Doa Syukur Nikmat
Artikel Asatidzah, Kumpulan Doa - No Comments » - Posted on August, 18 at 2:07 pm
اللَّهُمَّ
أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“ Yaa Allah..Bantulah hamba untuk (senantiasa ) mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, serta memperbaiki (kualitas) ibadahku kepada-Mu.”
Doa ini Rasul wasiatkan kepada Muadz bin Jabbal agar senantiasa dibaca setelah shalat. (HR. Abu Dawud, dengan sanad shahih –riyadhusshalilhin, hal 488)
Syukur Nikmat, Sebab Dibukanya Pintu-Pintu Barakah
posted in Akhlak & Adab, Untaian Nasehat |
Buletin Al Ilmu JemberNabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan (artinya):
“Ada tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.
Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang bunting.
Selang beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang memenuhi suatu lembah.
Kemudian Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan saya. Si belang berkata: Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak.
Malaikat itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu? Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam perjalanan saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia. Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si botak).” (HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)
Di dalam sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia tersebut banyak terkandung faedah dan pelajaran beharga bagi kaum muslimin. Tidaklah Rasulullah menceritakan kisah kejadian umat terdahulu melainkan untuk menjadi pelajaran bagi umat yang datang setelahnya.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111)
Tanda Kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat Yang Maha Mampu untuk berbuat apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Disebutkan dalam hadits ini bahwa Allah subhanahu wata’ala mampu untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh ketiga orang tadi dan memberinya kekayaan serta Allah subhanahu wata’ala pun mampu mencabutnya kembali seperti dua orang tadi yang tidak mau bersyukur.Segala apa yang ada di langit dan di bumi ini merupakan milik Allah subhanahu wata’ala. Seseorang yang memiliki harta yang melimpah, tidaklah kepemilikan itu ada padanya kecuali hanya kepemilikan yang sifatnya nisbi, kepemilikan yang mutlak hanya di tangan Allah subhanahu wata’ala. Sewaktu-waktu Allah subhanahu wata’ala berkehendak untuk mengambilnya, pasti Dia akan lakukan.
Manusia ini adalah makhluk yang sangat lemah, Allah subhanahu wata’ala mampu untuk membalik keadaan seseorang yang semula kaya menjadi miskin, yang tadinya sehat dan kuat menjadi sakit dan lemah tak berdaya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Katakanlah: Ya Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali ‘Imran: 36)
Syukur Nikmat, Sebab Dibukanya Pintu Barakah
Seluruh nikmat yang kita rasakan ini datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah lah (datangnya).” (An Nahl: 53)
Oleh karena itulah, kita diwajibkan untuk bersyukur kepada-Nya sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja beribadah.” (An Nahl: 114)
Wujud syukur kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana diterangkan oleh para ulama adalah dengan meyakini bahwa nikmat tersebut datangnya dari Allah subhanahu wata’ala yang kemudian dia memuji-Nya, menyebut-nyebut nikmat tersebut, serta memanfaatkan nikmat tersebut untuk hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya.
Dalam hadits tersebut kita melihat bagaimana si buta ketika dia bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Dia menegaskan bahwa kenikmatan berupa disembuhkannya dia dari kebutaan dan diberinya harta kekayaan itu datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Kemudian dia menginfakkan hartanya tersebut untuk membantu saudaranya yang membutuhkan. Maka Allah subhanahu wata’ala pun berikan barakah kepadanya dengan ditetapkannya harta tersebut kepadanya dan dia pun mendapatkan ridha Allah subhanahu wata’ala.
Dari sini kita bisa mengambil faedah bahwasanya syukur nikmat merupakan sebab ditetapkan bahkan ditambahkannya kenikmatan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah) akan tambah (kenikmatan) untuk kalian, dan jika kalian ingkar, sesunggahnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim: 7)
Syukur Nikmat, Benteng dari Adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ini merupakan janji Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya (artinya):“Mengapa Allah akan mengadzabmu sementara kamu bersyukur dan beriman?” (An Nisa’: 147)
Mengingkari Nikmat, Sebab Mendapatkan Murka Allah Subhanahu wa Ta’ala
Berbeda dengan si buta, si belang dan si botak justru mengingkari nikmat yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada mereka itu dengan menyatakan: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Mereka mengingkari bahwa harta yang mereka miliki itu merupakan pemberian dari Allah subhanahu wata’ala. Lebih dari itu mereka enggan untuk menginfakkan hartanya untuk membantu saudaranya yang membutuhkan.Maka mereka pun mendapatkan do’a kejelekan dari Malaikat dan mendapatkan murka dari Allah subhanahu wata’ala.
Demikianlah, barangsiapa yang tidak mau bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyombongkan diri bahwa harta yang dimilikinya itu merupakan hasil usahanya sendiri dan bukan pemberian Allah subhanahu wata’ala, maka Allah subhanahu wata’ala mengancamnya dengan adzab yang pedih.
Para pembaca, tidakkah kita ingat akan perkataan Qarun yang diabadikan di dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesunguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (Al Qashash: 78)
Apa yang terjadi kemudian? Allah subhanahu wata’ala tenggelamkan dia beserta hartanya ke perut bumi. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Maka Kami membenamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi.” (Al Qashash: 81)
Anjuran Bershadaqah
Hadits tersebut juga menunjukkan kepada kita tentang anjuran untuk bershadaqah. Tidaklah harta itu berkurang karena shadaqah, dan tidaklah orang kaya itu menjadi miskin karena dia rajin bershadaqah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:Justru dengan bershadaqah, harta seseorang akan semakin bertambah, barakahnya maupun jumlah harta itu sendiri. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Dia (Allah) akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rizki.” (Saba’: 39)
Dalam sebuah hadits Qudsi, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
قَالَ اللهُ تَعَالَى : أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ يُنْفَقْ عَلَيْكَ
“Allah Ta’ala berfirman: Berinfaklah wahai anak Adam (manusia), pasti kamu akan diberi gantinya.” (HR. Al Bukhari, Muslim)Orang-orang yang rajin bershadaqah dan jauh dari sifat kikir itulah yang akan mendapatkan kemenangan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan barangsiapa yang terbebas dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (Al Hasyr: 9)
Namun yang perlu diingat adalah bahwa keutamaan seperti ini tidaklah didapat kecuali oleh orang-orang yang ikhlas dalam shadaqahnya dan tidak mengungkit-ungkit shadaqah yang sudah diberikannya tersebut karena hal itu dapat menghapus pahala dan keutamaan bershadaqah. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan mengungkit-ungkitnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Al Baqarah: 264)
Peringatan dari Perbuatan Kikir
Sifat kikir yang ditunjukkan oleh si belang dan si botak tersebut justru berakibat buruk bagi diri mereka sendiri. Allah subhanahu wata’ala murka kepada mereka. Orang-orang seperti inilah yang Allah subhanahu wata’ala nyatakan dalam Al Qur’an (artinya):“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh orang untuk berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang diberikan kepada mereka.” (An Nisa’: 36-37)
Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka dengan adzab yang pedih.” (At Taubah: 34)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَاتَّقُوا الشُّحَّ, فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Dan hati-hatilah kalian dari kikir, karena kekikiran itu telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Muslim)Para pembaca, dari kisah tersebut kita bisa melihat langsung, apa yang didapat oleh orang yang dermawan, dan apa pula yang dirasakan oleh orang yang kikir. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ, فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا : اللهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا, وَيَقُولُ اْلآخَرُ : اللهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidaklah seorang hamba berada di pagi hari kecuali dua Malaikat turun kepadanya, yang salah satunya berkata: Ya Allah, berilah orang yang berinfak gantinya. Dan yang lain berkata: Ya Allah, berilah orang yang kikir kerusakan.” (HR. Al Bukhari, Muslim)Demikianlah beberapa faedah yang terkandung dalam hadits ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bisa mengambil pelajaran darinya. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.
Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=59
Syukur Nikmat : Mensyukuri & Bersyukur Atas Berbagai Nikmat yang Telah Diberikan oleh Allah SWT - Pelajaran Agama Islam
Sun, 13/08/2006 - 4:00pm — godam64
A. Pengertian dan Definisi Syukur NikmatArti syukur adalah berterima kasih, dan nikmat adalah memiliki arti enak, sedap, lezat, karunia, anugrah, dsb. Keduanya sama-sama berasal dari bahasa arab. Syukur nikmat adalah berarti berterimakasih atas suatu anugerah atau pemberian. Dalam hal ini nikmat datang dari Tuhan YME yaitu Allah SWT.
B. Macam / Jenis Nikmat
1. Nikmat Jasmani / Fisik
Nikmat fisik adalah suatu kenikmatan yang dirasakan oleh tubuh kita. Contohnya seperti nikmat sehat, nikmat makanan dan minuman, nikmat bersetubuh, nikmat angin sepoi-sepoi, dan lain-lain.
2. Nikmat Rohani / Mental
Nikmat rohani adalah nikmat yang dirasakan oleh roh atau jiwa kita. Contoh nikmat jiwa yakni nikmat ilmu pengetahuan, nikmat akal pikiran, nikmat perasaan, dan lain sebagainya.
C. Contoh Perilaku Bersyukur Kepada Tuhan Allah SWT
1. Bersyukur dengan Hati dan Perasaan
- Menghindari perilaku buruk yang dibenci manusia dan Allah SWT seperti kikir, ria, fasik, mungkar, keji, dendam, sombong, takabur, munafik, dan sebagainya.
- Selalu ingat kepada Allah SWT dan juga mengingat mati.
- Memiliki perasaan cinta kepada Allah SWT dan Rasulnya melebihi apapun juga.
- Mengejar kenikmatan akhirat untuk mesuk surga.
2. Beryukur dengan Mulut / Ucapan
- Terbiasa Membaca Al-Quran atau tadarus
- Menyebarkan dan mengajarkan ilmu yang dimiliki
- Selalu ingat Allah dengan berzikir di manapun dan kapanpun kita berada seperti tahlil, tahmid, istigfar, hauqalah, takbir, ta'awudz, dan lain sebagainya
- Senantiasa berdoa kepada Allah untuk mendoakan diri sendiri, keluarga, kerabat, musuh, dan lain sebagainya.
3. Bersyukur dengan Amal Perbuatan
- Melakukan ibadah sholat lima waktu
- Melaksanakan ibadah puasa wajib dan sunat
- Melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangannya
- Berperang dan berjihad di jalan Allah SWT
- Belajar dan mengajarkan ilmu yang telah didapat
- Tolong-menolong sesama manusia
- Melaksanakan ibadah zakat dan haji jika mampu dan memenuhi syarat
4. Bersyukur dengan Harta Benda
- Membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan finansial
- Menabung di bank syariah yang jauh dari praktek riba
- Membangun mushala, masjid, sekolah, jembatan, dan sebagainya
- Menyumbang dana untuk membiayai perang jihad
- Membuat rumah sakit umum
- Mendirikan panti asuhan dan panti jompo islam
Iklan Sponsor (di luar tanggung jawab Organisasi.Org) :
SYUKUR NIKMAT
Oleh : Khoirurrijal, S.Ag, M.A. *
* Kandidat Doktor Adab Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Moulay Ismail Meknes Maroko, Peneliti dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro Lampung, Pemerhati Masalah-masalah Pendidikan, Bahasa, Sosial Kemasyarakatan dan Keagamaan.
Berapa banyak kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada kita sebagai hamba-Nya. Sudahkah kita bersyukur ? Jika kita hitung-hitungnyapun, kita tidak akan sanggup menghitungnya. Ini artinya betapa banyak kenikmatan yang Allah SWT anugerahkan kepada kita, maka sudah selayaknya kita senantiasa bersyukur terhadap kenikmatan yang Allah SWT berikan kepada kita. Syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah SWT, akan membuat nikmat itu sendiri bertambah. Sementara sebaliknya, ingkar/kufur nikmat yang diberikan-Nya, akan membuat diri kita terkena azab dari-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim[14]: 7)
Dalam An-Nahl juga disebutkan, ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl [16]: 78)
Ini artinya, saat kita lahir, kita tidak tahu apa-apa, tidak ada ilmu pengetahuan yang kita miliki. Yang kita miliki hanya ‘naluri’ saja. Seorang bayi yg menangis menandakan si bayi mengirim naluri kepada orang tuanya bahwa ada sesuatu yg tidak dia sukai, entah mengompol, buang air, dan sebagainya.
Tahapan berikutnya, barulah diajarkan kemampuan mendengar, melihat, berbicara, akal budi, dan sebagainya. Maka hati, mata, dan telinga harus menjadi sarana untuk bersyukur kita kepada-Nya.
Syukur kita adalah menggunakan nikmat yang kita dapatkan untuk menyempurnakan ibadah kita sesuai dengan ketentuan-Nya sebagai manifestasi ketaatan kita pada-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-Asyr [103]: 1-3)
Oleh karena itu, marilah kita syukuri nikmat yang Allah SWT berikan dengan meningkatkan iman, takwa, ilmu dan amal sholih kita, agar nantinya kita jangan termasuk golongan orang-orang yang rugi. Apabila manusia taat kepada-Nya, maka kedudukan dia akan terangkat melebihi kedudukan malaikat. Sementara jika dia kufur, maka kedudukan dia akan di bawah jauh melebihi di bawah kedudukan binatang. Wallahu A’lamu bi-ash-shawab.
Temuan Ilmiah Modern: Syukur Menambah Nikmat !
Ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima kasih. Bersyukur, selain menyehatkan jiwa-raga, juga mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar manusia
Sikap berterima kasih atau bersyukur mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar manusia. Inilah kesimpulan S.B. Alqoe dkk. asal University of Virginia, Amerika Serikat (AS). Hasil penelitiannya dimuat di jurnal ilmiah Emotion, edisi Juni 2008 dengan judul "Beyond reciprocity: gratitude and relationships in everyday life" (Lebih dari sekedar hubungan timbal balik: sikap bersyukur dan persahabatan dalam hidup keseharian).
Dalam karya ilmiah itu para ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima kasih yang muncul secara alamiah dalam perkumpulan mahasiswa di perguruan tinggi selama acara "pekan pemberian hadiah" dari anggota lama kepada anggota baru. Para anggota baru mencatat tanggapan atas manfaat yang mereka dapatkan selama pekan tersebut.
Di akhir pekan itu, dan satu bulan kemudian, anggota lama dan anggota baru menilai keadaan persahabatan dan hubungan di antara mereka. Kesimpulannya, rasa terima kasih atas pemberian hadiah berpeluang memicu terbentuknya dan terpeliharanya persahabatan di antara mereka.
Aneka manfaat syukur
Selain jalinan persahabatan yang baik, sikap bersyukur kini terbukti secara ilmiah memicu pula aneka manfaat lain. Di antaranya manfaat kesehatan jasmani, ruhani dan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Tidak heran jika "gratitude research" atau "penelitian tentang sikap bersyukur" menjadi salah satu bidang yang banyak diteliti ilmuwan abad ke-21 ini.
Profesor psikologi asal University of California, Davis, AS, Robert Emmons, sekaligus pakar terkemuka di bidang penelitian "sikap bersyukur", telah memperlihatkan bahwa dengan setiap hari mencatat rasa syukur atas kebaikan yang diterima, orang menjadi lebih teratur berolah raga, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit, dan merasa secara keseluruhan hidupnya lebih baik.
Dibandingkan dengan mereka yang suka berkeluh kesah setiap hari, orang yang mencatat daftar alasan yang membuat mereka berterima kasih juga merasa bersikap lebih menyayangi, memaafkan, gembira, bersemangat dan berpengharapan baik mengenai masa depan mereka. Di samping itu, keluarga dan rekan mereka melaporkan bahwa kalangan yang bersyukur tersebut tampak lebih bahagia dan lebih menyenangkan ketika bergaul.
Tak tersentuh sebelumnya
Dulu, sikap bersyukur atau berterima kasih sama sekali tidak terjamah dalam kajian ilmuwan psikologi tatkala profesor Emmons mulai mengkajinya di tahun 1998. Penelitian pertama prof Emmons melibatkan para mahasiswa kuliah psikologi kesehatan di universitasnya.
Saat itu sang profesor mewajibkan sebagian dari para mahasiswa tersebut untuk menuliskan lima hal yang menjadikan mereka bersyukur setiap hari. Sedangkan mahasiswa selebihnya diminta mencatat lima hal yang menjadikan mereka berkeluh kesah. Tiga pekan kemudian, mahasiswa yang bersyukur memberitahukan adanya peningkatan dalam hal kesehatan jiwa-raga dan semakin membaiknya hubungan kemasyarakatan dibandingkan rekan mereka yang suka menggerutu.
Di tahun-tahun berikutnya, profesor Emmons melakukan aneka penelitian yang melibatkan beragam kondisi manusia, termasuk pasien penerima organ cangkok, orang dewasa yang menderita penyakit otot-saraf dan murid kelas lima SD yang sehat. Di semua kelompok manusia ini, hasilnya sama: orang yang memiliki catatan harian tentang ungkapan rasa syukurnya mengalami perbaikan kualitas hidupnya.
Dampak latihan bersyukur
Melalui latihan, perasaan bersyukur dapat dibiasakan dalam diri seseorang. Pelatihan sengaja untuk menanamkan rasa syukur ini ternyata membawa dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.
Dalam penelitian menggunakan metoda membandingkan, ditemukan bahwa mereka yang menuliskan rasa syukurnya setiap pekan mendapatkan manfaat jasmani-ruhani yang lebih baik dibandingkan mereka yang terbiasa mencatat peristiwa menjengkelkan dan kejadian yang biasa-biasa saja. Di antara manfaat ini adalah olah raga yang lebih teratur, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit badan, merasa hidupnya secara keseluruhan lebih baik, dan berpengharapan lebih baik di minggu mendatang.
Manfaat lain sikap berterima kasih tampak pada keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita. Dibandingkan dengan orang-orang yang bersikap sebaliknya, mereka yang senantiasa memiliki daftar ungkapan rasa syukur lebih cenderung mengalami kemajuan dalam pencapaian cita-cita mereka. Cita-cita ini dapat berupa prestasi akademis, hubungan antar-sesama dan kondisi kesehatan.
Penelitian lain dilakukan dengan melatih pembiasaan sikap bersyukur setiap hari pada diri sendiri. Kondisi positif seperti: waspada, bersemangat, tabah, penuh perhatian, dan daya hidup pada orang muda dewasa meningkat akibat pembiasaan sikap bersyukur. Perbaikan kondisi sebaik ini tidak dijumpai pada orang yang dilatih bersikap menggerutu atau pada orang yang menganggap dirinya lebih sejahtera dibanding orang lain.
Selain itu, mereka yang memiliki rasa syukur setiap hari lebih memiliki jiwa sosial yang lebih baik dibandingkan mereka yang suka berkeluh kesah dan suka menganggap orang lain kurang beruntung. Golongan yang pertama tersebut cenderung menolong seseorang yang memiliki masalah pribadi, atau telah membantu dukungan semangat kepada orang lain.
Pasien pun tak luput dari penelitian seputar sikap bersyukur ini. Dengan melibatkan sejumlah orang dewasa pengidap penyakit otot-saraf, pelatihan membiasakan sikap bersyukur berdampak baik pada pasien tersebut. Di antaranya adalah kualitas dan lama tidur yang lebih baik, lebih optimis dalam menilai kehidupan, lebih eratnya perasaan persahabatan dengan orang lain, serta suasana hati tenteram yang lebih sering dibandingkan dengan mereka yang tidak dilatih bersikap syukur.
Ketika syukur menjadi kebiasaan
Insan yang bersyukur menyatakan diri mereka merasakan tingginya perasaan positif, kepuasan hidup, semangat hidup, dan pengharapan baik di masa depan. Mereka juga mengalami kemurungan dan tekanan batin dengan kadar rendah.
Kalangan yang memiliki kebiasaan kuat dalam bersyukur atau berterima kasih memiliki kemampuan menyelami jiwa orang lain dan mengambil sudut pandang orang lain. Mereka ditengarai lebih dermawan dan lebih ringan tangan oleh orang-orang di jalinan persahabatan mereka.
Terdapat pula kaitan antara kerohanian seseorang dengan sikap bersyukur. Kecenderungan bersyukur lebih banyak dilakukan mereka yang secara teratur menghadiri acara keagamaan dan terlibat dalam kegiatan keagamaan seperti berdoa atau sembahyang dengan membaca bacaan relijius berkali-kali. Kaum yang bersyukur lebih cenderung mengakui keyakinan akan keterkaitan seluruh kehidupan, serta rasa ikatan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Pribadi-pribadi yang bersyukur dilaporkan memiliki sifat materialistis yang rendah. Mereka tidak begitu menaruh perhatian penting pada hal-hal yang bersifat materi. Mereka cenderung tidak menilai keberhasilan atau keberuntungan diri mereka sendiri dan orang lain dari jumlah harta benda yang mereka kumpulkan.
Dibandingkan dengan kaum yang kurang berterima kasih, kalangan yang bersyukur cenderung bukan berwatak pendengki terhadap kaum kaya, dan bersikap mudah memberikan apa yang mereka punya kepada orang lain.
Nikmat bertambah
Profesor Emmons menuangkan hasil-hasil temuan ilmiahnya itu dalam buku terkenalnya "Thanks! How the New Science of Gratitude Can Make You Happier" (Terima kasih! Bagaimana Ilmu Baru tentang Bersyukur Dapat Menjadikan Anda Lebih Bahagia) yang terbit tahun lalu. Buku ini memaparkan pula 10 kiat untuk menanamkan rasa syukur sepanjang tahun demi mendapatkan nikmat karunia yang bermanfaat dalam kehidupan.
Temuan ilmiah tentang syukur ini mengukuhkan risalah ilahiah bahwa syukur adalah akhlak mulia yang mesti ada dalam diri manusia. Sebab, syukur memicu bertambah nikmat hidup seseorang:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Al Quran, Ibrahim, 14:7). [emotion/cr/hidayatullah]
Ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima kasih. Bersyukur, selain menyehatkan jiwa-raga, juga mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar manusia
Sikap berterima kasih atau bersyukur mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar manusia. Inilah kesimpulan S.B. Alqoe dkk. asal University of Virginia, Amerika Serikat (AS). Hasil penelitiannya dimuat di jurnal ilmiah Emotion, edisi Juni 2008 dengan judul "Beyond reciprocity: gratitude and relationships in everyday life" (Lebih dari sekedar hubungan timbal balik: sikap bersyukur dan persahabatan dalam hidup keseharian).
Dalam karya ilmiah itu para ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima kasih yang muncul secara alamiah dalam perkumpulan mahasiswa di perguruan tinggi selama acara "pekan pemberian hadiah" dari anggota lama kepada anggota baru. Para anggota baru mencatat tanggapan atas manfaat yang mereka dapatkan selama pekan tersebut.
Di akhir pekan itu, dan satu bulan kemudian, anggota lama dan anggota baru menilai keadaan persahabatan dan hubungan di antara mereka. Kesimpulannya, rasa terima kasih atas pemberian hadiah berpeluang memicu terbentuknya dan terpeliharanya persahabatan di antara mereka.
Aneka manfaat syukur
Selain jalinan persahabatan yang baik, sikap bersyukur kini terbukti secara ilmiah memicu pula aneka manfaat lain. Di antaranya manfaat kesehatan jasmani, ruhani dan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Tidak heran jika "gratitude research" atau "penelitian tentang sikap bersyukur" menjadi salah satu bidang yang banyak diteliti ilmuwan abad ke-21 ini.
Profesor psikologi asal University of California, Davis, AS, Robert Emmons, sekaligus pakar terkemuka di bidang penelitian "sikap bersyukur", telah memperlihatkan bahwa dengan setiap hari mencatat rasa syukur atas kebaikan yang diterima, orang menjadi lebih teratur berolah raga, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit, dan merasa secara keseluruhan hidupnya lebih baik.
Dibandingkan dengan mereka yang suka berkeluh kesah setiap hari, orang yang mencatat daftar alasan yang membuat mereka berterima kasih juga merasa bersikap lebih menyayangi, memaafkan, gembira, bersemangat dan berpengharapan baik mengenai masa depan mereka. Di samping itu, keluarga dan rekan mereka melaporkan bahwa kalangan yang bersyukur tersebut tampak lebih bahagia dan lebih menyenangkan ketika bergaul.
Tak tersentuh sebelumnya
Dulu, sikap bersyukur atau berterima kasih sama sekali tidak terjamah dalam kajian ilmuwan psikologi tatkala profesor Emmons mulai mengkajinya di tahun 1998. Penelitian pertama prof Emmons melibatkan para mahasiswa kuliah psikologi kesehatan di universitasnya.
Saat itu sang profesor mewajibkan sebagian dari para mahasiswa tersebut untuk menuliskan lima hal yang menjadikan mereka bersyukur setiap hari. Sedangkan mahasiswa selebihnya diminta mencatat lima hal yang menjadikan mereka berkeluh kesah. Tiga pekan kemudian, mahasiswa yang bersyukur memberitahukan adanya peningkatan dalam hal kesehatan jiwa-raga dan semakin membaiknya hubungan kemasyarakatan dibandingkan rekan mereka yang suka menggerutu.
Di tahun-tahun berikutnya, profesor Emmons melakukan aneka penelitian yang melibatkan beragam kondisi manusia, termasuk pasien penerima organ cangkok, orang dewasa yang menderita penyakit otot-saraf dan murid kelas lima SD yang sehat. Di semua kelompok manusia ini, hasilnya sama: orang yang memiliki catatan harian tentang ungkapan rasa syukurnya mengalami perbaikan kualitas hidupnya.
Dampak latihan bersyukur
Melalui latihan, perasaan bersyukur dapat dibiasakan dalam diri seseorang. Pelatihan sengaja untuk menanamkan rasa syukur ini ternyata membawa dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.
Dalam penelitian menggunakan metoda membandingkan, ditemukan bahwa mereka yang menuliskan rasa syukurnya setiap pekan mendapatkan manfaat jasmani-ruhani yang lebih baik dibandingkan mereka yang terbiasa mencatat peristiwa menjengkelkan dan kejadian yang biasa-biasa saja. Di antara manfaat ini adalah olah raga yang lebih teratur, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit badan, merasa hidupnya secara keseluruhan lebih baik, dan berpengharapan lebih baik di minggu mendatang.
Manfaat lain sikap berterima kasih tampak pada keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita. Dibandingkan dengan orang-orang yang bersikap sebaliknya, mereka yang senantiasa memiliki daftar ungkapan rasa syukur lebih cenderung mengalami kemajuan dalam pencapaian cita-cita mereka. Cita-cita ini dapat berupa prestasi akademis, hubungan antar-sesama dan kondisi kesehatan.
Penelitian lain dilakukan dengan melatih pembiasaan sikap bersyukur setiap hari pada diri sendiri. Kondisi positif seperti: waspada, bersemangat, tabah, penuh perhatian, dan daya hidup pada orang muda dewasa meningkat akibat pembiasaan sikap bersyukur. Perbaikan kondisi sebaik ini tidak dijumpai pada orang yang dilatih bersikap menggerutu atau pada orang yang menganggap dirinya lebih sejahtera dibanding orang lain.
Selain itu, mereka yang memiliki rasa syukur setiap hari lebih memiliki jiwa sosial yang lebih baik dibandingkan mereka yang suka berkeluh kesah dan suka menganggap orang lain kurang beruntung. Golongan yang pertama tersebut cenderung menolong seseorang yang memiliki masalah pribadi, atau telah membantu dukungan semangat kepada orang lain.
Pasien pun tak luput dari penelitian seputar sikap bersyukur ini. Dengan melibatkan sejumlah orang dewasa pengidap penyakit otot-saraf, pelatihan membiasakan sikap bersyukur berdampak baik pada pasien tersebut. Di antaranya adalah kualitas dan lama tidur yang lebih baik, lebih optimis dalam menilai kehidupan, lebih eratnya perasaan persahabatan dengan orang lain, serta suasana hati tenteram yang lebih sering dibandingkan dengan mereka yang tidak dilatih bersikap syukur.
Ketika syukur menjadi kebiasaan
Insan yang bersyukur menyatakan diri mereka merasakan tingginya perasaan positif, kepuasan hidup, semangat hidup, dan pengharapan baik di masa depan. Mereka juga mengalami kemurungan dan tekanan batin dengan kadar rendah.
Kalangan yang memiliki kebiasaan kuat dalam bersyukur atau berterima kasih memiliki kemampuan menyelami jiwa orang lain dan mengambil sudut pandang orang lain. Mereka ditengarai lebih dermawan dan lebih ringan tangan oleh orang-orang di jalinan persahabatan mereka.
Terdapat pula kaitan antara kerohanian seseorang dengan sikap bersyukur. Kecenderungan bersyukur lebih banyak dilakukan mereka yang secara teratur menghadiri acara keagamaan dan terlibat dalam kegiatan keagamaan seperti berdoa atau sembahyang dengan membaca bacaan relijius berkali-kali. Kaum yang bersyukur lebih cenderung mengakui keyakinan akan keterkaitan seluruh kehidupan, serta rasa ikatan dan tanggung jawab terhadap orang lain.
Pribadi-pribadi yang bersyukur dilaporkan memiliki sifat materialistis yang rendah. Mereka tidak begitu menaruh perhatian penting pada hal-hal yang bersifat materi. Mereka cenderung tidak menilai keberhasilan atau keberuntungan diri mereka sendiri dan orang lain dari jumlah harta benda yang mereka kumpulkan.
Dibandingkan dengan kaum yang kurang berterima kasih, kalangan yang bersyukur cenderung bukan berwatak pendengki terhadap kaum kaya, dan bersikap mudah memberikan apa yang mereka punya kepada orang lain.
Nikmat bertambah
Profesor Emmons menuangkan hasil-hasil temuan ilmiahnya itu dalam buku terkenalnya "Thanks! How the New Science of Gratitude Can Make You Happier" (Terima kasih! Bagaimana Ilmu Baru tentang Bersyukur Dapat Menjadikan Anda Lebih Bahagia) yang terbit tahun lalu. Buku ini memaparkan pula 10 kiat untuk menanamkan rasa syukur sepanjang tahun demi mendapatkan nikmat karunia yang bermanfaat dalam kehidupan.
Temuan ilmiah tentang syukur ini mengukuhkan risalah ilahiah bahwa syukur adalah akhlak mulia yang mesti ada dalam diri manusia. Sebab, syukur memicu bertambah nikmat hidup seseorang:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Al Quran, Ibrahim, 14:7). [emotion/cr/hidayatullah]
Syukur Nikmat
Allah Swt berfirman, artinya, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. 14:34)
Karunia atau nikmat yang dianugerahkan oleh Allah Swt kepada setiap manusia sungguh sangat banyak dan amat besar, siapa pun dia, bagaimana pun kondisinya dan apa pun status sosialnya. Bahkan, musibah yang menimpa seorang mukmin yang ia terima dengan penuh lapang dada, seraya mengucapkan “innâ lillâh wainnâ ilaihi râjiun”. Oleh karena sangat banyaknya karunia dan kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada semua manusia yang kadang lalai, tidak tahu diri dan tidak mengenal kebaikan dan karunia Allah kepadanya, karena itu semua Allah Swt menyapa manusia ini dengan mengatakan, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya.
Allah Swt menyapa manusia agar mereka bersyukur kepada-Nya dan memanfaatkan semua karunia dan nikmat itu pada jalan yang diridai-Nya, juga agar manusia tidak menjadi orang yang zalim dan kufur nikmat dan tahu betapa banyaknya karunia dan nikmat Allah yang telah Dia anugerahkan kepadanya. “Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
Kita sering mendengar seseorang mengeluh dan berontak, seraya berkata, “Allah sangat tidak adil! Aku sudah melakukan salat lima waktu, bahkan salat malam pun sering aku lakukan dan aku sudah berdoa, namun hingga detik ini Dia tidak perah mengabulkan doaku.
Ungkapan seperti ini kita dengar dari sebagian orang dan mirip dengan yang diungkapkan oleh Allah di dalam Alquran tentang sifat kufur manusia, “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku”. (QS. 89:15-16)
Orang seperti itu biasanya tidak sadar kalau karunia dan kenikmatan yang telah Allah berikan kepadanya tidak terhitung jumlahnya bahkan belum pernah ia syukuri, dan sekali pun ia telah mensyukurinya pasti syukurnya tidak akan dapat menandingi kenikmatan itu. Bukankah Allah telah memberinya mata (penglihatan) yang nilainya tidak dapat dibandingkan dengan kekayaan material, lalu sepadankah kesyukurannya dengan nikmat penglihatan (mata) ini? Bukankah Allah telah menganugerahkan kepadanya akal yang dengannya ia dapat melakukan banyak hal? Relakah akalnya ditukar dengan uang sebanyak kebutuhannya? Lalu bagaimana dengan nikmat sehat, nikmat bisa bernafas, nikmat oksigen, nikmat Islam, nikmat iman, nikmat dapat beribadah dengan baik dan khusyuk, nikmat ilmu dan lain-lainnya? Allah Swt berfirman, Katakanlah, “Dia-lah yang mencipta kan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (akal)”. Tetapi amat sedikit kamu bersyukur.” (QS. 67:23)
Jika nikmat yang ada pada dirinya saja belum tersyukuri, lalu pantaskah ia mengucapkan ungkapan ke-kufuran-seperti di atas? Tidakkah kalau Allah memberinya nikmat yang lain malah membuatnya makin tidak bersyukur, sebab yang ada saja tidak disyukuri? Alangkah malangnya manusia yang tidak merasakan betapa banyak dan betapa sangat besarnya karunia dan nikmat Allah kepada dirinya, atau hanya bisa merasakan karunia dan nikmat-Nya pada makanan dan minumannya saja, lalu ia merasa telah bersyukur kepada Allah, karena bisa mengucapkan Alhamdulillâh sesudahnya. Alangkah sedihnya.
Seorang shahabat Nabi bernama Abû Dardâ ra pernah mengatakan, “Barang siapa yang tidak melihat (merasakan) nikmat yang Allah berikan kepadanya kecuali hanya pada makanan dan minumannya, maka sesungguhnya ilmu (makrifat) nya sangat dangkal dan azab pun telah menantinya”. (Al-Bahr al-Muhîth fî al-Tafsîr, jilid 6, hal. 441)
Ada juga ulama besar yang menjelaskan bahwa hakikat syukur kepada Allah itu adalah tampaknya bekas nikmat Allah pada lisan sang hamba dalam bentuk pujian dan pengakuan, melekatnya nikmat itu di dalam hatinya dalam bentuk kesaksian dan rasa cinta, dan terpatrinya nikmat itu pada anggota tubuhnya dalam bentuk patuh dan taat. (Tahdzîb Madârij al-sâlikîn, hal. 348)
Dan beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa syukur itu mempunyai 5 (lima) pilar pokok yang apa bila salah satunya tidak terpenuhi maka syukur menjadi batal dan dianggap belum bersyukur. Lima pilar pokok itu adalah kepatuhan orang yang bersukur kepada Pemberi nikmat, mencintai-Nya, mengakui nikmat dari-Nya, memuji-Nya atas nikmat-Nya dan tidak menggunakan nikmat yang diberikan-Nya untuk sesuatu yang tidak Dia ridhainya.
Ketika seseorang mengidap suatu penyakit yang membuatnya menderita sepanjang waktu dan sudah mengancam keselamatan jiwanya. Sang dokter memutuskan ia harus menjalani suatu operasi medis untuk menyelamatkan jiwanya, akan tetapi biaya operasi jauh di luar kemampuannya, bahkan sudah berbagai upaya dilakukan keluarganya untuk mendapatkan dana demi menolongnya hingga akhirnya mereka berputus asa dan pasrah. Sementara, si penderita terus merasakan getirnya penderitaan yang menimpanya. Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba ada seorang dermawan menanggung semua kebutuhan biaya operasi, hingga akhirnya jiwa penderita terselamatkan dan bebas dari derita yang selama ini mencengkramnya.
Di saat terpenuhinya kebutuhan seperti itulah kenikmatan itu terasa, ucapan terima kasih dan pujian kepada si dermawan pun terus diucapkan sepenuh hati, kebaikannya tak terlupakan sepanjang masa, rasa patuh, hormat dan cinta kepadanya pun mendalam di dalam kalbu. Kalau pun sekiranya bantuan itu bersyarat, maka dengan suka hati ia memenuhi semus syarat-syaratnya. Begitulah kira-kira ilustrasi seorang yang bersyukur.
Walhasil, ucapan alhamdulillah saja belum bisa dianggap telah mencerminkan kesyukuran, sebelum adanya pengakuan lisan, sikap tunduk dan taat, rasa cinta serta memanfaatkan kenikmatan dalam rangka ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Jika, demikian hakikat syukur, maka jangan kita merasa heran kalau Allah Swt, “Dan sangat sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (Q.S. 34: 13), Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. 14:34), karena memang seperti itu keadaannya.
Meskipun demikian, Allah Swt tidak ingin kalau hamba-hamba-Nya tidak bersyukur, karena akan berakibat buruk bagi mereka di dunia maupun di akhirat. Maka Dia perintahkan kepada mereka melalui ayat-ayat yang lumayan banyaknya agar mereka selalu bersyukur, dan Rasulullah Saw pun mengajarkan kepada ummatnya apa yang harus mereka lakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah Swt, di antaranya melalui doa setiap usai salat, artinya, “Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu”. (HR. Abu Daud:dan Nasa’i) Dan dzikir pagi dan sore, yang artinya, “Ya Allah, kenikmatan apapun yang ada padaku atau pada seseorang di antara makhluk-Mu (di pagi hari ini, di sore hari ini), maka dari-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu. Maka untuk-Mu lah segala puji, dan untuk-Mu jualah segala rasa syukur” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
Mari kita mensyukuri ramhat damai ini dengan memperbanyak doa agar harkat, martabat dan aspirasi kita terujud, mari, mulai selesai salat Jumat hari ini dan seterusnya setiap habis salat lima waktu kita baik secara bersendirian ataupun berjemaah. Mari kita lakukan dengan penuh keikhlasan, khusyuk dan tawaduk’.
Demikian, Wallahu A’lamu Bish-Shawab.
Karunia atau nikmat yang dianugerahkan oleh Allah Swt kepada setiap manusia sungguh sangat banyak dan amat besar, siapa pun dia, bagaimana pun kondisinya dan apa pun status sosialnya. Bahkan, musibah yang menimpa seorang mukmin yang ia terima dengan penuh lapang dada, seraya mengucapkan “innâ lillâh wainnâ ilaihi râjiun”. Oleh karena sangat banyaknya karunia dan kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada semua manusia yang kadang lalai, tidak tahu diri dan tidak mengenal kebaikan dan karunia Allah kepadanya, karena itu semua Allah Swt menyapa manusia ini dengan mengatakan, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya.
Allah Swt menyapa manusia agar mereka bersyukur kepada-Nya dan memanfaatkan semua karunia dan nikmat itu pada jalan yang diridai-Nya, juga agar manusia tidak menjadi orang yang zalim dan kufur nikmat dan tahu betapa banyaknya karunia dan nikmat Allah yang telah Dia anugerahkan kepadanya. “Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
Kita sering mendengar seseorang mengeluh dan berontak, seraya berkata, “Allah sangat tidak adil! Aku sudah melakukan salat lima waktu, bahkan salat malam pun sering aku lakukan dan aku sudah berdoa, namun hingga detik ini Dia tidak perah mengabulkan doaku.
Ungkapan seperti ini kita dengar dari sebagian orang dan mirip dengan yang diungkapkan oleh Allah di dalam Alquran tentang sifat kufur manusia, “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata, “Tuhanku menghinakanku”. (QS. 89:15-16)
Orang seperti itu biasanya tidak sadar kalau karunia dan kenikmatan yang telah Allah berikan kepadanya tidak terhitung jumlahnya bahkan belum pernah ia syukuri, dan sekali pun ia telah mensyukurinya pasti syukurnya tidak akan dapat menandingi kenikmatan itu. Bukankah Allah telah memberinya mata (penglihatan) yang nilainya tidak dapat dibandingkan dengan kekayaan material, lalu sepadankah kesyukurannya dengan nikmat penglihatan (mata) ini? Bukankah Allah telah menganugerahkan kepadanya akal yang dengannya ia dapat melakukan banyak hal? Relakah akalnya ditukar dengan uang sebanyak kebutuhannya? Lalu bagaimana dengan nikmat sehat, nikmat bisa bernafas, nikmat oksigen, nikmat Islam, nikmat iman, nikmat dapat beribadah dengan baik dan khusyuk, nikmat ilmu dan lain-lainnya? Allah Swt berfirman, Katakanlah, “Dia-lah yang mencipta kan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (akal)”. Tetapi amat sedikit kamu bersyukur.” (QS. 67:23)
Jika nikmat yang ada pada dirinya saja belum tersyukuri, lalu pantaskah ia mengucapkan ungkapan ke-kufuran-seperti di atas? Tidakkah kalau Allah memberinya nikmat yang lain malah membuatnya makin tidak bersyukur, sebab yang ada saja tidak disyukuri? Alangkah malangnya manusia yang tidak merasakan betapa banyak dan betapa sangat besarnya karunia dan nikmat Allah kepada dirinya, atau hanya bisa merasakan karunia dan nikmat-Nya pada makanan dan minumannya saja, lalu ia merasa telah bersyukur kepada Allah, karena bisa mengucapkan Alhamdulillâh sesudahnya. Alangkah sedihnya.
Seorang shahabat Nabi bernama Abû Dardâ ra pernah mengatakan, “Barang siapa yang tidak melihat (merasakan) nikmat yang Allah berikan kepadanya kecuali hanya pada makanan dan minumannya, maka sesungguhnya ilmu (makrifat) nya sangat dangkal dan azab pun telah menantinya”. (Al-Bahr al-Muhîth fî al-Tafsîr, jilid 6, hal. 441)
Ada juga ulama besar yang menjelaskan bahwa hakikat syukur kepada Allah itu adalah tampaknya bekas nikmat Allah pada lisan sang hamba dalam bentuk pujian dan pengakuan, melekatnya nikmat itu di dalam hatinya dalam bentuk kesaksian dan rasa cinta, dan terpatrinya nikmat itu pada anggota tubuhnya dalam bentuk patuh dan taat. (Tahdzîb Madârij al-sâlikîn, hal. 348)
Dan beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa syukur itu mempunyai 5 (lima) pilar pokok yang apa bila salah satunya tidak terpenuhi maka syukur menjadi batal dan dianggap belum bersyukur. Lima pilar pokok itu adalah kepatuhan orang yang bersukur kepada Pemberi nikmat, mencintai-Nya, mengakui nikmat dari-Nya, memuji-Nya atas nikmat-Nya dan tidak menggunakan nikmat yang diberikan-Nya untuk sesuatu yang tidak Dia ridhainya.
Ketika seseorang mengidap suatu penyakit yang membuatnya menderita sepanjang waktu dan sudah mengancam keselamatan jiwanya. Sang dokter memutuskan ia harus menjalani suatu operasi medis untuk menyelamatkan jiwanya, akan tetapi biaya operasi jauh di luar kemampuannya, bahkan sudah berbagai upaya dilakukan keluarganya untuk mendapatkan dana demi menolongnya hingga akhirnya mereka berputus asa dan pasrah. Sementara, si penderita terus merasakan getirnya penderitaan yang menimpanya. Dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba ada seorang dermawan menanggung semua kebutuhan biaya operasi, hingga akhirnya jiwa penderita terselamatkan dan bebas dari derita yang selama ini mencengkramnya.
Di saat terpenuhinya kebutuhan seperti itulah kenikmatan itu terasa, ucapan terima kasih dan pujian kepada si dermawan pun terus diucapkan sepenuh hati, kebaikannya tak terlupakan sepanjang masa, rasa patuh, hormat dan cinta kepadanya pun mendalam di dalam kalbu. Kalau pun sekiranya bantuan itu bersyarat, maka dengan suka hati ia memenuhi semus syarat-syaratnya. Begitulah kira-kira ilustrasi seorang yang bersyukur.
Walhasil, ucapan alhamdulillah saja belum bisa dianggap telah mencerminkan kesyukuran, sebelum adanya pengakuan lisan, sikap tunduk dan taat, rasa cinta serta memanfaatkan kenikmatan dalam rangka ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Jika, demikian hakikat syukur, maka jangan kita merasa heran kalau Allah Swt, “Dan sangat sedikit sekali hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (Q.S. 34: 13), Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. 14:34), karena memang seperti itu keadaannya.
Meskipun demikian, Allah Swt tidak ingin kalau hamba-hamba-Nya tidak bersyukur, karena akan berakibat buruk bagi mereka di dunia maupun di akhirat. Maka Dia perintahkan kepada mereka melalui ayat-ayat yang lumayan banyaknya agar mereka selalu bersyukur, dan Rasulullah Saw pun mengajarkan kepada ummatnya apa yang harus mereka lakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah Swt, di antaranya melalui doa setiap usai salat, artinya, “Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu”. (HR. Abu Daud:dan Nasa’i) Dan dzikir pagi dan sore, yang artinya, “Ya Allah, kenikmatan apapun yang ada padaku atau pada seseorang di antara makhluk-Mu (di pagi hari ini, di sore hari ini), maka dari-Mu semata, tiada sekutu bagi-Mu. Maka untuk-Mu lah segala puji, dan untuk-Mu jualah segala rasa syukur” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
Mari kita mensyukuri ramhat damai ini dengan memperbanyak doa agar harkat, martabat dan aspirasi kita terujud, mari, mulai selesai salat Jumat hari ini dan seterusnya setiap habis salat lima waktu kita baik secara bersendirian ataupun berjemaah. Mari kita lakukan dengan penuh keikhlasan, khusyuk dan tawaduk’.
Demikian, Wallahu A’lamu Bish-Shawab.
CERITA TENTANG SYUKUR NIKMAT
Senantiasa bersyukur dengan apapun rezeki yang diberikan oleh Allah, sekecil apapun itu, sebesar apapun itu. Kita tidak pernah tahu lewat apa jalan rezeki kita.
Pagi ini, ketika menikmati teh dan penganan aneka rupa sebagai kegiatan pembuka tak resmi di kantor, ada cerita menarik yang dituturkan salah seorang teman yang baru pindah dari kantor kota (kebetulan di sini kantor wilayah/provinsi).
Ceritanya tentang seorang Bapak, kepala KUA yang jadi teman kantornya dulu. Kejadiannya sekitar enam bulan yang lalu. Ketika itu, si Bapak hendak mengambil gaji tiga belas ( sekitar tiga juta rupiah) yang ada di rekening miliknya. Teller bank menjelaskan bahwa dia tidak dapat lagi menarik dana karena uang di rekeningnya tak ada yang tersisa selain saldo minimum. Sementara dia sama sekali belum pernah mengambil sejak uang tersebut ditransferkan ke rekeningnya. Sang teller menjelaskan bahwa dana tersebut ditarik melalui ATM di hari ketika ATM bapak ini diserahkan oleh pihak bank. Dia akhirnya bercerita kalau ternyata kartu ATM beserta amplop yang berisi PIN awal yang diberikan oleh bank telah hilang digondol maling ketika dia sedang dirawat di rumah sakit seminggu sebelumnya.
Pasrah dalam langkah gontai, si Bapak keluar dari bank. Di depan bank dia bertemu dengan seorang yang tinggi besar , berjubah, berjenggot seorang Pakistan. Si Pakistan ini menawarkan sebuah jam tangan yang katanya emas asli dan dicari-cari banyak orang. Harga awal tujuh juta tapi kemudian ditawar oleh si Bapak dengan harga satu juta sesuai sisa uang yang dipegangnya saat itu.
Mungkin dasar rejekinya si Bapak KUA, si Pakistan akhirnya deal juga dengan harga satu juta itu. Kemudian iseng-iseng dia menuju ke toko emas milik orang cina. Oleh si Cina, jam tangan itu ditawar seharga dua puluh juta. Mendengar harga yang sangat fantastis itu, dia jadi berpikir, pasti dia bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi dari itu jika menjualnya di tempat lain. Meski dibujuk-bujuk, dia tetap pada keputusannya untuk mendapatkan harga yang lebih lagi. Ditinggalkannya toko emas milik cina itu, si pemilik toko bahkan berlari-lari kecil menyusulnya di luar toko dengan menaikkan harga sampai dua puluh tiga juta, namun si Bapak tidak bergeming.
Dia menuju ke kantor dan menceritakan kejadian tersebut kepada teman-teman kantornya. Maka hebohlah komentar teman-temannya, ada yang menyesalkan tindakannya yang menolak rejeki dua puluh tiga juta itu, ada pula yang mendukung, malah ada yang lebih aneh, telah berencana meminjam uang hasil penjualan jam tangan yang diperkirakan sekitar tiga puluhan juta nanti. Dia akhirnya didorong-dorong untuk kembali menjual jam tangan itu ke toko emas yang lain.
Keesokan harinya, dengan penuh rasa penasaran, teman-teman menunggu kedatangannya untuk mengetahui hasil penjualan yang berhasil dilakukan. Tapi wajah kuyu yang ditampakkan si Bapak sejak memasuki areal kantor membuat teman-teman jadi mengerti bahwa sesuatu yang tidak menggembirakanlah yang terjadi.
Si Bapak akhirnya bercerita bahwa jam tangan emasnya hanya laku terjual seharga satu juta lima ratus ribu rupiah. Kata si pembeli, pemilik toko emas juga, yang terbuat dari emas hanya penutup yang terletak di bawah jam tangannya, bukan di semua bagian jam tangan seperti yang dikatakan si Cina kemarin. Lalu kemana emas yang lain?? apakah telah terjadi kesalahan penilaian kemarin? Rasanya tidak mungkin, karena si cina pemilik toko emas itu bukan orang bodoh, yang baru berbisnis dalam satu sampai dua minggu saja, melainkan telah terkenal bertahun-tahun di kota kami. Si Cina yang kemarin membujuknya itu pun tak mau lagi membayar seperti tawarannya kemarin. Si Cina berkata kalau jam tangan itu entah bagaimana bisa ternyata murah saja harganya, kadar emasnya telah turun. Ramailah komentar teman-teman sekantornya, menyalahkan, menyayangkan, menyabarkan, dan sebagainya, termasuk mempertanyakan bagaimana bisa kadar emasnya jadi berkurang begitu.
Cerita ini ditutup dengan komentar dari teman yang bercerita ini, “ Begitulah kalau kita punya niat serakah dalam diri, tidak syukur nikmat, rezeki yang seharusnya bisa jadi milik kita, malah pergi dengan cara yang tidak menyenangkan. Padahal jelas-jelas Allah hendak menggantikan uangnya yang kemarin dicuri, tiga juta menjadi dua puluh tiga juta rupiah. ”
Aku sepakat dengan pendapat temanku ini, terlepas dari kejadian hilangnya kadar emas yang tiba-tiba itu, bukankah Allah punya banyak cara untuk menunjukkan kuasaNya?! Dan yang pasti selalu ada yang bisa diambil hikmah dari kejadian-kejadian seperti ini. Bahwa rezeki apapun itu, yang diberikan oleh Sang Pemberi Rezeki, apalagi untuk rezeki yang arahnya tidak disangka-sangka itu, hendaknya tidak disikapi dengan sikap yang serakah, ingin lebih banyak lagi. Selalulah untuk mensyukuri nikmat yang Allah berikan. Karena jelas dan pasti janji Allah itu dalam Q.S.Ibrahim : 7
““Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”.
wallahu ‘alam.
Kisah Syukur Nikmat Dan Ingkar Nikmat
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan (artinya): “Ada tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.
Malaikat itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang bunting.
Selang beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang memenuhi suatu lembah.
Kemudian Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan saya. Si belang berkata: Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak.
Malaikat itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu? Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam perjalanan saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia. Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si botak).”
(HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)
Di dalam sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang mulia tersebut banyak terkandung faedah dan pelajaran beharga bagi kaum muslimin. Tidaklah Rasulullah menceritakan kisah kejadian umat terdahulu melainkan untuk menjadi pelajaran bagi umat yang datang setelahnya.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (Yusuf: 111)
Syukur Nikmat, Sebab Dibukanya Pintu Barakah
Dalam hadits tersebut kita melihat bagaimana si buta ketika dia bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Dia menegaskan bahwa kenikmatan berupa disembuhkannya dia dari kebutaan dan diberinya harta kekayaan itu datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Kemudian dia menginfakkan hartanya tersebut untuk membantu saudaranya yang membutuhkan. Maka Allah subhanahu wata’ala pun berikan barakah kepadanya dengan ditetapkannya harta tersebut kepadanya dan dia pun mendapatkan ridha Allah subhanahu wata’ala.
Dari sini kita bisa mengambil faedah bahwasanya syukur nikmat merupakan sebab ditetapkan bahkan ditambahkannya kenikmatan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah) akan tambah (kenikmatan) untuk kalian, dan jika kalian ingkar, sesunggahnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim: 7)
Mengingkari Nikmat Berpotensi Mendapatkan Murka Allah Subhanahu wa Ta’ala
Berbeda dengan si buta, si belang dan si botak justru mengingkari nikmat yang Allah subhanahu wata’ala berikan kepada mereka itu dengan menyatakan: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek moyangku. Mereka mengingkari bahwa harta yang mereka miliki itu merupakan pemberian dari Allah subhanahu wata’ala. Lebih dari itu mereka enggan untuk menginfakkan hartanya untuk membantu saudaranya yang membutuhkan.
Maka mereka pun mendapatkan do’a kejelekan dari Malaikat dan mendapatkan murka dari Allah subhanahu wata’ala.
Demikianlah, barangsiapa yang tidak mau bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dan menyombongkan diri bahwa harta yang dimilikinya itu merupakan hasil usahanya sendiri dan bukan pemberian Allah subhanahu wata’ala, maka Allah subhanahu wata’ala mengancamnya dengan adzab yang pedih.
Ingatkah anda akan perkataan Qarun yang diabadikan di dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesungguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku.” (Al Qashash: 78)
Apa yang terjadi kemudian? Allah subhanahu wata’ala tenggelamkan dia beserta hartanya ke perut bumi. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Maka Kami membenamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi.” (Al Qashash: 81)
Anjuran Bershadaqah
Hadits tersebut juga menunjukkan kepada kita tentang anjuran untuk bershadaqah. Tidaklah harta itu berkurang karena shadaqah, dan tidaklah orang kaya itu menjadi miskin karena dia rajin bershadaqah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah shadaqah itu mengurangi harta.” (HR. Muslim)
Justru dengan bershadaqah, harta seseorang akan semakin bertambah, barakahnya maupun jumlah harta itu sendiri. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Dia (Allah) akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rizki.” (Saba’: 39)
Peringatan dari Perbuatan Kikir
Sifat kikir yang ditunjukkan oleh si belang dan si botak tersebut justru berakibat buruk bagi diri mereka sendiri. Allah subhanahu wata’ala murka kepada mereka. Orang-orang seperti inilah yang Allah subhanahu wata’ala nyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh orang untuk berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang diberikan kepada mereka.” (An Nisa’: 36-37)
Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka dengan adzab yang pedih.” (At Taubah: 34)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dan hati-hatilah kalian dari kikir, karena kekikiran itu telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Muslim)
Demikianlah beberapa faedah yang terkandung dalam hadits ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bisa mengambil pelajaran darinya. Amin, Ya Rabbal ‘Alamin.
(Diringkas dari sumber aslinya http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/akhlak-adab/syukur-nikmat-sebab-dibukanya-pintu-pintu-barakah/)
www.google.co.id/search?hl=id&source=hp&biw=1024&bih=594&q=cerita+ttg+syukur+nikmat&oq=cerita+ttg+syukur+nikmat&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=e&gs_upl=4142l15281l0l15670l25l24l0l11l0l1l1281l4388l2.3.3.2.0.2.0.1l13l0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar