewan kurban tidaklah wajib, tetapi ia merupakan sunah dari
sunah-sunah Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang dianjurkan untuk
diamalkan. Dan ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri dan Ibnul Mubarak."
Dalam bahasa Arab,
hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau adh-dhahiyah, dengan
bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata dhuha, yaitu waktu
matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan penyembelihan kurban,
yakni kira-kira pukul 07.00 - 10.00 (Ash Shan'ani, Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah
adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya
Qurban dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah
(Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
Tetesan darah hewan
qurban akan memintakan ampun bagi setiap dosa orang yang berqurban. Sabda Nabi
SAW :
"Hai
Fathimah, bangunlah dan saksikanlah qurbanmu. Karena setiap tetes darahnya akan
memohon ampunan dari setiap dosa yang telah kaulakukan.. ." (lihat Sayyid Sabiq,
Fikih Sunnah XIII/165)
Maka makna Udhiyyah Qurban
menurut Istilah adalah
اسم ما يذبح من النعم يوم عيد النحر وايام التشريق
تقربا الى الله تعلى
Ismu maa yudzbahu minan ni’ami yauma ‘iidil nahri wa ayyamat
tasyriiqi taqorrubaan ilalloohi ta’alaa
“Nama bagi sesuatu
yang disembelih dari Na’am yaitu hewan ternak yang terdiri : Kambing,
Onta,Kerbau, atau Sapi pada hari Idin Nahri yaitu Idil Adlha dan hari-hari
Tasyriq selaku mendekatkan diri kepada Alloh SWT “
Maka dari makna
Udhiyah atau Qurban ini didapatlah kita kenyataan bahwa haqiqot Qurban itu
terdiri dari tiga perkara :
1.Hewan Na’am,
yaitu Kambing, unta , kerbau, sapi
2.Disembelihnya
pada hari-hari Nahar dan Tasyriq
3.Atas jalan
taqorrub kepada Alloh SWT
Bahwa diantara
persipan untuk melaksanakan Qurban itu , bagi mereka yang akan melakukannya (
Orang yang berkurban ) sunnat untuk tidak memotong kuku dan rambutnya sejak
masuk tanggal 1 Dzulhijjah, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ummu
Salamah RA bahwa Rosululloh SAW besabda
:
Tema:
Setelah masuk sepuluh hari
dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang
نهي من دخل عليه عشر ذي الحجة وهو مريد التضحية أن
نهي من دخل عليه عشر ذي الحجة وهو مريد التضحية أن
No. Hadist: 3653 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
حَدَّثَنَا ابْنُ
أَبِي عُمَرَ الْمَكِّيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حُمَيْدِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ سَمِعَ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا
دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ
شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا قِيلَ لِسُفْيَانَ فَإِنَّ بَعْضَهُمْ لَا يَرْفَعُهُ
قَالَ لَكِنِّي أَرْفَعُهُ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abu Umar Al Makki telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abdurrahman
bin Humaid bin Abdurrahman bin 'Auf bahwa dia mendengar Sa'id
bin Musayyab menceritakan dari Ummu
Salamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jika telah tiba sepuluh (dzul Hijjah) dan salah seorang dari kalian
hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku
sedikitpun." Dikatakan kepada Sufyan, "Sebagian orang
tidak memarfu'kan (hadits ini)?" Sufyan menjawab, "Akan tetapi saya
memarfu'kannya."
No. Hadist: 3654 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
و حَدَّثَنَاه
إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ
أُمِّ سَلَمَةَ تَرْفَعُهُ قَالَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ
يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا
Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq
bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Sufyan telah menceritakan
kepadaku Abdurrahman
bin Humaid bin Abdurrahman bin 'Auf dari Sa'id
bin Musayyab dari Ummu
Salamah dan dimarfu'kan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Jika(Salah seorang) telah masuk sepuluh (Dzul Hijjah),
sedangkan ia memiliki hewan kurban yang hendak dikurbankan, maka jangan
sekali-kali ia mencukur rambut atau memotong kuku."
No. Hadist: 3655 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
و حَدَّثَنِي
حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ كَثِيرٍ الْعَنْبَرِيُّ أَبُو غَسَّانَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ
وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ
وَأَظْفَارِهِ و حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْن الْحَكَمِ الْهَاشِمِيُّ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمَرَ أَوْ عَمْرِو
بْنِ
مُسْلِمٍ بِهَذَا
الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
Dan telah menceritakan kepadaku Hajjaj
bin Sya'ir telah menceritakan kepadaku Yahya
bin Katsir Al 'Anbari Abu Ghassan telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Malik
bin Anas dari Umar
bin Muslim dari Sa'id
bin Musayyab dari Ummu
Salamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jika kalian telah melihat hilal sepuluh Dzul Hijjah, dan salah seorang
dari kalian hendak berkurban, hendaknya ia tidak mencukur rambut dan tidak
memotong kuku terlebih dahulu." Dan telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Abdullah bin Al Hakam Al Hasyimi telah menceritakan
kepada kami Muhammad
bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Malik
bin Anas dari Umar atau 'Amru bin Muslim
dengan sanad ini, seperti hadits tersebut."
ِ
No. Hadist: 3656
| Sumber: Muslim
| Kitab: Hewan kurban
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
Bab: Setelah masuk sepuluh hari dibulan dzul hijjah, bagi orang yang ingin berkurban dilarang mencukur rambut dan memotong kuku
و حَدَّثَنِي
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَمْرٍو اللَّيْثِيُّ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ أُكَيْمَةَ
اللَّيْثِيِّ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولُ سَمِعْتُ أُمَّ
سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ
يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ
شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ
عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ
عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُسْلِمِ بْنِ عَمَّارٍ اللَّيْثِيُّ قَالَ
كُنَّا فِي الْحَمَّامِ قُبَيْلَ الْأَضْحَى فَاطَّلَى فِيهِ نَاسٌ فَقَالَ بَعْضُ
أَهْلِ الْحَمَّامِ إِنَّ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يَكْرَهُ هَذَا أَوْ
يَنْهَى عَنْهُ فَلَقِيتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ
فَقَالَ يَا ابْنَ أَخِي هَذَا حَدِيثٌ قَدْ نُسِيَ وَتُرِكَ حَدَّثَتْنِي أُمُّ
سَلَمَةَ زَوْجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَى حَدِيثِ مُعَاذٍ
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى وَأَحْمَدُ
بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَخِي ابْنِ وَهْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُسْلِمٍ الْجُنْدَعِيِّ أَنَّ
ابْنَ الْمُسَيَّبِ أَخْبَرَهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ وَذَكَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَعْنَى حَدِيثِهِمْ
Dan telah menceritakan kepadaku Ubaidullah
bin Mu'adz Al 'Anbari telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan
kepada kami Muhammad
bin 'Amru Al Laitsi dari Umar
bin Muslim bin 'Ammar bin Ukaimah Al Laitsi dia berkata; saya
mendengar Sa'id
bin Musayyab berkata; saya mendengar Ummu
Salamah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
memiliki hewan kurban, hendaknya ia berkurban jika hilal sepuluh Dzul Hujjah
telah terlihat jelas, janganlah ia mencukur rambut dan memotong kuku terlebih
dahulu walau sedikit hingga ia selesai berkurban." Telah menceritakan
kepadaku Al
Hasan bin Ali Al Khulwani telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah telah menceritakan kepadaku Muhammad
bin 'Amru telah menceritakan kepada kami 'Amru
bin Muslim bin 'Ammar Al Laitsi dia berkata,
"Kami pernah berada di tempat pemandian menjelang iedul adlha, sedangkan
sebagian orang ada yang mencukur ketiaknya dengan pisau cukur, maka sebagian
orang di tempat pemandian berkata, "Sesungguhnya Sa'id bin Musayyab
membenci hal itu, atau ia melarang hal itu." Lantas aku menemui Sa'id bin
Musayyab dan memberitahukan hal itu kepadanya, ia menjawab, "Wahai
keponakanku, hadits ini telah dilupakan, atau ditinggalkan." Telah
menceritakan kepadaku Ummu
Salamah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda semakna dengan hadits
Mu'adz dari Muhammad bin 'Amru." Dan telah menceritakan kepadaku Harmalah
bin Yahya dan Ahmad
bin Abdurrahman Akhi Ibnu Syihab keduanya berkata;
telah menceritakan kepada kamiAbdullah
bin Wahb telah mengabarkan kepadaku Haiwah telah mengabarkan
kepadaku Khalid
bin Yazid dari Sa'id
bin Abu Hilal dari Umar
bin Muslim Al Junda'i bahwa Ibnu
Musayyab telah mengabarkan kepadanya, bahwa Ummu
Salamah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, telah
mengabarkan kepadanya, lalu ia menyebutkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
semakna dengan hadits mereka."
Tema: Tidak mencukur rambut bagi yang ingin menyembelih
ترك أخذ الشعر لمن أراد أن يضحي
No. Hadist: 1443 | Sumber: Tirmidzi | Kitab: Hewan kurban
Bab: Tidak mencukur rambut bagi yang ingin menyembelih
Bab: Tidak mencukur rambut bagi yang ingin menyembelih
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْحَكَمِ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ
عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عَمْرٍو أَوْ عُمَرَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
الْمُسَيَّبِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَأَى هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ
فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالصَّحِيحُ هُوَ عَمْرُو بْنُ مُسْلِمٍ قَدْ رَوَى
عَنْهُ مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ وَغَيْرُ وَاحِدٍ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا
الْحَدِيثُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَيْرِ هَذَا الْوَجْهِ نَحْوَ هَذَا
وَهُوَ قَوْلُ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَبِهِ كَانَ يَقُولُ سَعِيدُ بْنُ
الْمُسَيَّبِ وَإِلَى هَذَا الْحَدِيثِ ذَهَبَ أَحْمَدُ وَإِسْحَقُ وَرَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ
فِي ذَلِكَ فَقَالُوا لَا بَأْسَ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ شَعَرِهِ وَأَظْفَارِهِ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ
وَاحْتَجَّ بِحَدِيثِ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَبْعَثُ بِالْهَدْيِ مِنْ الْمَدِينَةِ فَلَا يَجْتَنِبُ شَيْئًا
مِمَّا يَجْتَنِبُ
مِنْهُ الْمُحْرِمُ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Al Hakam Al Bashri berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Ja'far dari Syu'bah dari Malik
bin Anas dari Amru
atau Umar bin Muslim dari Sa'id
Ibnul Al Musayyab dari Ummu
Salamah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Barangsiapa melihat hilal bulan dzul hijjah dan ingin berkurban, maka
janganlah ia mengambil rambut atau kukunya." Abu Isa berkata; "Hadits
ini derajatnya hasan shahih. Yang benar, dia adalah Amru bin Muslim, Muhammad
bin Amru bin Alqamah adalah orang yang meriwayatkan hadits darinya dan masih
banyak lagi. Hadits ini juga diriwayatkan dari Sa'id Ibnul Musayyab, dari Ummu
Salamah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan jalur lain, seperti
hadits tersebut. Hadits ini menjadi pendapat sebagian ulama` di antaranya Sa'id
bin Al Musayyab, Ahmad dan Ishaq. Namun ada sebagian ulama` lain yang
memberikan keringan dalam persoalan tersebut, mereka mengatakan, "Tidak
apa-apa mengambil bulu atau kukunya, dan ini adalah pendapat As Syafi'i. Ia
berhujah dengan hadits 'Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mengirim hewan kurban dari Madinah. Dan beliau tidak menghindari perbuatan yang
dihindari oleh orang yang sedang ihram."
Idza roaitum hilaala dzilhijjati wa arooda ahadukum an
yudhahiyya falyumsik ‘an sya’rihii wa adlmarihi
( rowahul Jamaah illa tirmidzi )
“Apabila kamu telah melihat bulan baru daripada
Dzilhijjah, dan berkehendak salah
seorang kamu akan berudliyyah maka hendaklah ia menahan dirinya dari pada
memotong rambutnya dan kukunya.”
(
HR AL JAMAAH kecuali Tirmidzi)
Dalam Hadits Mu’ammar bin Abdulloh disebutkan :
Lamma naharo hadyahu bimina Qoola : amaroni an ahliqohu
“ Bahwa seteleh Rosululloh saw selesai
menyembelih hadyanya di Mina ia bersabda : saya dititah oleh Rosululloh buat mencukurnya “
( HR AHMAD DAN THOBRONI)
K.H.M . Syafi’i Hadzami 100 Masalah Agama Jilid
4 Halaman 191-192
Beberapa Ulama menyatakan bahwa berqurban itu
lebih utama dari pada sedekah yang nilainya sepadan.Bahkan lebih utama daripada
membeli daging yang seharga atau bahkan yang lebih mahal dari harga binatang qurban tersebut kemudian daging tersebut disedekahkan
. Sebab, tujuan yang terpenting dari berkurban itu adalah taqorrub kepada Alloh
melalui penyembelihan.
( fikitaabi Syarhul Mumti’ 7/521 wa kitaabi
Tuhfatul Maulud hal 65 )
Al –Adhahi merupakan jamak Udhiyah dengan
dibaca baris dhommah huruf alif , boleh pula huruf alif dibaca kasroh dan boleh
pula hamzah dibuang sedangkan huruf dhad dibaca fathah . Ia seolah diambil dari nama waktu yang
disyariatkan untuk menyembelih hewan Qurban dan hari itu dinamakan Aidil Adha.
Tema:
Pendapat yang mengatakan
"Idul Adlha adalah hari berkurban"
من قال الأضحى يوم النحر
من قال الأضحى يوم النحر
No. Hadist: 5124 | Sumber: Bukhari | Kitab: Kurban
Bab: Pendapat yang mengatakan "Idul Adlha adalah hari berkurban"
Bab: Pendapat yang mengatakan "Idul Adlha adalah hari berkurban"
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ
خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ
وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ أَيُّ شَهْرٍ
هَذَا قُلْنَا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ
أَلَيْسَ ذَا الْحِجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ
سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ الْبَلْدَةَ قُلْنَا بَلَى
قَالَ فَأَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ
أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ
عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ
فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ أَلَا فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي ضُلَّالًا يَضْرِبُ
بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ أَلَا لِيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يَبْلُغُهُ
أَنْ
يَكُونَ أَوْعَى
لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ وَكَانَ مُحَمَّدٌ إِذَا ذَكَرَهُ قَالَ صَدَقَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ أَلَا هَلْ
بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Salam telah menceritakan kepada kami Abdul
Wahab telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Muhammad dari Ibnu
Abu Bakrah dari Abu
Bakrah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Sesungguhnya zaman itu terus berputar sama seperti saat
Allah menciptakan langit dan bumi, setahun ada dua belas bulan, dan empat di
antaranya adalah bulan-bulan haram, dan tiga di antaranya adalah bulan-bulan yang
berurutan yaitu; Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Sedangkan bulan
Rajab adalah bulan Mudzar yaitu bulan yang terletak antara Jumadil Akhir dan
Sya'ban." (beliau bertanya): "Bulan apakah sekarang ini?" kami
menjawab; "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau terdiam
beberapa saat, hingga kami menduga bahwa beliau akan menyebutnya dengan nama
yang lain, lalu beliau bersabda: "Bukankah sekarang bulan Dzul
Hijjah?" kami menjawab; "Benar." Beliau bertanya lagi: "Negeri
apakah ini?" kami menjawab; "Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui." Beliau terdiam beberapa saat, hingga kami menduga beliau akan
menyebutnya dengan nama yang lain, lalu beliau bersabda: "Bukankah
sekarang kita berada di negeri Baldah?" kami menjawab; "Benar."
Beliau kembali bertanya: "Hari apakah ini?" kami menjawab;
"Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau terdiam beberapa
saat, hingga kami mengira beliau akan menyebutnya dengan nama yang lain.
Kemudian beliau bersabda: "Bukankah sekarang adalah hari Nahr (kurban)?"
kami menjawab; "Benar." Beliau kemudian bersabda: "Sesungguhnya
darah kalian, harta bendamu -Muhammad berkata; saya kira beliau juga bersabda:
dan kehormatan kalian- adalah haram atas diri kalian, seperti haramnya harimu
sekarang ini, di negerimu ini, dan di bulan kalian ini. Sesungguhnya kalian
pasti akan bertemu dengan Rabb kalian (di hari kiamat kelak), dan Dia akan
menanyakan tentang semua amal perbuatan kalian. Oleh karena itu, sepeninggalku
nanti, janganlah kalian kembali kepada kesesatan -dimana sebagian dari kalian
membunuh sebagian yang lain-, hendaknya orang yang hadir pada saat ini
menyampaikan kepada orang yang tidak hadir! bisa jadi orang yang mendengar dari
mulut kedua justru lebih menjaga apa-apa yang di dengarnya daripada orang yang
mendengarnya secara langsung." Sedangkan apabila Muhammad menyebutkan
hadits tersebut, dia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
benar." Setelah itu beliau bersabda: "Bukankah aku telah
menyampaikannya, bukankah aku telah menyampaikannya?! Hingga dua kali.
- "Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah." (HR. At Tirmidzi)
- "Telah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian." (HR. Ad Daruquthni)
Dua hadits di atas
merupakan qarinah (indikasi/petunjuk) bahwa qurban adalah sunnah.
Firman Allah SWT yang berbunyi "wanhar" (dan berqurbanlah
kamu) dalam surat Al Kautas ayat 2 adalah tuntutan untuk melakukan qurban (thalabul
fi'li). Sedang hadits At Tirmidzi, "umirtu bi an nahri wa
huwa sunnatun lakum" (aku diperintahkan untuk menyembelih
qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah), juga hadits Ad Daruquthni "kutiba
‘alayya an nahru wa laysa biwaajibin ‘alaykum" (telah
diwajibkan atasku qurban dan ia tidak wajib atas kalian); merupakan qarinah
bahwa thalabul fi'li yang ada tidak bersifat jazim
(keharusan), tetapi bersifat ghairu jazim (bukan keharusan). Jadi,
qurban itu sunnah, tidak wajib. Namun benar, qurban adalah wajib atas Nabi SAW,
dan itu adalah salah satu khususiyat beliau (lihat Rifa'i et.al.,
Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, hal. 422).
Namun hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar
seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW :
"Barangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan (bukan maksiat) kepada
Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya." (lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah XIII/157).
Qurban juga menjadi
wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata, "Ini
milik Allah," atau "Ini binatang qurban."
(Sayyid Sabiq, 1987; Al Jabari, 1994).
Orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban, hukumnya makruh.
Sabda Nabi SAW :
"Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban,
maka janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Al Hakim, dari Abu Hurairah RA. Menurut
Imam Al Hakim, hadits ini shahih. Lihat Subulus Salam IV/91)
Perkataan Nabi "fa laa yaqrabanna musholaanaa"
(janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm),
yaitu tidak layaknya seseorang -yang tak berqurban padahal mampu-- untuk
mendekati tempat sholat Idul Adh-ha. Namun ini bukan celaan yang sangat/berat (dzamm
syanii') seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min ‘amalisy
syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan
jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula
meninggalkan sholat Idul Adh-ha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak
wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram.
(lihat ‘Atha` ibn Khalil, Taysir Al Wushul Ila Al
Ushul, hal. 24; Al Jabari, 1994).
Mangka dekno sholat karana Alloh lan
padha qurbano sira miturut kesanggupan ira .
Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
2.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
[1605]
Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri
nikmat Allah.
(
QS AL KAUTSAR : 2)
Imam
Malik Imam Syafi’i ngaturake panemune :
Qurban hukume wajib( tumrap wong kang kuat )
Imam
Abu Hanifah : qurban hukume wajib kanggone wong kang bermukim ( ora lagi
lelungan ) kang uga duwe kesanggupan.
Ananging
ana muride Imam Abu Hanifah kang
aran Abu Yusuf lan
Muhammad kurban iku hukume ora wajib .
(
FII KITABI BIDAYATUL MUJTAHID JUZ 3 HALAMAN 242 )
Panemu
qurban kang hukume sunat kanggo kita umat Muhammad SAW
“
Aku ( Nabi ) diprentahake qurban lan qurban iku sunnat kanggo iro kabeh.”
(
HR IMAM TURMADZI )
“ qurban
diwajibke marang ingsun ( Nabi ) lan ora wajib kanggo iro kabeh .”
Padha gathekno :
“Manawa sira wus nemoni sasi Zulhijjah lan duwe
kersa arep qurban, mula tahanen rambut lan kuku iro “
Qurban
disebut uga Udhiyyah kang hukume sunnah muakkadah, sunat kang dikuatake,
lan ora wajib Qurban iki kajaba anane nadzar haqiqi utawa nadzar
hukmi;
Nadzar hakiki kayato :
Lillaahi ‘alayya an udhiyya bihaadzihi
“ Bagi Alloh wajib atasku bahwa aku berqurban
dengan ini
Utawa diucapake :
“Bagi Alloh wajib atasku bahwa aku beraqiqoh
untuk anakku si Polan dengan ini.
Sedang Nadzar Hukmi, dkataka juga Ta’yin seperti
هذه
أضحية
Hadzihi Udhiyyatun : ini qurban ;
Almuqoddimatul Hadlromiyyah pada
Kitab hamisi Busyrol Karim juz II, halaman 125
ditegaskan sbb:
باب الا ضحية .
هي سنة مؤكدة ولا تجب الاّ بالنذر وبقوله هذه اضحية او جعلتها اضحية ولا يحجزئ
الاّ الابل والبقر والغنم
Babul udhiyyati. Hiya sunnatun
muakkadatun walaa tajibu illa bin nadzri wa biqoulihi haadzihi udhiyyatun au
ja’altuha udhiyyatan walaa yujziu illaalibilu wal baqoru wal ghonamu
“Inilah
bab udhiyyah ( qurban ) dia itu sunnah muakkadah.dan dia menjadi wajib kecuali
dengan nadzar dan dengan perkataannya : inilah udhiyyah, atau Aku telah jadikan
dia udhiyyah, dan tidak memadai melaikan unta, sapi dan kambing.
Tema:
Sunah berkurban
سن الأضحية
سن الأضحية
No. Hadist: 3631 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunah berkurban
Bab: Sunah berkurban
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا
إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ
الضَّأْنِ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad
bin Yunus telah menceritakan kepada kami Zuhair telah menceritakan
kepada kami Abu
Az Zubair dari Jabir dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kamu
sembelih hewan untuk berkurban, melainkan hewan yang telah dewasa (Musinnah).
Jika itu sulit kamu peroleh, sebelihlah jadz'ah."
No. Hadist: 3632 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunah berkurban
Bab: Sunah berkurban
و حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ
أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا
صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ
بِالْمَدِينَةِ فَتَقَدَّمَ رِجَالٌ فَنَحَرُوا وَظَنُّوا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ نَحَرَ فَأَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
كَانَ نَحَرَ قَبْلَهُ أَنْ يُعِيدَ بِنَحْرٍ آخَرَ وَلَا يَنْحَرُوا حَتَّى يَنْحَرَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad
bin Hatim telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Bakar telah mengabarkan kepada kami Ibnu
Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu
Az Zubair bahwa dia mendengar Jabir
bin Abdullah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam pernah shalat Iedul Adlha bersama kami di Madinah, lalu para laki-laki
menyembelih (hewan kurban), sebab mereka menyangka bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam telah menyembelih (hewan kurban). Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kemudian memerintahkan bagi mereka yang telah menyembelih sebelum
shalat untuk mengulangi kurbannya, dan mereka tidak menyembelihnya hingga Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menyembelihnya terlebih dahulu."
No. Hadist: 3633 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunah berkurban
Bab: Sunah berkurban
و حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ
أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِى حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَعْطَاهُ غَنَمًا يَقْسِمُهَا عَلَى أَصْحَابِهِ ضَحَايَا فَبَقِيَ عَتُودٌ
فَذَكَرَهُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
ضَحِّ بِهِ أَنْتَ قَالَ قُتَيْبَةُ عَلَى صَحَابَتِهِ
Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah
bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits. (dalam jalur lain
disebtkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Rumh telah mengabarkan kepada kami Al
Laits dari Yazid
bin Abu Habib dari Abu
Al Khair dari 'Uqbah
bin 'Amir, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
memberikan kambing kepadanya supaya dia membagikannya kepada para sahabatnya.
Setelah itu tidak ada yang tersisa melainkan seekor kambing yang masih muda,
lantas dia memberitahukannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Berkurbanlah dengannya." Qutaibah menyebutkan,
"Atas para sahabatnya."
No. Hadist: 3634 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunah berkurban
Bab: Sunah berkurban
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ هِشَامٍ
الدَّسْتَوَائِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ بَعْجَةَ الْجُهَنِيِّ عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ قَسَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِينَا ضَحَايَا فَأَصَابَنِي جَذَعٌ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّهُ أَصَابَنِي جَذَعٌ فَقَالَ ضَحِّ بِهِ و حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ حَسَّانَ
أَخْبَرَنَا مُعَاوِيَةُ وَهُوَ ابْنُ سَلَّامٍ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ
أَخْبَرَنِي بَعْجَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ
الْجُهَنِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسَمَ
ضَحَايَا بَيْنَ أَصْحَابِهِ بِمِثْلِ مَعْنَاهُ
Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Yazid
bin Harun dari Hisyam
Ad Datawa`i dari Yahya
bin Abu Katsir dari Ba'jah
Al Juhani dari 'Uqbah
bin 'Amir Al Juhani dia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam pernah membagi-bagikan hewan kurban kepada kami. Saya mendapat
seekor kambing muda. Lalu kukatakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, "Wahai Rasulullah, saya mendapat kambing muda!" Beliau
bersabda: "Berkurbanlah dengan itu!" Dan telah menceritakan kepadaku Abdullah
bin Abdurrahman Ad Darimi telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Hasan-
telah mengabarkan kepada kami Mu'awiyah -yaitu Ibnu Sallam-
telah menceritakan kepadaku Yahya
bin Abu Katsir telah mengabarkan kepadaku Ba'jah
bin Abdullah bahwa 'Uqbah
bin 'Amir Al Juhani mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah membagi-bagikan hewan kurban untuk para
sahabatnya, sebagaimana makna hadits di atas."
Tema:
Sunahnya berkurban dan
menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
استحباب الضحية وذبحها مباشرة بلا توكيل والتسمية
استحباب الضحية وذبحها مباشرة بلا توكيل والتسمية
No. Hadist: 3635 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunahnya berkurban dan menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
Bab: Sunahnya berkurban dan menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ
ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى
صِفَاحِهِمَا
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah
bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abu
'Awanah dari Qatadah dari Anas dia berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah berkurban dengan dua domba putih yang
bertanduk, beliau menyembelih dengan tangannya sendiri sambil menyebut (nama
Allah) dan bertakbir, dengan meletakkan kaki beliau dekat pangkal leher domba
tersebut."
No. Hadist: 3636 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunahnya berkurban dan menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
Bab: Sunahnya berkurban dan menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ
قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ
وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ و حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ حَدَّثَنَا خَالِدٌ يَعْنِي ابْنَ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
أَخْبَرَنِي قَتَادَةُ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُا ضَحَّى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ قَالَ قُلْتُ آنْتَ
سَمِعْتَهُ مِنْ أَنَسٍ قَالَ نَعَمْ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ وَيَقُولُ بِاسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ
أَكْبَرُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Waki' dari Syu'bah dari Qatadah dari Anas dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berkurban dua ekor domba
putih yang bertanduk." Anas melanjutkan, "Saya melihat beliau
menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri sambil membaca basmalah dan takbir,
dan dengan menginjakkan kaki di pangkal leher domba itu." Dan telah
menceritakan kepada kami Yahya
bin Habib telah menceritakan kepada kami Khalid -yaitu Ibnu Al Harits-
telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah mengabarkan
kepadaku Qatadah dia berkata; saya
mendengar Anas berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berkurban...seperti hadits
di atas." Syu'bah berkata, "Lalu saya bertanya, "Apakah kamu
sendiri yang mendengar dari Anas?" dia menjawab, "Ya." Telah
menceritakan kepada kami Muhammad
bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abu 'Adi dari Sa'id dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam seperti hadits di atas, namun dia menyebutkan, "Dengan
mengucapkan bisimillah dan Allhu akbar."
No. Hadist: 3637 | Sumber: Muslim | Kitab: Hewan kurban
Bab: Sunahnya berkurban dan menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
Bab: Sunahnya berkurban dan menyembelihnya sendiri tenpa mewakilkannya kepada orang lain
حَدَّثَنَا
هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ قَالَ حَيْوَةُ
أَخْبَرَنِي أَبُو صَخْرٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ قُسَيْطٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ
الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي
سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي
الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا
وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
Telah menceritakan kepada kami Harun
bin Ma'ruf telah menceritakan kepada kami Abdullah
bin Wahb dia berkata; Haiwah berkata; telah
mengabarkan kepadaku Abu
Shahr dari Yazid
in Qusaith dari 'Urwah
bin Zubair dari 'Aisyah, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba
bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan
di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan
kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada 'Aisyah:
"Wahai 'Aisyah bawalah pisau kemari." Kemudian beliau bersabda:
"Asahlah pisau ini dengan batu." Lantas 'Aisyah melakukan apa yang di
perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba
tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya." Kemudian beliau
mengucapkan: "Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad,
keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad." Kemudian beliau berkurban
dengannya."
2.b.Bagi orang yang mampu untuk
berqurban namun enggan melaksanakan maka
hukumnya makruh bagi keluarga yang mampu namun meningggalkannya .
Sebagaimana diriwayatkan dari Abi Huroiroh .RA . Berkata Ia : Telah bersbda
Rosululloh SAW :
مَنْ
وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحٌ قَلَا
يَقْرَبَنَّ مُصَلاَنّا
Artinya :
Barang siapa yang mampu , maka tidak ia
melakukan Qurban , janganlah hendaknya mendekati Musholla kami ( HR. AHMAD DAN
IBNU MAJAH )
adalah mendekatkan diri
pada Aqlloh SWT
Tertegas dalam QS Al Hajj ayat 37
`s9 tA$uZt ©!$# $ygãBqçté: wur $ydät!$tBÏ `Å3»s9ur ã&è!$uZt 3uqø)G9$# öNä3ZÏB 4
y7Ï9ºxx. $ydt¤y ö/ä3s9 (#rçÉi9s3çGÏ9 ©!$# 4n?tã $tB ö/ä31yyd 3
ÎÅe³o0ur úüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÌÐÈ
LAN YANAALALLOOHA LUHUUMUHAA WALAA DIMAAUHAA WALAKIN YANAALUHUT
TAQWAA MINKUM
AL HAJJ sk :22 ayat :37. Daging-daging unta dan
darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi
Ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Dipun ditegasaken ugi
wonten ing sabdanipun Rosululoh SAW :
حَدَّثَنَا أَبُو
عَمْرٍو مُسْلِمُ بْنُ عَمْرِو بْنِ مُسْلِمٍ الْحَذَّاءُ الْمَدَنِيُّ حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نَافِعٍ الصَّائِغُ أَبُو مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي الْمُثَنَّى عَنْ
هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ
النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ
بِمَكَانٍ قَبْلَ
أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ وَزَيْدِ
بْنِ أَرْقَمَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ
مِنْ حَدِيثِ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَأَبُو
الْمُثَنَّى اسْمُهُ سُلَيْمَانُ بْنُ يَزِيدَ وَرَوَى عَنْهُ ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَيُرْوَى عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ فِي الْأُضْحِيَّةِ لِصَاحِبِهَا بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ
وَيُرْوَى بِقُرُونِهَا
Telah
menceritakan kepada kami Abu
Amru Muslim bin Amru bin Muslim Al Hadzdza Al Madani berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdullah
bin Nafi' Ash Sha`igh Abu Muhammad dari Abul
Mutsanna dari Hisyam
bin Urwah dari Bapaknya dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada amalan yang dilakukan
oleh anak Adam pada hari Nahr (Idul Adhha) yang lebih dicintai oleh Allah
selain dari pada mengucurkan darah (hewan kurban). Karena sesungguhnya ia
(hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya.
Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan
darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan
berkurban." Ia berkata; "Dalam bab ini ada hadits serupa dari Imran
bin Hushain dan Zaid bin Arqam." Abu Isa berkata; "Hadits ini
derajatnya hasan gharib, kami tidak mengetahui hadits ini dari Hisyam bin Urwah
selain dari jalur ini. Dan Abul Mutsanna namanya adalah Sulaiman bin Yazid. Dan
Abu Fudaik telah meriwayatkan hadits darinya." Abu Isa berkata;
"Telah diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
Bahwasanya beliau pernah bersabda tentang kurban; "Pemiliknya akan
mendapat satu kebaikan dari setiap bulunya." Dalam riwayat lain,
"Dengan setiap tanduknya." ( H.R . Turmudzi )
4. Akhir
akhir ini sering kita saksikan adanya perkumpulan ( lembaga pendidikan atau
jam’iyah ) yang mengadakan qurban secara missal,dalam arti mengatas namakan
orang banyak atau giliran.
Pertanyaan :
1.Bagaimana hukum qurban secara giliran ?
2.Baagaimana hukum qurban yang mengatasnamakan
orang banyak ?
Jawaban :
1.Hukumnya boleh / sah, bila hewan yang dibuat
qurban itu sudah resmi menjadi milik orang yang mendapat giliran atau orang
yang mendapat giliran itu telah memberi izin pada lainnya untuk mengorbaninya.
2.Qurban atas nama orang banyak itu sah, dengan
syarat :
a.Orang yang diatas namakan itu tidak melebihi
batas maksimal ( satu lembu untuk tujuh
orang menurut Syafi’I )
b.Hewan yang dibuat qurban itu sudah ditentukan
untuk orang yang ditentukan. Jadi umpamanya dua sapi untuk empat belas orang
atau dua orang tanpa ditentukan maka tidak sah.
Catatan :
Adapun
mengikutkan orang banyak dalam pahala saja itu boleh.
Mengambil keterangan dari Kitab :
1.I’anatut Tholibin Juz II halaman 331
2.Nihayatul Muhtaj Juz VIII halaman 133
3.Al Bajuri Juz II Halaman 297
4.Iqna’ Juz II halaman 279
Sebagaimana ketentuan di atas, satu kambing
hanya boleh untuk satu orang (dan boleh diniatkan untuk anggota keluarga), satu
sapi untuk tujuh orang (termasuk anggota keluarganya), dan satu unta untuk
sepuluh orang (termasuk anggota keluarganya), lalu bagaimana jika 1 kambing
dijadikan qurban untuk 10 orang atau untuk satu sekolahan (yang memiliki murid
ratusan orang) atau satu desa? Ada yang melakukan seperti ini dengan alasan
dana yang begitu terbatas.
Soal kedua dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ no. 3055
Soal: Ada seorang ayah yang meninggal dunia.
Kemudian anaknya tersebut ingin berqurban untuk ayahnya. Namun ada yang
menyarankan padanya, ”Engkau tidak boleh menyembelih unta untuk qurban satu
orang. Sebaiknya yang disembelih adalah satu ekor kambing. Karena unta lebih
utama dari
kambing. Jadi yang mengatakan ”Sembelihlah
unta”, itu keliru”. Karena apabila ingin berkurban dengan unta, maka harus
dengan patungan bareng-bareng.
Boleh
berkurban atas nama orang yang meninggal dunia, baik dengan satu kambing atau
satu unta. Adapun orang yang mengatakan bahwa unta hanya boleh disembelih
dengan patungan bareng-bareng, maka perkataan dia yang sebenarnya keliru. Akan
tetapi, kambing tidak sah kecuali untuk satu orang dan shohibul qurban (orang
yang berqurban) boleh meniatkan pahala qurban kambing tadi untuk anggota
keluarganya. Adapun unta boleh untuk satu atau tujuh orang dengan
bareng-bareng berqurban. Tujuh orang tadi nantinya boleh patungan dalam qurban
satu unta. Sedangkan sapi, kasusnya sama dengan unta.
Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan
salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Anggota: ’Abdullah bin Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin ’Abdillah bin Baz[]
[] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 11/403
Dari penjelasan ini, maka kita bisa ambil beberapa pelajaran:
1. Seorang
pelaku qurban dengan seekor kambing boleh mengatasnamakan qurbannya atas
dirinya dan keluarganya.
2. Qurban
dengan sapi atau unta boleh dipikul oleh tujuh orang.
3. Yang
dimaksud kambing untuk satu orang, sapi dan unta untuk tujuh orang adalah dalam
masalah orang yang menanggung pembiayaannya.
Tidak sah berqurban dengan seekor kambing
secara kolektif/urunan lebih dari satu orang lalu diniatkan atas nama jama’ah,
sekolah, RT atau desa. Kambing yang disembelih dengan cara seperti ini
merupakan daging kambing biasa dan bukan daging qurban.
Solusi yang bisa kami
tawarkan untuk masalah iuran hewan qurban secara patungan adalah dengan acara
arisan qurban. Jadi setiap tahun beberapa orang bisa bergantian untuk
berqurban. Di antara alasan dibolehkan hal ini karena sebagian ulama
membolehkan berutang ketika melakukan qurban.
Imam Ahmad bin Hambal
mengatakan tentang orang yang tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu
aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong
melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.”
Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri
mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring
unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari
utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku
telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا
خَيْرٌ
”Kamu
akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”
Catatan:
Catatan:
1. Yang
mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya
arisan berarti berutang.
2. Harga
kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun
pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk
tahun tersebut.
Ketika menyembelih tetap mengatasnamakan
individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan
mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan.
Tema: Bersekutu dalam sembelihan
ما جاء في الاشتراك في الأضحية
No. Hadist: 1421 | Sumber: Tirmidzi | Kitab: Hewan kurban
Bab: Bersekutu dalam sembelihan
Bab: Bersekutu dalam sembelihan
حَدَّثَنَا أَبُو
عَمَّارٍ الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ الْحُسَيْنِ
بْنِ وَاقِدٍ عَنْ عِلْبَاءَ بْنِ أَحْمَرَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ
فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِي الْبَعِيرِ
عَشَرَةً قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي الْأَسَدِ السُّلَمِيِّ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ وَأَبِي أَيُّوبَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ
عَبَّاسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ الْفَضْلِ بْنِ
مُوسَى
Telah menceritakan kepada kami Abu
Ammar Al Husain bin Huraits berkata, telah menceritakan kepada kami
Al
Fadhl bin Musa dari Al
Husain bin Waqid dari Ilba
bin Ahmar dari Ikrimah dari Ibnu
Abbas ia berkata, "Kami bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dalam perjalanan, lalu tibalah hari Idul Adhha. Kami lalu
berserikat berkurban seekor sapi untuk tujuh orang dan seekor unta untuk
sepuluh orang." Abu Isa berkata; "Dalam bab ini ada hadits serupa
dari Abul Asad As Sulami dari bapaknya dari kakeknya, dan hadits Abu
Ayyub." Abu Isa berkata; "Hadits Ibnu Abbas derajatnya hasan gharib,
dan kami tidak mengetahui hadits tersebut kecuali dari Al Fadhl bin Musa."
No. Hadist: 1422 | Sumber: Tirmidzi | Kitab: Hewan kurban
Bab: Bersekutu dalam sembelihan
Bab: Bersekutu dalam sembelihan
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَةِ
الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ وَهُوَ قَوْلُ
سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَابْنِ الْمُبَارَكِ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ وَإِسْحَقَ
و قَالَ إِسْحَقُ يُجْزِئُ أَيْضًا الْبَعِيرُ عَنْ عَشَرَةٍ وَاحْتَجَّ
بِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata, telah
menceritakan kepada kami Malik
bin Anas dari Abu
Az Zubair dari Jabir ia berkata, "Kami
pernah berkurban bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di
Hudaibiyyah, yaitu satu ekor unta untuk tujuh orang dan satu ekor sapi untuk
tujuh orang." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih.
dan hadits ini menjadi pedoman amal oleh para ulama' dari kalangan sahabat Nabi
Sallallahu 'alahi wa sallam dan selainnya. Dan ini adalah perkataan Sufyan Ats
Tsauri, Ibnul Mubarak, Syafi'I, Ahmad dan Ishaq. Ishaq berkata; "Satu ekor
unta juga cukup untuk sepuluh orang." Ia berpegangan dengan hadits Ibnu
Abbas."
6.a. TENTANG ADANYA WAKALAH
( TAUKIL )/ PANITIA QURBAN
Telah berlaku sejak dulu, bahwa orang yang
berqurban menyerahkan qurbannya pada panitia /orang lain.
Pertanyaan :
1.Bagaimana status hokum penyerahan
kepada paninita qurban /orang lain itu ?
2.Apakahtermasuk
wakalah/taukil,tashodduq atau tidak?
3.Apa konsekwensi hokum
dari status
hukum tersebut ?
JAWAB :
1.Status hukum penyerahan itu boleh
2.Itu termasuk wakalah ( Taukil), sebab kalau
memakai sighot
taukil itu sudah jelas, kalau memakai sighot
yang dhohirnya
seperti bukan taukil , maka dikembalikan pada
urfinya orang ajam, bahwa
maksud sighot
tersebut adalah taukil, dan
kalau tanpa sighot
termasuk taukil bil
mu’athoh.
3.Konsekwensinya si wakil atau orang yang
diserahi hanya berhak
menyembelih dan
membagi. Tidak boleh makan
kecuali
sekedar yang telah
ditentukan oleh muwakkil (
Mudlohhi ).
Keterangan ini diambil dari kitab :
1.ALBAJURI
JUZ I halaman 386 - 387
2.KITAB AL ASYBAH WAN NADHOIR halaman 67
3.KITAB AL ANWAR LI’AMALIL ABROR Juz I halaman
209
4.KITAB AHKAMUL FUQOHA JUZ II halaman 59-6
6.b. Apakah Panitia Qurban Boleh Menerima Daging Qurban? (Sebuah Kajian Fiqih Praktis)
Bolehkah jagal atau panitia kurban menikmati daging hasil sembelihan tersebut?
Ustadz Abu Ibrohim
Muhammad Ali -semoga Allah menjaganya- mengatakan, “…Bahkan dibolehkan bagi
penyembelih untuk mendapatkan sebagian daging kurban karena yang dilarang
adalah mengambil sebagian daging qurban sebagai ganti upah menyembelihnya,
karena penyembelih termasuk yang berhak menerima daging qurban.” (Berqurban
bersama Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, artikel Majalah Al-Furqon,
edisi 5 tahun ke-7 hal. 37).
dalil yang mendukung
pendapat ini -sejauh yang kami ketahui- adalah ayat (yang artinya), “Maka
makanlah sebagian dagingnya dan berilah makan kepada orang yang tidak
meminta-minta dan orang yang meminta-minta…” (QS. Al-Hajj : 36).
Al-Baghawi rahimahullah mengatakan, “Adapun apabila upahnya sudah dibayarkan secara penuh
kemudian (bagian hewan kurban itu) disedekahkan kepadanya karena dia termasuk
orang miskin -sebagaimana halnya bersedekah kepada orang-orang miskin yang
lain- maka hal itu tidak mengapa.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa memberikan daging kurban kepada jagal sebagai
sedekah atau hadiah -dan memberi makan dengan daging kurban termasuk di
dalamnya- atau sebagai tambahan atas hak (upah)nya maka berdasarkan analogi hal
itu diperbolehkan
(lihat Fath Al-Bari, 3/631).
Syaikh Abdullah Al-Bassam
rahimahullah
mengatakan, “Penyembelih kurban tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai
bentuk upah atas penyembelihannya dengan kesepakatan para imam. Yang diperbolehkan adalah memberikan daging/bagian hewan
kurban kepadanya sebagai hadiah untuknya -apabila dia tergolong kaya- atau
dalam rangka bersedekah (kepadanya) jika dia tergolong miskin. Apalagi
jika dia sangat menginginkannya karena dia lah orang yang langsung turun tangan
mengurusi penyembelihannya, dengan ini maka keumuman hadits tersebut menjadi
terkhususkan.” (Taudhihul Ahkam, 7/92-93).
SEBUAH KASUS
Dalam tradisi masyarakat Indonesia setiap
merayakan Idul Adha, biasa memberikan daging qurban kepada panitia pengurus
hewan qurban, sehingga mereka mendapatkan bagian daging, boleh mengonsumsi, dan
memanfaatkannya. Namun ada studi fiqih di suatu majalah Islam yang berpendapat
berbeda. Dalam studi itu dikatakan, panitia qurban tidak berhak mendapatkan
daging qurban. Pertimbangannya, daging qurban tidak boleh diberikan kepada
panitia sebagai upah atas jerih-payahnya mengelola hewan qurban. Daging qurban
harus didistribusikan secara sempurna, tanpa ada yang dijual, tanpa ada yang
diberikan sebagai upah. Dalam pandangan ini, kalau panitia bekerja mengelola
qurban, cukup bekerja saja; tidak perlu berharap akan mendapat bagian daging.
Andaikan panitia harus menerima daging, ia diberikan kepada isterinya, bukan ke
tangan panitia itu sendiri.
Saat saya berbicara dengan seorang Ketua DKM,
di masjid dekat rumah, sikapnya lebih ketat lagi. Bapak itu selama ini
mengelola hewan qurban dengan mengeluarkan biaya-biaya operasional. Sementara
dia sendiri tidak mengonsumsi sedikit pun daging qurban. Alasannya, dia hanya
menerima amanat untuk menyembelih dan membagikan, bukan untuk mengonsumsi.
IMPLIKASI SOSIAL
Pandangan dalam studi fiqih di atas bila
menyebar luas di tengah masyarakat, tentu akan memiliki implikasi besar. Ia
bisa menimbulkan keresahan tersendiri. Bila pandangan itu diamalkan, maka para
panitia qurban dilarang menerima daging atau pembagian manfaat apapun dari
hewan qurban. Bisa jadi mereka akan memilih menjadi masyarakat biasa yang tidak
terlibat kepanitiaan, agar tetap bisa mendapatkan daging. Di sisi lain,
pengadaan, penyembelihan, dan pembagian daging qurban akan berkembang secara
KOMERSIAL. Maksudnya, setiap yang bekerja dengan hewan qurban menuntut upah
secara profesional (komersial), dengan pertimbangan mereka tidak berhak
mendapatkan jatah daging sedikit pun.
Tentu saja, bukan seperti itu yang diharapkan
dari syiar Idul Adha. Idul Adha adalah hari raya kaum Muslimin, hari kebanggaan,
hari wibawa, hari kebahagiaan Ummat. Tidak semestinya momen ‘Idul Adh-ha
dikembangkan dengan semangat komersialitas. Ia tetap harus dikembangkan dalam
rangka syiar Islam, ketakwaan, keikhlasan, dan mencari berkah dari sisi Allah
Ta’ala. Kalau iklim komersial yang berkembang, lambat-laun syiar udh-hiyah itu
akan lenyap. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
INTI MASALAH
Di hadapan kita ada
beberapa pertanyaan mendasar yang wajib dicarikan jawabannya menurut arahan
Syariat Islam, yaitu: “Bagaimana hukum panitia qurban yang menerima jatah
pembagian daging qurban? Bolehkah atau dilarangkah? Bagaimana hukumnya panitia
qurban dan keluarganya mengonsumsi daging hewan qurban, atau memanfaatkan apa
yang diperoleh untuk keperluan hidup mereka?”
RUJUKAN
Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya coba
buka-buka beberapa referensi kitab fiqih yang ada di kami. Misalnya, “Ringkasan
Shahih Muslim” karya Imam Al Mundziri; “Bulughul Maram” karya Ibnu Hajar Al
Asqalani; “Mulakhas Fiqhiy” karya Syaikh Shalih Al Fauzan; Tafsir Ibnu Katsir,
khususnya saat membahas Surat Al Hajj ayat 28 dan 36; “Fiqh Islam” karya H.
Sulaiman Rasyid; dan buku “Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama Jilid 1-3”
karya Al Ustadz A. Hassan. Hanya saja, dalam buku terakhir tidak saya jumpai
pembahasan tentang kasus di atas.
PEMBAHASAN
Untuk menemukan jawaban
yang memuaskan dari kasus yang disebutkan di awal tulisan ini, ada beberapa
poin pembahasan yang perlu disampaikan. Secara berurutan disebutkan sebagai
berikut:
[1] Pada dasarnya, panitia
qurban BERHAK mendapatkan jatah daging qurban, berhak mengonsumsi, atau
mengambil manfaat dari hewan qurban yang dibagikan. Dalilnya sederhana, bahwa
tidak ada larangan dalam Al Qur’an atau As Sunnah yang mengharamkan panitia
mendapat jatah daging qurban. Kita tidak pernah mendapati ayat Al Qur’an atau
hadits Nabi Saw yang mengatakan, misalnya, “Barangsiapa bekerja mengatur urusan
daging hewan qurban, dilarang memakan dagingnya, atau mengambil manfaat apapun
darinya.” Tidak ada indikasi ke arah itu. Kaidah ushul
yang berlaku disini, “Al ‘ashlu fil asy-yai al ibadah”
(asal dari setiap sesuatu, selama tidak ada yang larangan, ialah mubah atau
boleh). Namun hukum ini belum memadai, sehingga perlu diberi
penjelasan-penjelasan lain.
[2] Dalam Surat Al Hajj
ayat 28 disebutkan, “Fa
kuluu mina wa ath-imul ba’itsil faqiir” (maka makanlah hewan
qurban itu dan berikanlah makan kepada orang-orang yang tertimpa kefakiran).
Terhadap ayat di atas, Ibnu
Katsir rahimahullah berkomentar, “Sebagian orang
berdalil dengan ayat ini atas wajibnya memakan daging qurban. Ini adalah
pendapat yang asing. Akan tetapi pendapat yang paling banyak, bahwa makan
daging qurban termasuk bab rukhsah (keringanan), atau mustahab (lebih
disukai).”
Imam Malik rahimahullah
berkata, “Aku lebih suka makan hewan qurban, karena Allah Ta’ala berfirman,
‘Makanlah darinya!’” Ibnu Wahab berkata, “Aku
bertanya ke Laits, dia berkata seperti itu juga (sependapat dengan Imam
Malik).” Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Dulu
kaum musyrikin tidak memakan daging sembelihan untuk qurban. Maka diberi
keringanan kepada kaum Muslimin. Siapa yang mau, silakan makan; siapa yang
tidak mau, tidak usah makan.” Ibnu Jarir At Thabari rahimahullah juga
menetapkan bolehnya memakan daging sembelihan qurban tersebut. Beliau meyitir
ayat-ayat lain sebagai qiyas.
Singkat kata, lebih disukai jika kaum Muslimin
mengonsumsi daging hewan qurban. Malah ada yang berpendapat, wajib mengonsumsi.
Dengan demikian, jika para panitia hewan qurban itu Muslim, mereka lebih
disukai mengonsumsi daging qurban.
[3] Surat Al Hajj ayat 28
diperkuat oleh ayat selanjutnya, Surat Al Hajj ayat 36. Disana dikatakan, “Fa kuluu minha wa ath-imul qaa-ni’ wal
mu’tar” (maka makanlah dari daging qurban itu dan berikan makan
kepada orang yang qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada pada diri mereka)
dan orang yang meminta (diberi daging hewan qurban).”
Atas ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan,
“Berkata sebagian Salaf, ‘Makanlah darinya!’ Ini perkara mubah. Imam Malik
berpendapat, ia lebih
disukai. Sebagian ulama
Syafi’i menghukuminya wajib.” (Perlu diingat, Imam Ibnu Katsir rahimahullah
termasuk bermadzhab fiqih Syafi’iyyah).
Ketika menjelaskan
makna, memberi makan kepada al
qana’ dan al mu’tar,
Ibnu Abbas Ra menjelaskan, “Al qana’ ialah orang yang merasa cukup atas apa
yang engkau berikan kepadanya, sedangkan dia ada di rumahnya (maksudnya, tidak
keluar rumah untuk meminta-minta daging qurban). Al mu’tar ialah orang yang
memohon kepadamu, mencelamu atas daging yang engkau berikan, dan tidak
meminta.” Terjemah Depag. RI menyebut al qana’ sebagai yang rela dengan keadaan
dirinya, sehingga tidak perlu meminta-minta. Sedangkan al mu’tar, orang yang
meminta diberi daging.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Telah
berhujjah dengan ayat ini sebagian ulama, bahwa hasil sembelihan qurban dibagi
3 bagian: 1/3 untuk yang berqurban, 1/3 untuk dihadiahkan kepada
teman-temannya, dan 1/3 lagi disedekahkan untuk fakir-miskin.”
Syaikh Shalih Al Fauzan
berpendapat, “Lebih disukai makan hewan dari hadyu, jika hadyu untuk Haji
Tamattu’ dan Qiran. Dan disukai makan dari hewan qurban, diberikan sebagai
hadiah, dan disedekahkan, sepertiga-sepertiga. Seperti firman Allah, ‘Maka
makanlah darinya dan berikan makan.’” (Mulakhas Fiqhiy. Juz I, hal 317).
Dengan penjelasan Surat Al Hajj ayat 38 ini,
maka hukum memakan daging qurban bagi kaum Muslimin, bersifat lapang. Ia boleh
diberikan kepada manusia yang meminta dan yang tidak meminta. Boleh diberikan
kepada kaum fakir-miskin, maupun orang kaya yang sehari-hari makan daging.
Andaikan bukan karena rasa lezat dan kandungan gizi dari daging qurban,
setidaknya bisa diambil berkahnya.
[4] Sebuah hadits dalam
riwayat Imam Bukhari-Muslim. Anas Ra. berkata, “Rasulullah Saw pernah berqurban
dengan dua ekor kambing kibasy putih, yang telah tumbuh tanduknya. Aku pernah
melihat beliau menyembelih kedua kambing itu dengan tangannya, aku melihat
beliau meletakkan kakinya di pangkal leher kedua domba itu, lalu membaca
bismillah dan bertakbir.” Dalam riwayat lain, Rasulullah meminta Aisyah Ra. memberikan
beliau pisau tajam untuk menyembelih hewan udh-hiyyah (qurban).
Disini didapat dalil, bahwa seseorang boleh
menyembelih hewan qurban miliknya dengan tangannya sendiri. Malah cara seperti
itu lebih baik, sesuai Sunnah Nabi Saw. Dan orang yang menyembelih ini tidak
diharamkan makan hasil sembelihan daging qurban-nya. Rasulullah Saw sendiri
menyembelih, keluarganya lalu memasak dagingnya, dan beliau memakan hasil
masakan itu. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz VI, hal. 307). Jadi, anggapan bahwa
pihak yang menyembelih hewan qurban tidak berhak makan daging qurban
dimentahkan oleh riwayat-riwayat itu.
5] Dalam hadits lain,
masih riwayat Bukhari Muslim, disebutkan dalam Bulughul Maram, hadits no. 1166, tentang Kitab Adha-hiy. Dari Ali bin
Abi Thalib Ra., dia berkata, “Rasulullah Saw menyuruhku mengurus hewan
sembelihannya (qurban). Beliau perintahkan aku membagikan dagingnya, kulitnya,
bulunya, untuk kaum fakir-miskin. Dan tidak memberikan sedikit pun kepada
tukang jagalnya.”
Hadits ini sangat menarik, sebab dari riwayat
ini kita bisa mengambil hikmah, bahwa kepanitiaan hewan qurban itu sudah ada
sejak jaman Nabi Saw. Meskipun pada awalnya bersifat sederhana, dengan
melibatkan Ali Ra sebagai pengelola dan pendistribusi hewan qurban tersebut.
Atas riwayat di atas As
Shan’ani, penulis kitab Subulus
Salam, memberikan penjelasan sebagai berikut, “Kulit, bulu, daging
hewan qurban harus dibagikan seluruhnya sebagai sedekah. Seseorang yang
berqurban boleh memakan sebagian dagingnya, boleh mengambil kulitnya untuk
keperluan pribadi, dan tidak untuk dijual. Memberikan daging qurban kepada
penjagal sebagai imbalan atas kerjanya, dilarang. Sebagian orang tidak memberi
upah sama sekali kepada tukang jagal, ini tidak boleh. Kalau kemudian tukang
jagal itu menerima upah tidak seperti yang dia harapkan, itu diperbolehkan.”
Disini didapat penjelasan, bahwa perintah tidak
memberikan daging kepada tukang jagal (al jizarah), ialah jika daging itu
diberikan sebagai upah atas kerja tukang jagal tersebut. Padahal ketentuannya,
semua bagian hewan qurban yang bisa dimanfaatkan dibagikan, bukan dijual, atau
dikonversikan menjadi upah kerja.
Dalam sebuah riwayat,
Rasulullah Saw bersabda, “Jangan dijual daging hadyu dan daging qurban.
Makanlah dagingnya, bersedekahlah dengannya, ambil manfaat dari kulitnya,
jangan dijual kulit itu.” (HR. Ahmad).
KESIMPULAN PENTING
Ada beberapa kesimpulan
penting yang bisa ditarik disini, yaitu:
[a] Lebih utama bagi
kaum Muslimin untuk mengonsumsi daging hewan qurban.
[b] Daging hewan qurban
diberikan kepada kaum Muslimin yang meminta (al mu’tar) dan yang tidak meminta
(al qana’). Keduanya berhak mendapatkan.
[c] Daging hewan qurban secara umum dibagi 3
bagian: 1/3 untuk pihak yang berqurban; 1/3 untuk kawan-kawan pihak yang
berqurban, dan 1/3 lagi disedekahkan untuk fakir-miskin.
[d] Hasil hewan qurban dibagikan seluruhnya,
tidak ada yang dijual dan tidak ada yang diberikan sebagai upah dalam bentuk
daging, kulit, atau bulu.
[e] Tukang jagal yang bekerja menyembelih hewan
qurban tidak boleh diupah dengan daging qurban, kulit, atau bulunya. Dia boleh
diupah dengan harta yang lain. Apabila tidak memberikan upah sama sekali,
menurut As Shan’ani hal itu tidak boleh.
[f] Tradisi mengurus hewan qurban, lalu
membagikan ke masyarakat, sudah ada sejak jaman Rasulullah Saw. Dicontohkan
dengan perbuatan Ali bin Abi Thalib Ra.
6.c.
BAGAIMANA POSISI PANITIA QURBAN?
Sebagai kaum Muslimin, panitia qurban jelas berhak mendapatkan daging qurban, berhak menikmati, dan memanfaatkan hasil sembelihan qurban. Mereka adalah bagian dari kaum Muslimin yang berhak mendapat keberkahan Yaumun Nahr (hari raya Idul Adha).
Lebih kuat lagi, apabila mereka membutuhkan
daging tersebut untuk keperluan diri dan keluarganya. Hal ini benar-benar
diperbolehkan (Surat Al Hajj ayat 36). Bahkan bila panitia itu tergolong
fakir-miskin, mereka lebih berhak.
Adapun panitia yang ikut terlibat dalam
mengurus hewan qurban, dalam rangka ingin mendapatkan bagian daging qurban, hal
itu diperbolehkan. Bahkan, andaikan mereka duduk di rumah saja, mereka berhak diberi.
Andaikan mereka meminta
jatah daging, tanpa harus bekerja, itu juga diperbolehkan. Apalagi kalau sampai
mereka ikut terlibat mensukseskan pengelolaan hewan qurban, mereka lebih
diutamakan dari orang-orang yang hanya menunggu diberi daging.
Hanya saja, urusannya menjadi lain, kalau niat
panitia bersifat komersial. Misalnya, dia terlibat mengurus hewan qurban
semata-mata karena ingin MENDAPAT UPAH. Tentunya, upah itu dalam bentuk uang.
Jika tidak ada uang, dia menuntut supaya upah dikonversi dalam bentuk daging.
Nah, perbuatan seperti ini yang tidak diperbolehkan. Hasil daging qurban bukan
untuk upah.
Tetapi BEKERJA mencari
upah sendiri bukan aib. Setiap Muslim boleh bekerja mencari upah demi kebaikan
diri dan keluarganya. Hanya saja, kalau mencari upah saat mengelola hewan
qurban, tidak boleh meminta upah dengan cara dibayar daging, kulit, atau bulu
hewan qurban. Upah itu bisa berupa uang, atau barang-barang lain yang
disepakati, selain bagian hewan qurban. (Misalnya, upah diminta dalam bentuk
korma, tepung roti, ikan, minyak, atau apa saja di luar bagian hewan qurban).
Kalau ada panitia yang terlibat dengan niat
mencari upah, harus diberikan upahnya. Dan hal itu harus dilakukan kesepakatan
sebelum urusan pengelolaan hewan qurban dimulai. Adapun bagi yang mencari
berkah dari rizki Allah berupa hewan qurban, harus diberikan bagiannya. Bahkan
siapa yang tidak mencari pun, asalkan Muslim dan jatah dagingnya mencukupi,
berhak diberi pula.
Dan sebaik-baik niat
terlibat dalam kepanitian qurban ialah dalam rangka mensukseskan syiar agama
Allah di muka bumi. Niat demikian, selain mendapat pahala takwa, juga berhak
mendapat berkah daging hewan qurban. Dalam Al Qur’an disebutkan, “Dan siapa yang mengagungkan syiar-syiar
Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.”
(Surat Al Hajj: 32).
Semoga kajian sederhana ini bermanfaat bagi
Ummat; menghilangkan keragu-raguan di hati –atas ijin Allah-; bisa membantu
meninggikan syiar agama Allah, dan ikut menanam saham bagi kekalkan barakah
Idul Adha bagi
kaum Muslimin. Semoga
Allah Al Karim memuliakan kita semua. Amin Allahumma amin.
Wallahu A’lam bisshawaab.
7. SYARAT-SYARAT QURBAN
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al Wadhih III/3 membolehkan
berkurban dengan kerbau (jamus), sebab disamakan dengan sapi.
1.PENYEMBELIHAN
Dalam
penyembelihan, wajib terdapat 4 (empat) rukun penyembelihan,
yaitu :
a.Adz Dzaabih (penyembelih), yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus
yang mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi
dan Nashrani), menurut mazhab Syafi'i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan
menurut mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya
penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
b.Adz Dzabiih, yaitu hewan yang disembelih. Telah diterangkan sebelumnya.
c.Al Aalah, yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan
menyembelih hewan, seperti pisau besi, tembaga, dan lainnya. Tidak boleh
menyembelih dengan gigi, kuku, dan tulang hewan (HR. Bukhari dan Muslim).
d.Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri.
Penyembelihan wajib memutuskan hulqum
(saluran
nafas) dan mari` (saluran makanan).
(Mahmud Yunus,
1936)
2.PENYEMBELIH
a.Adz Dzaabih (penyembelih), yaitu setiap muslim, meskipun anak-anak, tapi harus yang
mumayyiz (sekitar 7 tahun). Boleh memakan sembelihan Ahli Kitab (Yahudi dan
Nashrani), menurut mazhab Syafi'i. Menurut mazhab Hanafi, makruh, dan menurut
mazhab Maliki, tidak sempurna, tapi dagingnya halal. Jadi, sebaiknya
penyembelihnya muslim. (Al Jabari, 1994).
b.Adz Dzabh, yaitu penyembelihannya itu sendiri.
Penyembelihan wajib memutuskan hulqum
(saluran
nafas) dan mari` (saluran makanan).
(Mahmud
Yunus, 1936)
3.WAKTU MENYEMBELIH
Tema: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk Abu Burdah
قول النبي صلى الله عليه وسلم لأبي بردة ضح بالجذع
No. Hadist: 5130 | Sumber: Bukhari | Kitab: Kurban
Bab: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk Abu Burdah
Bab: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk Abu Burdah
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُطَرِّفٌ عَنْ عَامِرٍ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ
عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ ضَحَّى خَالٌ لِي يُقَالُ لَهُ أَبُو
بُرْدَةَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنَّ عِنْدِي دَاجِنًا جَذَعَةً مِنْ الْمَعَزِ قَالَ اذْبَحْهَا وَلَنْ
تَصْلُحَ لِغَيْرِكَ ثُمَّ قَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا
يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ
الْمُسْلِمِينَ تَابَعَهُ عُبَيْدَةُ عَنْ الشَّعْبِيِّ وَإِبْرَاهِيمَ وَتَابَعَهُ وَكِيعٌ عَنْ حُرَيْثٍ عَنْ
الشَّعْبِيِّ وَقَالَ عَاصِمٌ وَدَاوُدُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عِنْدِي عَنَاقُ لَبَنٍ
وَقَالَ زُبَيْدٌ وَفِرَاسٌ عَنْ الشَّعْبِيِّ عِنْدِي جَذَعَةٌ وَقَالَ أَبُو الْأَحْوَصِ حَدَّثَنَا مَنْصُورٌ عَنَاقٌ جَذَعَةٌ وَقَالَ
ابْنُ عَوْنٍ عَنَاقٌ جَذَعٌ عَنَاقُ لَبَنٍ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Khalid
bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Muttharif dari 'Amir dari Al
Barra` bin 'Azib radliallahu 'anhu dia berkata; Pamanku yaitu
Abu Burdah pernah menyembelih binatang kurban sebelum shalat (ied), maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Kambingmu
hanya berupa daging biasa (bukan daging kurban) Lantas pamanku berkata;
"Ya Rasulullah, sesungguhnya aku hanya memiliki seekor jad'ah (anak
kambing yang berusia dua tahun)." Beliau bersabda: "Berkurbanlah
dengan kambing tersebut, namun hal itu tidak sah untuk selain kamu."
Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: "Barang siapa berkurban sebelum
shalat (Iedul Adlha), dia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barang
siapa menyembelih setelah shalat (Iedul Adlha), maka sempurnalah ibadahnya dan
dia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat." Hadits ini
diperkuat oleh Ubaidah dari Asy
Sya'bi dan Ibrahim dan diperkuat pula
oleh Waki' dari Huraits dari Asy
Sya'bi, dan berkata Ashim dan Daud dari Asy
Sya'bi, sesungguhnya aku mempunyai kambing perahan. Dan berkata Zubaid dan Firas dari Asy
Sya'bi, saya mempunyai anak kambing berumur dua tahun, dan
berkata Abu
Al Ahwash telah menceritakan kepada kami Manshur, kambing perah yang
berumur dua tahun. Dan berkata Ibnu
Aun,
kambing perah yang berumur dua taun yang diperah susunya
No. Hadist: 5131 | Sumber: Bukhari | Kitab: Kurban
Bab: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk Abu Burdah
Bab: Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk Abu Burdah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سَلَمَةَ عَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ ذَبَحَ أَبُو بُرْدَةَ قَبْلَ
الصَّلَاةِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْدِلْهَا
قَالَ لَيْسَ عِنْدِي إِلَّا جَذَعَةٌ قَالَ شُعْبَةُ وَأَحْسِبُهُ قَالَ هِيَ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّةٍ قَالَ اجْعَلْهَا مَكَانَهَا وَلَنْ
تَجْزِيَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ وَقَالَ حَاتِمُ بْنُ وَرْدَانَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ
أَنَسٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ عَنَاقٌ جَذَعَةٌ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Basyar telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Salamah dari Abu
Juhaifah dari Al
Barra` dia berkata; Abu Burdah pernah menyembelih binatang kurban
sebelum shalat (Iedul Adlha), maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepadanya: "Gantilah kurbanmu." Dia berkata; "Aku tidak
memilikinya lagi kecuali hanya jad'ah (anak kambing berusia dua tahun). Syu'bah mengatakan; aku
mengira Abu Burdah mengatakan; "dan dia lebih baik daripada kambing
muda." Beliau bersabda: "Kurbanlah dengan kambing itu, dan tidak sah
untuk orang lain setelahmu." Hatim
bin Wardan mengatakan dari Ayyub dari Muhammad dari Anas dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, perawi berkata; "Betina jad'ah (anak kambing yang
berusia dua tahun)."
Tema: Menyembelih setelah shalat
ما جاء في الذبح بعد الصلاة
No. Hadist: 1428 | Sumber: Tirmidzi | Kitab: Hewan kurban
Bab: Menyembelih setelah shalat
Bab: Menyembelih setelah shalat
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ أَبِي
هِنْدٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ نَحْرٍ فَقَالَ لَا
يَذْبَحَنَّ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُصَلِّيَ قَالَ فَقَامَ خَالِي فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ هَذَا يَوْمٌ اللَّحْمُ فِيهِ مَكْرُوهٌ وَإِنِّي عَجَّلْتُ نُسُكِي
لِأُطْعِمَ أَهْلِي وَأَهْلَ دَارِي أَوْ جِيرَانِي قَالَ فَأَعِدْ ذَبْحًا آخَرَ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي عَنَاقُ لَبَنٍ وَهِيَ خَيْرٌ مِنْ
شَاتَيْ لَحْمٍ أَفَأَذْبَحُهَا قَالَ نَعَمْ وَهِيَ خَيْرُ نَسِيكَتَيْكَ وَلَا
تُجْزِئُ جَذَعَةٌ بَعْدَكَ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِرٍ وَجُنْدَبٍ وَأَنَسٍ
وَعُوَيْمِرِ بْنِ أَشْقَرَ وَابْنِ عُمَرَ وَأَبِي زَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ
أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنْ لَا يُضَحَّى بِالْمِصْرِ حَتَّى يُصَلِّيَ
الْإِمَامُ وَقَدْ رَخَّصَ قَوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ لِأَهْلِ الْقُرَى فِي
الذَّبْحِ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ الْمُبَارَكِ قَالَ أَبُو عِيسَى
وَقَدْ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ أَنْ لَا يُجْزِئَ الْجَذَعُ مِنْ الْمَعْزِ
وَقَالُوا إِنَّمَا يُجْزِئُ الْجَذَعُ مِنْ الضَّأْنِ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar